24 - Opinion
Warna apa yang terlintas di pikiran jika mendengar kata Yunmeng Jiang? Ungu. Bukankah begitu?
Warna gelap yang menggambarkan kebangsawanan, kepercayaan diri, ambisi, dan harga diri yang tinggi. Sungguh sesuai dengan pemimpin sekte Yungmeng Jiang yang sekarang; Jiang Cheng Wanyin.
Seperti itulah Jin Ling yang selalu melihat adik dari mendiang ibunya tersebut memimpin sektenya dengan kejayaan dan keberanian layaknya lelaki sejati. Bahkan sedari kecil pun, pria tersebut sudah banyak membantu dirinya di dalam pekerjaan dan mengawasi sekte selagi dirinya bertumbuh dan berlatih agar menjadi pewaris yang layak nanti kedepaannya.
Namun kali ini, untuk pertama kalinya seorang Jin Ling melihat Jiang Cheng dengan sisi yang terpaksa dilihatnya tanpa sengaja.
Aneh. Sungguh aneh.
Jika Jin Ling memikirkannya pun pasti tak terbayang akan hal seperti itu juga di dalam otak. Ketika melihat pamannya yang garang memakai jubah khas Gusu, membuat hawa bengisnya lenyap dan itu membuat Jiang Cheng seperti orang yang baru pertama kali dirinya lihat.
Seperti bukanlah Jiang Cheng yang keponakannya pun kenal sama sekali.
Berbagai pertanyaan terbesit di kepalanya yang baru beranjak dewasa di usia belasan tahun.
Kenapa pamannya sampai bisa memakai pakaian Gusu dan berwajah marah? Lalu ada apa dengan masalah pakaian yang sebelumnya ketika ia lihat waktu pelatihan di aula pelajar? Dimana letak masalahnya? Jikalau bukan kotor, basah, atau apa pun itu, pasti Jiang Cheng takkan ingin merepotkan orang lain, terutama orang Gusu Lan yang telah menjaga pewaris Jin satu-satunya dengan pendidikan yang terbaik. Dan mengapa Zewu-jun berlari mengejarnya—yang malah melanggar salah satu aturan klan?
Jin Ling bingung akan pamannya sendiri, begitu juga pada sang pemimpin Lan tersebut. Lan Xichen terlihat cukup lebih bersinar daripada sebelumnya—meski senyum ramah terpampang, namun Jin Ling cukup tahu kalau beliau sudah mengalami segala kekejaman dan kebenaran pahit yang ada.
Dia pun juga marah. Rasa kesal, sedih, penyesalan, muak; semuanya campur aduk kala mengetahui semua yang telah terjadi selama enam belas tahun hidupnya. Penuh pengkhianatan dan ingkar diselimuti kebahagiaan dan senyum penderitaan. Kenapa hidupnya kacau, dirinya pun tak tahu.
Namun itu adalah cerita lama; lagipula yang bersangkutan telah tiada dan mau tak mau sekarang Jin Ling harus menjalani hidup yang diberikan kepadanya ini sebagai hadiah dari kedua orang tuanya agar merasakan asam garamnya kehidupan. Dinaungi oleh Jiang Cheng dan menjadi kuat untuk melindungi keluarganya yang tersisa sebelum memimpin sekte Lanling Jin secara resmi—itulah yang menjadi tujuannya saat ini.
Jin Ling melihat bahwa Lan Xichen adalah korban dari segala perencanaan takdir yang menyakitkan dari Dewa dan mendiang pamannya dahulu. Tapi sekarang, pria berparas tampan yang murah senyum itu mulai bangkit setelah dari pengasingannya dan kembali seperti semula.
Setidaknya itu bagus untuk keadaan Gusu Lan yang membutuhkan pemimpin bijaksana seperti Lan pertama setelah kejadian yang mengguncang dunia kultivator kala itu, dan Jin Ling tak masalah akan hal seperti itu.
Namun sekarang masalahnya adalah pamannya sendiri dari Yunmeng Jiang; Jiang Cheng Wanyin.
Seluruh pemandangan dan perenungan tadi sungguh mengganggu remaja masa tengah puber untuk berpikir lebih keras dari biasanya; karena faktor penasaran dan pikirannya yang kritis—karena kalau ia tak berpikir begitu, maka ia takkan mau memutak otaknya sesepele ini, jika bukan menyangkut akan paman yang menjaganya semenjak balita. Jin Ling bukanlah remaja polos yang mereka pikir bisa dikelabui dengan kebohongan sederhana.
Tentu saja kalau ada sesuatu yang terjadi di antara mereka ketika melihat bahwa pamannya mengacuhkan pemimpin sekte Lan tersebut dan berlalu begitu saja untuk pulang!
Dan saat mendengar kalau Wei Wuxian dan Lan kedua melihat kedua pemimpin tersebut berada di dalam Hanshi, oh, sungguh sangat naik pitamlah Jin Ling hingga berteriak hendak mencari kedua saksi mata tersebut—jikalau bukan ditahan oleh Ouyang Zizhen dan kedua murid Lan.
Dia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada pamannya!
“Jadi, menurutmu kalau pamanmu dan Zewu-jun itu bertengkar karena ulah Han Guang-jun dan Senior Wei?”
Pertanyaan Lan Jingyi sambil memberi makan kelinci di taman sekolah pun disambut ujarannya yang ogah-ogahan oleh yang bersangkutan.
Keempatnya tengah beristirahat sebelum waktunya ke kelas di jam selanjutnya.
“Begitulah. Pemandangan paman menggunakan pakaian Gusu… Aku masih kaget sekali. Bahkan dia mengancamku agar tak kembali ke Yunmeng.”
Ouyang Zizhen menanggapinya sambil membetulkan puisi buatannya di kertas. “Tentu saja. Jiang-Zhongzhu adalah seorang Jiang, jadi warna putih takkan terbayang oleh yang melihatnya selain warna ungu. Dia orang yang berwatak keras, bukan?”
Betul. Jujur saja, tak pernah sekali pun Jin Ling membayangkan kalau Jiang Cheng menjadi seorang Lan. Rambut terurai panjang, pita dahi dan tanpa kepang di dua sisi, berekspresi tenang dan penuh wibawa, dilengkapi jubah pakaian bak awan putih yang teduh.
Yang mempunyai pemikiran seperti itu memang pantas dikutuk, karena bayangan itu memang cukup liar dan gila.
Jiang Cheng memakai warna putih Gusu tanpa memakai Sandu atau pun Zidian? Pfft, itu sangatlah menggelikan.
Tapi kenyataannya berkata lain.
“Pasti si Wei Wuxian sinting itu yang membuat paman marah dan berpakaian begitu. Aku yakin kalau itu salah satu trik untuk mengerjainya!” gerutunya sambil mengendus singkat, yang pasti akan meninggikan suaranya kalau bukan berada di Cloud Recesses.
“Benarkah? Kalau sebegitu yakinnya, coba saja kau bertanya pada Senior Wei. Apakah kau mau diantar nanti?”
Lan Sizhui yang menyahut pun menoleh padanya, yang disambut dengan makin mengerutkan dahi, masih sama sikapnya seperti tadi namun ditambah dengan bersedekap tangan. “Tidak perlu sampai begitu. Prediksiku pasti sama—dia yang melakukannya dan membuat pamanku marah. Diskusi selesai.”
Ouyang Zizhen menyanggah dengan nada heran. “Tidak, tidak, tidak. Aku tidak setuju. Senior Wei takkan seperti itu, Ling-Xiong. Bisa saja memang bukan akal-akalannya, kalau untuk trik pasti hanya digunakan untuk Paman Tetua Qiren.”
Lan Jingyi menganggukkan kepalanya, sedikit setuju akan fakta yang mereka ketahui—bahwa biasanya juga Wei Wuxian pasti akan melakukan beberapa kejahilan, dan terkadang dibantu oleh Lan Wangji untuk mengerjai Lan Qiren.
“Kalau begitu caranya, maka satu-satunya cara agar diskusi ini sampai ke titik temu adalah dengan menanyakan ini kepada Senior Wei!”
Usulan itu langsung mendapatkan dengusan kasar dari hidung Jin Ling.
“Mana ada maling mengaku maling! Pasti prediksiku benar!”
Namun memanglah informasi yang diberikan itu adalah pil pahit untuk ditelan saat terbongkar oleh Jin Ling sendiri.
“Bohong… Mana mungkin bisa begitu…”
Mereka berempat langsung menanyai sang kultivator hitam saat kebetulan melintas di lorong setelah dirinya pergi dari perpustakaan, lalu diseret oleh Ouyang dan Jin Ling untuk duduk bersama di bawah pohon taman umum Cloud Recesses. Wei Wuxian tersenyum jahil sambil melirik mereka semua yang terperangah akan cerita dari mulutnya. “Tidak terjadi apa-apa, A-Ling. Kalau kau tak percaya, kau bisa tanya pada Han Guang-jun.”
“Tidak usah, terima kasih.” tolak Jin Ling mentah-mentah.
Karena pasti akan mengiyakan suaminya itu, tentu saja—dasar budak cinta.
Pewaris Jin tersebut memegang kepalanya sendiri sambil menghela nafas lemas. “Tapi bagaimana mungkin… Paman memakai jubah Gusu dan kau bilang tidak terjadi apa-apa?? Ini menggelikan, aku tak percaya!”
Memalukan sekali! Astaga!
Bagaimana bisa seperti itu?! Dia masih tak mau tahu urusan orang dewasa yang seperti itu! Jing Ling hanya ingin memerintah Lanling Jin di Carp Tower dengan tenang!!!
Sang pria muda hanya tersenyum melihat keponakannya yang panik dan menyandarkan dirinya sendiri ke pohon, bersantai sambil mengelus beberapa kelinci yang lompat naik ke pangkuan.
“Kau tak perlu begitu. Lagipula, jika mereka berdua memang melakukan hal itu, pasti itu tidak mungkin. Semuanya hanya sebuah kesalah pahaman saja. ” lanjutnya santai sambil menghirup udara segar, agak mengantuk.
Kalau memang ada kemungkinan mereka bertengkar atau memiliki hubungan, pasti ia dan sang adik akan mengetahuinya lamban laun jua.
Jiang Cheng bukanlah tipe orang yang pandai berbohong lama seperti dirinya, dan Wei Wuxian tahu akan hal itu selama bertahun-tahun menjadi saudara dengan pria berpedang Sandu tersebut.
“Benar, bukan?! Kau, sih! Malah berpikir yang tidak-tidak pada Jiang-Zhongzhu.” Lan Jingyi menyanggah, disambut sergahannya.
“Habisnya, paman memakai jubah Gusu. Bagaimana bisa aku berpikir kalau itu hanya salah paham belaka?! Tak mungkin dia pakai baju selain warna ungu!”
Jin Ling yang emosi coba ditenangkan oleh Ouyang Zizhen yang memperhatikan ketiganya bercengkerama, sementara Lan Sizhui sibuk memberi makan para kelinci yang mendekat.
“Hei, hei. Ingat, jangan berteriak!”
“Diam saja, kau! Aku sedang kesal! Aku tidak percaya kalau tak ada apa-apa diantara Zewu-jun dan paman!”
“Tentu saja. Mana bisa Senior Wei berbohong, apalagi Han Guang-jun. Kau meragukan mereka?”
Walau Lan Jingyi memandang sesaat pada Ouyang Zizhen, mereka tahu kalau hal ‘rahasia’ antara dua pemimpin sekte tersebut adalah skenario ideal di otak kedua murid tersebut. Mana bisa menyia-nyiakan kesempatan untuk tidak membayangkan jika sebenarnya ada sesuatu diantara kedua pemimpin berbeda kontras!
Tapi Lan Jingyi dan Ouyang Zizhen tahu pasti, kalau itu hanya bayangan liar belaka dalam sebuah romantika fiksi yang jika dijual pada para penggemar cinta terlarang seperti Lan Wangji dan Wei Wuxian, pasti akan laku di pasaran!
Yah, namun itu hanya tinggal angan saja. Mana bisa mereka melakukannya. Iya, ‘kan?
Wei Wuxian hanya bisa menanggapi dengan riangan sewajarnya dan membalas, “Ya sudah, kalau kau yakin jika begitu menurutmu, A-Ling. Aku takkan menekan pemikiranmu itu, karena aku berkata yang sebenarnya.”
“Hentikan, jangan memelukku!”
Sang kultivator hitam tertawa lepas dan memeluknya lebih erat lagi, mendapatkan pemberontakan dari sang ponakan dan melepasnya sebelum menghadiahkan usapan kepala kasar di atas puncak kepala, membuat pewaris Jin tersebut menggerutu.
“Hei! Aku baru saja merapikannya!”
Hanya ada tawa ringan menyambut protesnya dan membiarkan pembicaraan itu mulai berangsur tenggelam dalam kesejukan siang hari kala itu.
Wei Wuxian beralih untuk bercengkerama dengan dua kawannya yang lain tentang pelajaran yang akan diisi oleh pasangan kultivator yang leganderis.
“Senior Wei, saya tak sabar menantikan pelajaran anda nanti dengan Han Guang-jun. Kali ini apakah mengenai soal trik hitam lagi?”
“Tidak perlu buru-buru. Aku akan mengajarkan banyak hal nanti pada kalian semua. Pokoknya perhatikan dan dengarkan saja seperti anak baik, Jingyi.”
“Penjelasan Senior Wei selalu masuk di otakku dibandingkan dengan guru Gusu lainnya.”
“Ouyang-Xiong benar sekali! Terkadang aku susah untuk menghafal jika mereka terlalu cepat menjelaskan atau berbicara yang berbelit-belit. Penjelasan Senior Wei lebih singkat dan cepat masuk ke intinya, makanya aku paham.”curhat Lan yang tidak Lan sekali, membuat yang mendengar malah tertawa ringan.
“Kalau Tetua Qiren sampai tahu perkataanmu, mungkin dia akan muntah darah sambil marah padamu.”
“Senior Wei, jangan adukan, dong! Saya hanya berkata yang sebenarnya!”
Selagi ketiganya asyik berceloteh, Jin Ling hanya diam sambil menyenderkan diri, mengelus kelinci putih dan memandang seseorang yang tak jauh dari sana.
Seorang murid Lan yang teladan di seluruh angkatannya, anak angkat dari Lan Wangji dan Wei Wuxian; Lan Sizhui alias Wen Yuan.
Postur tegap, penuh kedewasaan dan wibawa, senyum cerah yang menenangkan, watak dan sifatnya yang kalem namun berani dalam menumpaskan kebatilan yang ada saat perburuan malam dengan kemampuannya yang cukup terampil dalam ajimat dan senjata.
Mungkin jika bisa dideskripsikan, seseorang seperti Lan Sizhui adalah sebuah kesempurnaan.
Setelah kesembuhannya dari tragedi yang hampir merenggut nyawanya, Jin Ling pulih selama dua musim berkat bantuan ketiga kawannya yang setia. Selama itu, ia berusaha melatih lagi kakinya yang terluka meski harus berhati-hati dan diawasi oleh tabib Gusu.
Efek dari penyerangan kala itu membuatnya hampir berpikir kalau dirinya akan mati—jujur saja, Jin Ling pernah memikirkan hal tersebut. Jika dia mati, maka remaja lelaki itu akan bisa bertemu dengan kedua orang tuanya di sana. Namun memang nasib dan takdir, tak ada yang mampu menebaknya sama sekali.
Sekarang, Jin Ling sadar sepenuhnya dan harus bisa bersabar dalam penyembuhan agar bisa kembali pulih sepenuhnya, seperti sekarang ini.
Dan selama itu pula, ada beberapa hal yang berubah.
Lan Jingyi jadi lebih sinis daripada kadar biasanya, Ouyang Zizhen jadi lebih pengalah, dan Lan Sizhui jadi lebih… perhatian padanya.
Mungkin ia memang gila berpikir begitu kepada tiga sekawannya yang selalu bersama setiap saat akan segala kegiatan, namun Jin Ling bukanlah pemuda yang tak punya kemampuan observasi.
Entah apa yang terjadi selama dia kritis, tapi kenyataannya membuat Jin Ling sendiri berpikir dua kali dalam bertindak. Karena reaksi mereka bertiga sungguh mulai perlahan berubah.
Apalagi seorang Lan Sizhui. Pemuda teladan panutan seluruh angkatan mereka berempat perlahan mulai berubah. Di mata Jin Ling, lelaki remaja tersebut menunjukkan sikap yang sebelumnya cukup kurang dimengerti oleh pewaris Jin tersebut saat bersama-sama.
Satu contoh: pada saat perburuan malam, Lan Sizhui selalu saja menawarkan jubah pelindungnya, padahal Jin Ling tidak kedinginan.
Bahkan meski bulan hampir memasukki musim semi dengan angin dingin musim salju, namun hal seperti itu harusnya tidak menjadi masalah besar—apalagi Jin Ling pasti akan membawa jaket bulunya kalau dingin.
Apalagi ada suatu waktu; ketika mereka sedang ada kerja kelompok berpasangan dalam praktek palajaran musik, Lan Sizhui bersedia membantunya untuk berlatih guqin.
Untuk not dan nada irama juga tidak ada halangan, tapi masalahnya adalah pemuda itu mengajarinya dengan duduk di belakang Jin Ling, seperti mendekap dari belakang!
Maka dari itu, selama berlatih, Jin Ling jadi panik dan bingung—akan sikap Lan Sizhui yang sangat menyerang ruang geraknya menjadi sedikit lebih dekat, serta dibarengi dengan debaran di dada yang panas.
Pada akhirnya, mereka sepakat berlatih secara terpisah, dengan Jin Ling diajari oleh Lan Wangji dan Lan Sizhui berlatih sendiri ditemani Wei Wuxian.
Untung saja nilai praktek tidak turun, karena kalau begitu pasti dia takkan bisa melihat Lan Sizhui dengan pandangan sama lagi.
Sekarang juga begitu, Jin Ling masih bingung sembari memandangi pemuda teladan yang tengah memberi makan piaraan Cloud Recesses.
Lan Sizhui terlihat lebih berseri dari sebelumnya—entah mengapa jika hanya memandangnya saja sudah cukup membuatnya tenang. Debaran yang kemarin lalu sudah cukup aneh baginya, sesak namun nikmat di saat bersamaan.
Tak mungkin dirinya menjadi seorang masokis, tidak! Dia bukanlah paman sintingnya yang suka diikat oleh Lan kedua.
Tapi rasa yang belum pernah diketahuinya selama belasan tahun ini membuat seorang Jin sepertinya malah pusing tujuh keliling, melebihi tugas kelas bertumpuk dan dokumen pemerintahan keluarga beserta urusan politik Lanling Jin.
Apakah dia sakit? Tapi Jin Ling tidak panas demam. Jika bukan karena itu, maka ada apa dengan dirinya?
Aneh. Sungguh aneh.
Selagi Jin Ling berpikir dengan pikirannya sendiri, yang bersangkutan malah mendekat sambil membawa wortel dan kelinci kecil yang menggigit sayuran tersebut di dekapan dada.
Pemandangan Lan Sizhui yang menyejukkan hati dan memegang binatang berbulu tersebut cukup menggugah hatinya dengan lamunan dan rona tipis, sebelum dalam beberapa detik kemudian ia tersadar dan makin bingung akan sikapnya sendiri.
Sungguh, ada apa dengan dirinya ini?!
“Senior Wei, talisman yang kemarin sudah aku coba buat, hasilnya menakjubkan!”
Wei Wuxian tertawa saat Lan Sizhui menyahut dengan semangat sembari memberikan kelinci padanya. “Baguslah kalau begitu—Oh, A-Ling. Mau kemana?”
Wei Wuxian menatap sang ponakan yang mulai beranjak dari tempatnya duduk.
“Ke asrama. Mau ganti baju. Gerah.”
“Tapi sebentar lagi kelas, lho.”
Pernyataan Lan Sizhui disambut jawaban singkat lagi tanpa pergerakan yang menandakan untuk berhenti, “Aku akan menyusul, kalian duluan saja.”
Dan hanya itulah yang menjadi balasan terakhir, sebelum keempatnya hanya menatap Jin Ling yang beranjak pergi. Hal seperti itu cukup menimbulkan tanda tanya.
“Tumben dia merasa gerah. Ada apa dengannya?” Ouyang Zizhen menatap bingung sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, disambut oleh Lan Jingyi yang mendecih pelan.
“Kau ini, ‘kan dia putri manja. Wajar kalau mau ganti baju karena gerah.”
“Begitukah…”
Sementara Lan Sizhui yang terdiam sesaat pun hendak melangkahkan kakinya, sebelum dihentikan oleh pemuda Ouyang Baling.
“Eh, Sizhui-Xiong, kau mau kemana??”
Ia menoleh dengan polos. “Eh? Aku mau menyusulnya.”
“Sudahlah, tidak usah. Sebentar lagi kelas dan dia nanti bisa menyusul. Tak perlu panik.” Lan Jingyi memberikan alasan logis dengan entengnya mengibaskan tangan kanan akan kepergian Jin Ling.
“Tapi—”
“Mereka benar, Sizhui. Sekarang pergilah, nanti gurumu marah karena melihatku menghentikan kalian di sini.” Ayah angkatnya menanggapi dengan alasan lain.
“Tidak, Senior Wei. Kami berterima kasih, semuanya jadi jelas untuk Ling-Xiong yang khawatir soal pamannya.” Ouyang dengan sanggahannya disambut oleh anggukan maklum dari Lan Jingyi yang membenarkan.
“Kalau begitu kami pamit dulu, Senior Wei. Permisi.”
“Belajar yang rajin, ya!”
Wei Wuxian melambaikan tangan sambil menyemangati mereka bertiga yang menjauh dari taman, meninggalkannnya sendirian—tidak, berdua dengan Lan Wangji yang sudah muncul setelah beberapa saat para murid pergi.
“Ah, Lan Zhan.”
Yang bersangkutan telah tiba dari sana sedari para murid pergi meninggalkan sang kultivator hitam sendirian. Lan Wangji menghampirinya dan mendekati suami manisnya yang tersenyum dengan cerah. Hawa keberadaannya cukup dipertanyakan.
“Kau mendengarkan pembicaraan kami?”
“Mn.”
Selagi suaminya masih berdiri, pria serba hitam tersebut menghelakan nafasnya sembari berkata, “Tapi kau tahu, aku kaget saat kakak ipar menyuruh kita untuk berbohong untuk soal yang kemarin.”
Lan Wangji menatapnya dalam diam sembari duduk di sampingnya. “Berbohong dilarang di Cloud Recesses.”
“Baiklah, bukan bohong, tapi tutup mulut. Aku hanya mengatakan apa yang kita lihat kala itu. Apakah itu salah?”
Padahal yang sebenarnya adalah agar keduanya sebagai saksi kunci kejadian untuk tak memberitahukan hal tersebut kepada Jin Ling dan kawan-kawan karena pemintaan dari Lan Xichen sendiri; yang takut terjadi kesalah pahaman diantara mereka semua.
“Kakak ipar sudah menjelaskan kalau mereka jatuh di air mancur taman Lan, dan Jiang Cheng meminta baju ganti karena basah, dan setelah mau keluar dari Hanshi malah kepergok oleh kita berdua. Tak terjadi apa-apa. Tidak ada skandal sama sekali!” Wei Wuxian mengoceh sambil menurunkan kelinci di tanah dan melanjutkan, “Tapi, aku seperti kurang yakin. Jika A-Ling saja sampai bertanya padaku, pasti telah terjadi sesuatu diantara mereka berdua.”
Lan Wangji hanya diam saja menatapnya dan sang suami mendengar suara dengus pelan dari hidungnya.
“Kau tidak percaya padaku?”
“…”
Mendengar kebungkamannya—yang sangat dihafal mana emosi dan mana nada yang tertentu—Wei Wuxian langsung berwajah cemberut. “Hmph, kau ini. Masa sebagai suami tidak mempercayai intuisi pasangannya sendiri, itu artinya Lan Zhan tidak cinta padaku lagi, ya ‘kan?”
“Wei Ying,”
Sebuah tangan mengelus puncak kepalanya, namun Wei Wuxian masih belum menyerah akan kecemberutannya.
“Apa? Lan Zhan tidak percaya padaku, jadi tidak usah memanggilku dengan manis begitu.”
Manik madu tersebut menatapnya dengan sarat emosi tertentu, yang pasti bisa dilihat dengan jelas bak buku oleh pasangannya.
“…Percaya.”
“Beneran?”
“Mn.”
Wei Wuxian tersenyum lembut padanya dan menghadiahkan ciuman di hidung. “Kau memang nakal, Lan-er gege~ Baiklah, aku percaya padamu juga!”
Namun tangan putih sang Lan kedua menangkup pipinya dan memajukan diri, mengecup di bibirnya dengan penuh cinta. Tentu saja, Wei Wuxian selaku istrinya dengan senang hati menerima perhatian dan kasih sayang Lan Wangji yang sekarang tak malu lagi menunjukkannya meski di tempat umum.
Memang benar, sepertinya Wei Wuxian tak bisa marah padanya meski ia mencoba untuk begitu. Dia sudah menjadi budak cinta dari Lan Wangji, begitu pula sebaliknya.
.
.
.
====================
Hello! I'm back with double updates!
Sorry for the late because NaNoWriMo 2020 and I am fricking in panic now to choose what project about to be make!
Should I make Mr. Nice Guy X Ms. Savage, or should I make a Bride of Tribes? I am so confused to choose :")
Well here we have Jin Ling being so panic over his uncle with the white Gusu robe and all the weirdness abot it. Poor child lmao
I need some warm WangXian and yes, I love them all the same. Such a great couple.
As usual, thank you so much for the views, votes, and leave the comments so I can know whats on your thoughts about my fanfiction and I can improve to be a better writer.
See you guys next time!~ Adios~
Regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro