25 - Sects Annual Meeting
Keadaan Gusu tentram seperti sedia kala. Karena memang tak ada hal-hal yang aneh yang terjadi. Zaman sudah tidak lagi penuh akan ketakutan pada sekte Wen seperti dahulu. Pria serba putih dengan gelar Zewu-jun tersebut sudah duduk diatas kudanya, bersiap untuk berangkat sementara adiknya, Lan Wangji lengkap dengan sang suami manisnya, Wei Wuxian, selalu setia menemani sampai gerbang depan.
"Tuan Muda Wei, Wangji, tolong jaga Cloud Recesses untuk sementara seperti biasanya."
"Hati-hati dalam perjalanan, Zewu-jun!" Dengan manisnya, Wei Wuxian melambaikan tangan walau Lan Xichen belum menghentakkan tali kudanya. Lan Wangji mengangguk saja pada sang kakak, menyamakan perkataan sang suami dengan bahasa tubuh.
Setelah berbasa-basi ria dengan keduanya, Lan Xichen pun berangkat dengan membawa beberapa anggota sekte Lan yang sudah terpercaya sebelum bertolak ke Yunmeng.
"Lan Zhan, Lan Zhan, ayo kita keluar juga! Aku ingin makan buah loquat!~" celetuknya manja seperti biasa, Wei Wuxian bergelayutan di lengan perkasa Lan Wangji. Dengan wajah super imut milik Mo Xuanyu, dan jiwa genit Wei Wuxian, mana mungkin sang suami bisa menolak?
"Mn, Wei Ying."
Sementara itu, di Yunmeng Jiang terlihat sekali keadaan perdagangan dan perahu lalu lalang sibuk bertransaksi. Hari ini sudah terhitung empat puluh sembilan hari sejak kepala sekte Yunmeng Jiang tersebut pergi dari Gusu karena insiden kecil antara mereka berdua. Beberapa minggu semenjak itu pula, Jiang Cheng kembali ke Yunmeng dan melakukan kewajibannya seperti biasa.
Pria itu juga sudah tak ke sana lagi karena dua faktor; yakni malu dan tak sempat-terlalu malu karena kejadian waktu itu, dan sibuk akan pekerjaan serta pengelolaan wilayah daerah sekte. Dia menyibukkan diri dengan pekerjaan dan rapat dengan para tetua yang cukup padat. Pelabuhan Yunmeng semakin ramai dan signifikan untuk peruntungan laba rugi di daerah pemerintahaan. Jiang Cheng juga bahkan selalu tidur larut. Bajunya juga sudah dikirim dan sampai, namun sudah pasti takkan ia gunakan lagi jadi ia menyuruh pelayan untuk menjual hasil penjualan dan kain baju tersebut untuk bantuan yang membutuhkan-berharap bahwa keberuntungannya akan segera meningkat.
Namun keberuntungannya berakhir kurang baik. Dikarenakan kesepakatan dan penggiliran tiap sekte yang ada, Lotus Pier menjadi tuan rumah rapat kali ini. Tentu saja, sekte Gusu Lan juga akan datang, maka dia mau tak mau Jiang Cheng harus menyiapkan diri untuk menyambut perwakilan dari sana dan menekan rasa malunya harga diri.
Sesampainya di Lotus Pier, Lan Xichen dapat melihat orang yang berlalu lalang-sibuk menyiapkan segala hal untuk menyambut kedatangan para pemimpin sekte yang akan mengadakan rapat bulanan seperti biasanya. Semua persiapan sudah disusun dengan layak dan matang.
Jiang Cheng kembali mengecek semua yang dibutuhkan kala menyambut tamu sekte lain. Dia juga melihat keseluruhan serta laporan bawahan yang telah mengatur bagian-bagian lainnya.
Kepalanya sedikit berdenyut dalam beberapa hari ini, bahkan dia sudah minum obat pereda sakit kepala dari tabib Yunmeng. Namun itu takkan menghalanginya untuk bekerja, karena dirinya sudah terbiasa mengandalkan diri sendiri semenjak keruntuhan Yunmeng Jiang dahulu kala. Sekarang Jiang Cheng harus fokus dan tak boleh goyah.
"Jiang-Zhongzhu, para perwakilan sekte Gusu Lan sudah tiba." lapor salah satu anak buah yang habis berlari dari gerbang depan.
"Baiklah. Saya akan segera kesana." ujarnya dan membuat anak buah tersebut kembali ke tempat kerjanya semula.
Tahan dirimu, Jiang Wanyin. Ini hanya untuk beberapa hari saja. Takkan ada yang terjadi.
Pikirannya mencoba berbicara dengan nada positif dalam hati, meneguhkan pendiriannya sebelum melangkahkan kaki dan menyambut perwakilan sekte Gusu Lan. Saat mereka sampai, ia membungkuk hormat memberikan salam dengan sopan.
"Selamat datang di Yunmeng, Zewu-jun."
Disambut oleh pemimpin sekte Yunmeng Jiang sendiri, yang bersangkutan mengangguk dengan senyuman teduh. "Terima kasih. Semoga pertemuan hari ini lancar." ucapnya halus dan kalem.
Sekilas, Jiang Cheng terlihat tampak seperti biasa. Namun, Lan Xichen menyadari bahwa wajah pemimpin sekte di depannya itu terkesan agak merah, sepertinya sakit.
"Jiang-Zhongzhu, Anda baik-baik saja?"
Mendengarnya bertanya begitu, Jiang Cheng masih mencoba bersikap tegas dan biasa. "Saya baik-baik saja, Zewu-jun. Tak usah perdulikan saya. Mari, silakan lewat sini. Akan saya antarkan ke kamar tamu bagian Anda sekalian."
Akhirnya, pemimpinnya sendirilah yang menuntun para Lan dan mempersilakan mereka untuk beristirahat di kamar-kamar yang telah tersedia, dengan para penjaga Lan lainnya yang juga sudah berada di ruang masing-masing. Lagipula, Lan Xichen tak membawa banyak anggota dalam rapat kali ini.
"Ini adalah kamar Zewu-jun," ujarnya sambil membuka pintu kamar terebut.
Begitu masuk, nuansa rumah kayu namun kuat akan dikenali oleh indra dengan cepat. Aroma teratai dari luar jendela lumayan khas tercium. Kamarnya terasa segar dengan aroma teratai khas Yunmeng yang semerbak. Ini bukan pertama kalinya dirinya berkunjung ke Lotus Pier. Tapi memang harus diakui, Lan Xichen menyukai kemegahan yang sederhana ini.
"Pertemuan hari ini akan dilaksanakan pada malam hari. Silakan beristirahat."
"Baik. Terima kasih." balasnya kembali, tapi Lan Xichen hanya diam saja terpaku di sana. Dia masih ingin mengecek apakah kepala sekte Jiang di depannya sekarang benar-benar dalam kondisi yang baik. Karena sudah bisa dipastikan, Lan Xichen sedikit mengetahui bahwasanya Jiang Cheng tidak mungkin bisa jujur akan kondisinya sendiri. Harga dirinya sangat tinggi dan tidak bisa diganggu gugat, sudah ciri khasnya bersikap seperti demikian.
"Jiang-Zhongzhu, bagaimana kalau minum teh? Saya sangat haus." pinta Lan Xichen dengan sopan.
"Baiklah. Akan saya antarkan tehnya. Tunggu saja di dalam."
Tanpa menimbulkan kecurigaan sama sekali-apalagi permintaannya yang cukup wajar, Jiang Cheng keluar kamar dan pergi sesaat ke belakang. Selang sepuluh menit berlalu, ia sudah kembali membawa nampan berisikan pot teh dan satu cangkir yang disiapkan hanya untuk Lan Xichen.
Ia masuk ke dalam kamar dan menaruhnya di atas meja kamar yang tersedia. "Apakah perjalanan kesini tidak terhambat?"
Sementara menyeletuk, pria Gusu tersebut duduk terlebih dahulu duduk, kemudian memberikan gestur bahwa yang bersangkutan juga harus ikut duduk-menginginkan untuk minum teh bersamanya.
"Jiang-Zhongzhu, Anda tidak ikut minum teh?" Alih-alih menjawab pertanyaan basa-basi Jiang Cheng, dia justru kembali melempar pertanyaan padanya.
"Tidak, Anda saja yang minum. Lagipula Anda bilang kalau sangat haus, Zewu-jun." balas singkat Jiang Cheng yang menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu memberikannya dengan sopan pada Lan Xichen.
Sang pemberi tak sadar kalau beberapa dari jari mereka saling bersentuhan jadi tentu saja ia menghiraukan hal sekecil itu.
Samar-samar, denyut kembali menguasainya namun tak diindahkan sama sekali oleh Jiang Cheng.
Tahan diri. Jangan sakit kepala dulu. Tahan, kuatkan diri!
Pikiran itu terus ia tekankan agar tidak terlihat lemah di hadapan orang terhormat seperti Lan Xichen. Ia juga tak bisa dikasihani. Tidak boleh.
Argh, Jiang Cheng ingin semua ini cepat selesai!
"Tapi saya ingin minum teh dengan Anda, Jiang-Zhongzhu." Lan Xichen menerima teh yang diberikan olehnya, namun belum diteguk dan menantikan sang pemegang gelar Sandu Sengshou tersebut untuk duduk bersamanya.
"Rapat akan diadakan besok, dan waktu tidak mungkin harus dibuang sia-sia. Jadi Anda perlu istirahat, Zewu-jun. Saya tak mau mengganggu waktu istirahat anda yang berharga." tolaknya sopan walau sedikit ada nada lelah di perkataannya.
Kepala Lan Xichen menggeleng dua kali secara lembut. Ia menolak perkataan Jiang Cheng. "Saya tidak lelah. Saya hanya ingin berbicara dengan Anda."
Iya, keras kepala pemimpin sekte Gusu Lan satu ini. Jika pria di hadapannya sekarang bukanlah pemimpin sekte tersohor, sudah pasti ia akan menaboknya dan pergi tidur siang! Persetan dengan rapat dan pekerjaan!
Andaikan saja Jiang Cheng seacuh itu, tapi angan tetaplah angan.
Karena tamu adalah raja, maka mau tak mau harus dituruti. Untungnya, Jiang Cheng adalah seseorang yang sangat menghormati orang lain seperti Lan Xichen. Dan tentu dengan sikap disiplin yang sudah ditanamkan padanya sejak kecil, Lan pertama tersebut tak perlu sampai memaksanya untuk duduk walaupun kenyataannya dirinya sudah terlihat sekali memaksanya untuk minum teh bersama.
Akhirnya, Jiang Cheng duduk di kurdi lain pada akhirnya juga.
Jiang Cheng tak tahu motif Lan Xichen untuk berbicara padanya selain soal sekte. "Anda mau membicarakan apa dengan saya?"
"Bagaimana kabar Anda, Jiang-Zhongzhu? Saya dengar kalau Anda sangat sibuk meningkatkan ekonomi Yunmeng bagian utara," basa-basi dulu yang Lan Xichen luncurkan sembari tangannya yang besar dan putih menuangkan teh ke cangkirnya sendiri yang sudah kosong.
Pria bercincin Zidian tersebut terdiam sejenak. Ia tak habis pikir mengapa Lan Xichen berkata basa-basi terlebih dahulu, padahal dia yang melakukan hal tadi saja dialihkan topiknya oleh sang Lan pertama. Biasanya pria Gusu itu hanya tahu kalau ia membahas sesuatu langsung ke intinya saja. Tapi karena sekarang yang di hadapannya adalah sebagai tamu, maka Jiang Cheng akan menurut dulu untuk kali ini. Siapa tahu memang penting. Pikirannya sesederhana seperti itu.
"Kabar saya masih seperti biasanya. Ekonomi di sana akan ditingkatkan karena pasar sungainya juga berpotensi di bagian pariwisata. Itu cukup untuk mendongkrak ekonomi rakyat yang sedikit anjlok." ujar Jiang Cheng seperlunya sebagai balasan.
"Begitukah... Ya. Jiang-Zhongzhu sudah bekerja dengan sangat keras."
Lan Xichen menyerahkan cangkir teh yang telah terisi pada Jiang Cheng.
Pemimpin sekte Yunmeng Jiang sedikit bingung saat cangkir tehnya diserahkan pada dirinya lagi. "Tunggu, bukankah Anda sangat haus? Harusnya Anda minum tehnya saja." ujarnya sambil menyerahkan kembali pada yang bersangkutan.
"Saya sudah bilang, bukan? Kalau saya ingin minum teh dengan Anda, Jiang-Zhongzhu?" Lan Xichen menegaskan kembali perkataannya yang sudah lewat. Dia mendorong kembali cangkir kecil bagian dari Lotus Pier kepada pemiliknya.
Jiang Cheng terdiam sejenak menatapnya yang tersenyum dengan agak terheran. Aduh, ia tak menyangka kalau Lan Xichen orangnya diam-diam sungguh penuntut-yang mana sangat halus sekali caranya dalam membujuk orang agar menuruti kehendak sang pemimpin sekte Gusu Lan tersebut.
Sesaat, terbesit akal agar Jiang Cheng mencari siasat agar bisa kabur dari perjamuan teh dadakan Lan Xichen.
"Uhm-Kalau begitu saya ambil satu cangkir lagi di dapur." Sontak, Jiang bungsu hendak berdiri sebelum merasakan tangan mencegahnya.
Tentu saja, Lan Xichen menahan Jiang Cheng yang ingin kabur.
Oho, tidak semudah itu, Ferguso.
"Tidak perlu, Jiang-Zhongzhu. Bukankah itu hanya membuang waktu? Anda boleh memakai cangkir ini saja, agar efektif."
Perkataannya sungguh halus namun ada segelintir rasa memaksa terbesit di nada bicaranya.
"T-Ta-Tapi 'kan nanti kalau saya minum, artinya itu bekas dari saya. Tak mungkin saya minum cangkir anda, Zewu-jun!"
Lagipula, mana ada orang yang minum secangkir berdua kecuali mereka adalah pengantin atau suami istri?! Apakah Lan Xichen sudah lupa akan soal etika seperti itu?!
Naas, Lan Xichen tetap saja gigih mencegah dan berujar, "Jiang-Zhongzhu, saya menghormati Anda dan sebaliknya. Jadi, bukankah kita sama? Dimana letak perbedaan yang melarang dua orang untuk saling menghormati dan minum di cangkir yang sama?"
Pandai bersilat lidah dengan logika memang andalannya dalam membujuk seseorang, dan Lan Xichen bersyukur mempunyai kemampuan seperti itu agar digunakan pada saat yang tepat seperti sekarang.
Di sisi lain, Jiang Cheng sudah makin tak tahu harus membalas apa ketika diberitahu begitu mulusnya oleh sang pria Gusu. Dirinya benar-benar dibuat bungkam dan mau tak mau hanya bisa memiliki jalan keluar satu-satunya; untuk menurutinya saat ini juga. Ia mencoba berkelit biar bisa menghindar, tak perduli atau tahu kalau menggali lubangnya sendiri karena memang kurang berhati-hati demi terlepas dari jeratan bujuk yang di hadapannya sekarang.
"Tapi... Zewu-jun, Anda pasti tahu etikanya. Kalau minum secangkir berdua, itu sedikit tidak sopan. Lagipula hal itu seperti melakukan adat pernikahan."
Ini dia.
Lan Xichen semakin mengeluarkan kemampuan bersilat lidahnya dengan perlahan tapi pasti, sedikit memasang muka polos. "Saya tidak tahu kalau Jiang-Zhongzhu berpikir seperti itu. Namun, niat saya disini hanya ingin berbagi teh dengan Anda, dalam cangkir yang sama agar tidak menghabiskan banyak waktu, lagipula ini adalah bukti kalau kita bekerja sama dengan baik, bukan?"
Wajahnya memerah sekilas sembari mengutuk dirinya sendiri di sanubari. Sialan, harusnya ia tak mengatakan hal seperti itu. Memalukan sekali, Jiang Cheng Wanyin!
Kedua netra abu kehitamannya menatap Jiang Cheng dengan raut tak enak, sedih perlahan menghiasi wajah tampannya. "Atau... Apa benar-benar tidak bisa...?"
Bayangkan saja, seseorang seperti Lan Xichen, yang berparas bagai giok indah sudah memasang wajah memelas yang penuh kesenduan-yang dimana setiap orang yang diberikannya tatapan itu akan meleleh dan luluh-hingga keinginan sang Lan pertama terpenuhi.
Dilemparkan tatapan seperti meminta belas kasih, yang bersangkutan jadi tak tega untuk menolaknya. Tentu saja Jiang Cheng makin panik walau terpaku di duduknya.
Jiang Cheng helakan napas, lalu mengambil cangkirnya. "Baiklah, saya akan minum bersama Anda."
Akhirnya diterima, Lan Xichen tersenyum sumringgah dengan segala aura senangnya yang tak dapat disembunyikan lagi. "Terima kasih banyak."
Cara persuasifnya sukses!
Sebenarnya ini hanya akal-akalannya saja agar bisa melihat Jiang Cheng lebih lama, sekaligus membiarkan ketua sekte pekerja keras itu untuk istirahat. Lan Xichen sudah melihat berbagai hiasan dan persiapan klan Yunmeng Jiang untuk menyambut pertemuan akhir bulan dengan baik, dan dia sudah puas akan perkembangan hubungan pertemanan dengan Jiang Cheng saat ini.
Sementara itu, orang yang dimaksudkan sudah tak tahu lagi harus berkata apa karena telah menyerah demi tamu pentingnya satu ini. Jiang Cheng perlahan menyesap teh hingga setengah cangkir. Ia sudah tak paham lagi bagaimana menghanyutkannya Lan Xichen dalam membujuk. Jangan dirinya, membujuk musuh untuk menyerah saja pasti sangat mudah.
Lagi-lagi kembali tenggelam dalam suasana hening yang berkepanjangan namun tenang, Lan Xichen menuangkan teh sekali lagi untuk Jiang Cheng, mempersilahkannya untuk minum lagi. Teh dituangkan lagi, lalu dirinya menghabiskan isi cangkirnya dengan beberapa tegukan. Setelah itu ia yang menuangkan teh sebelum memberikan porsi pada sang tamu.
"...Wangji," Akhirnya Lan pertama mulai membuka mulutnya, "pernah mengatakan bahwa sup iga teratai di Yunmeng sangat lezat. Apakah benar begitu?"
"Hm? Ah, itu masakan andalan sekte kami. Rasanya sangat enak, Anda mungkin akan menyukainya jika mencicipi dan pas dengan selera lidah Anda." ujarnya demikian.
Saat itu Jiang Cheng berpikir sejenak. Tunggu dulu, bukankah Lan Xichen sudah pernah mencobanya?
Pria itu kurang ingat, tapi tak ia indahkan dan membiarkan pemikiran itu lenyap saat menelan air tehnya sendiri.
"Kalau begitu saya harus mencobanya." Lan Xichen memberikan mata dan senyuman yang cerah sebagai balasan.
Sebenarnya, Lan Xichen sudah pernah mencicipinya bersama Lan Wangji dan dua murid lainnya ketika pemimpin sekte Jiang membiarkan mereka bergabung di pesta ulang tahun pewaris sekte Jin kala itu. Dia hanya pura-pura tak pernah merasakannya karena berbagai alasan:
Pertama; untuk membuat topik lain untuk dikembangkan. Kedua; mencoba sup iga teratai yang terkenal sebagai kuliner autentik Yunmeng memang salah satu kegiatan yang sudah ia masukkan ke dalam daftar perjalanannya. Kalau bukan karena Lan Wangji yang terus saja menyarankan, tentu dia tidak akan kepikiran sedikit pun akan kuliner tersebut.
Sejenak, Lan Xichen teringat yang sebelumnya dan mencuri lirik pada wajah Jiang Cheng untuk sesaat.
Terlihat sekali bahwa dirinya sedikit lemas dan kecapekan. Pria Yunmeng tersebut masih terus memikirkan persiapan nanti malam; untuk pesta dan pertemuan akhir bulan, segalanya harus sempurna bagi para tamu agar tak ada celah untuk mencari kesalahan pada dirinya jikalau salah satu kepala sekte lain mencoba menyerangnya. Rencananya, ia sudah menyiapkan diri agar tidak mabuk supaya bisa berkoordinasi para pemimpin sekte yang masih waras ketika berdiskusi di perjamuan malam.
"Tentu. Mungkin anda bisa memakannya jika sempat dan pertemuan usai." Jiang Cheng membalas singkat sekali sebelum menghabiskan tehnya.
Denyutnya masih tidak hilang juga. Matanya berkedut sesaat merasakan sakitnya menjalar. Ugh, rasanya pusingnya mulai datang. Tapi ia tahan agar tidak terlihat lemah. Mana di sampingnya ada pemimpin sekte Lan.
Hanya anggukan sebagai akhiran, Lan Xichen yang sedaritadi mengamati kondisi Jiang Cheng pun sadar bahwa keadaan kepala sekte itu tidak semakin baik. Justru merasa kalau keadaannya makin lemas.
"Jiang-Zhongzhu, mungkin ini terkesan agak egois, tapi bisakah Anda menutup mata Anda sebentar saja?"
Jiang Cheng menoleh sembari menatapnya pelan, dengan suara mulai menipis. Sudah pasti sakit. "Hah...? Buat apa tutup mata?"
"Lakukan saja... Ya?" Lan Xichen meminta lagi, agak membujuk.
Mau tak mau, akhirnya Jiang Cheng memejamkan mata sambil menantikan apa yang akan terjadi dengan kebingungan yang nyata. Dia merasakan hangat di dahinya, tapi entah apa itu.
Dengan sigap Lan Xichen merapalkan mantra lalu meletakkan telapak tangannya di dahi sang Sandu Shengshou. Ia menyalurkan beberapa energi positif agar bisa meredakan rasa sakit yang mungkin saja berlalu lalang di kepala Jiang Cheng. Walau tidak menghilangkan, setidaknya akan lebih baik.
"Jiang-Zhongzhu, Anda kurang sehat."
"Eh? Bagaimana anda bisa tahu...?" Jiang Cheng masih memejamkan mata, agak mengerutkan dahinya. Berangsur kemudian ia merasakan kalau sakit kepalanya mereda sesaat.
Jika dia menjawab yang sebenarnya, pasti Jiang Cheng akan lebih berusaha untuk menyembunyikan kelemahannya. Dan Lan Xichen tidak menginginkan hal itu.
"...Hanya perasaan saya saja." Dia berbohong, mumpung berada di luar Cloud Recesses.
Setelah dirasa cukup, Lan Xichen menjauhkan tangannya dari dahi yang bersangkutan.
Jiang Cheng perlahan membuka matanya. "Begitukah... Mungkin saya akan istirahat habis rapat. Anda minumlah tehnya dan istirahat. Rapat malam ini akan segera dimulai."
Ia mencoba beranjak dari duduknya, namun Lan Xichen ikut bangkit perlahan juga. Ia ingin mencegah pria Yunmeng tersebut agar tak terlalu memaksakan diri.
"Lebih baik Anda istirahat sebentar, baru bisa rapat. Anda belum sepenuhnya sembuh, Jiang-Zhongzhu."
Kakinya agak sedikit tertatih. Kepalanya ia pegang sendiri karena mulai berdenyut lagi. "Kh.. Tak apa, saya harus mengecek kesiapan rapat. Pemimpin sekte lain juga istirahat, Anda harusnya juga begitu..."
"Kalau begitu akan saya bantu. Jiang-Zhongzhu, tolong jangan memaksakan diri."
Masih mencoba membujuk halus karena agak khawatir, lan Xichen mencoba mendekatinya yang sudah tertatih dengan tangan memegangi kepala.
"Ze... Zewu-jun... Tolong jangan bantu saya... Anda tamu.. Disini..."
Kepalanya semakin berkunang-kunang, sementara suaranya menipis dan melemas.
Seketika itu juga, suara jatuh ke lantai kayu dengan hantaman lumayan kuat menggema di pendengaran, melengking sesaat di genderang dengan samar-samar terdengar seruan yang agak tertahan meski yang bersangkutan terkejut bukan main.
"Jiang-Zhongzhu-!"
Tak tahu lagi apa yang diingatnya , tiba-tiba saja semuanya terasa gelap gulita.
.
.
.
=================
Aaaaaaaaand... yup. Jiang Cheng passed out because too much pressure and work. Its all Lan Xichen's fault, partly. Lmao
Thanks for waiting and be patient in this book, hope you can wait for the next conflict and romances around Jiang Cheng and others.
As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.
See you guys next time!~ Adios~
Regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro