Bagian Tiga
Rin menempelkan tangannya ke kening sang suami, mengecek suhu badan. Apakah masih demam atau lebih mendingan setelah beberapa hari dirawat.
"Kupikir ini sudah mendingan, tapi untuk memastikan, besok kita ke dokter sekali lagi," ucapnya pelan seraya menaruh gelas dan obat ke meja. Mereka berdua tengah berada di ruang keluarga yang berada tepat di depan kamar masing-masing.
"Aku sudah baik, kalo pengen balik Jogja, baliklah."
Gerakan Rin terhenti. Pembahasan ini lagi. Tidak tahukah dia sudah cukup bersabar dalam menghadapi Samudera yang berubah ketus setiap kali dia mengatakan kondisinya membaik.
"Baiklah, kalo itu maumu. Aku akan balik ke Jogja besok!" Rin membalasnya dengan kesal. Dia tidak perlu bersikap manis layaknya istri yang perhatian pada sang suami. Mereka hanya berdua, tidak ada kepura-puraan lagi.
Rin sudah selesai dengan tugasnya memutuskan kembali ke kamar. Dia tidak mau menumpahkan kata-kata yang lebih pedas lagi pada sang suami.
Samudera tidak tinggal diam, laki-laki itu mengikuti langkah istrinya ke kamar.
Merasa diikuti, Rin mempercepat langkah. Namun apalah artinya, Samudera tentu dengan mudah mengimbangi.
Baru akan menutup pintu, Samudera menerobos masuk. Dia juga tidak tahu kenapa bisa senekat ini. Biasanya dia akan membiarkan Rin berlalu begitu saja.
"Apalagi?" tanya Rin yang mencium ketidak-beresan suaminya.
Samudera sudah tidak tahan. Dengan tak terduga disambarnya tubuh gadis itu yang berada tak jauh dari jangkauan. Dan semua terjadi secara tiba-tiba.
"Apa yang kamu lakukan?" Rin bertanya panik saat Samudera mulai melancarkan aksi. Laki-laki itu menyerang lehernya dengan ciuman bertubi-tubi, menyesapnya hingga tanpa sadar tangan yang tadinya digunakan untuk menjambak agar bisa menghentikan gerakan sang suami, malah ikut memprovokasi.
Rin mengabaikan alarm tanda bahaya yang coba diingatkan oleh sisa kesadarannya. Dia membiarkan Samudera menjelajahi tubuhnya. Bahkan ikut berkontribusi.
Dia kembali terlena dan kalah.
...
Samudera tertidur lelap setelah percintaan mereka. Laki-laki itu tidak kuasa menahan kantuk, mungkin juga karena pengaruh obat. Sementara Rin duduk di pinggiran ranjang setelah berhasil memunguti pakaiannya yang berserakan.
Lagi dan lagi dia terpedaya. Dia selalu gagal menolak laki-laki itu. Namun kali ini Samudera bermain sedikit kasar, membuat beberapa bagian tubuhnya terasa perih.
Ini memang bukan yang pertama. Samudera selalu meminta setiap dia pulang sebagai kompensasi pernikahan mereka. Tidak akan ada yang suka-rela menikahi gadis yang pernah tersentuh pria lain. Itu kenapa Rin menolak pinangan yang datang. Dia takut akan dipermalukan, juga takut keluarganya kecewa.
Namun Samudera bersikukuh. Meski telah ditolak dua kali, pria itu tetap datang.
Rin mengusap air matanya. Dia selalu gagal dalam hidup ini. Gagal menjaga kepercayaan keluarga, gagal menjaga diri, juga gagal menolak Samudera.
Rin tidak tahu sejak kapan Samudera bangun, tiba-tiba pria itu sudah menaruh dagu ada di atas bahunya yang masih polos.
"Kamu menangis?" tanya Samudera
"Maafkan aku, Rin." Samudera melingkarkan tangannya ke tubuh gadis itu. Tidak ada penolakan.
Sementara itu Rin mati-matian agar tidak luluh. Dia harus tangguh. Sudah berkali-kali dia gagal menolak pesona suaminya. Dia tidak mau dicap murahan.
Berbeda dengan Samudera yang merasa begitu damai sekaligus senang. Membaui Rin adalah candunya beberapa waktu terakhir. Meski tak memungkiri penolakan yang coba dilayangkan sang istri, tapi itu jadi tantangan tersendiri.
"Aku ingin lagi," ucapnya dengan memulai aktifitasnya. Rin masih bertahan agar tidak terpancing. Namun tidak lama, karena yang terjadi selanjutnya mereka kembali tenggelam.
Rin merasa dia benar-benar murahan.
...
"Kamu benar-benar pergi?"
Rin menghentikan kegiatannya mengepak baju, dia memandang sekilas ke arah Samudera. Baru setelah itu melanjutkan pekerjaannya kembali.
"Bagaimana kalo aku memintamu tinggal?" Samudera belum menyerah. Dia baru saja merasakan kebahagiaan saat bangun hal yang dilihatnya pertama kali adalah Rin. Istrinya.
"Siapa semalam yang memintaku pergi?" Rin sudah selesai, dia berbalik dan mendapati Samudera masih bermalas-malasan di ranjang. Masih acak-acakan dan itu membuatnya terbayang kegiatan mereka semalam.
Samudera tersenyum, "ya, tapi aku berubah pikiran."
"Dasar plinplan," gerutu Rin.
"Berhenti di situ!" Rin berteriak panik saat Samudera bersiap bangun.
"Kenapa, kamu lebih dari sekali melihatnya?"
"Kubilang berhenti!"
"Baiklah." Samudera berhenti bergerak. Memang sulit menggoda Rin jika seperti ini.
"Setidaknya, buatkan sarapan sebelum pergi. Ini masih terlalu pagi ... ayam bahkan belum berkokok."
Rin meletakkan kembali ranselnya kemudian beranjak keluar kamar. Dia seperti mengasuh bayi raksasa. Sangat menyebalkan.
Samudera tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil menahan Rin untuk sementara waktu. Dia harus bergerak cepat sebelum istrinya selesai masak.
Rencana baru. Dia tidak akan kalah.
... ... ... ... ... ... ...
"Bagaimana?" Samudera melongok untuk melihat reaksi istrinya yang pasti kesal bukan main.
Rin memutari mobil, seolah tidak percaya jika ke_empat ban tersebut kempes. Dia merasa baru memeriksanya kemarin dan tidak terjadi apa-apa.
"Mau kupanggilkan montir?" Samudera menawarkan diri tapi tidak digubris.
"Shit!" Rin berbalik, kembali ke teras. Dia mengambil duduk sambil sesekali memijat pelipis. Disusul oleh Samudera yang dari tadi menunjukkan rasa prihatin.
"Kemarin belum apa-apa, kenapa sekarang kempes?"
"Mungkin ada yang iseng?" Celetukan Samudera berhasil membuat Rin bangkit dan secara spontan menunjuknya sebagai pelaku.
"Saat aku masak kamu ke mana?"
"Kamu menuduhku?"
"Bisa aja." Rin bersikeras.
"Saat kamu masak aku mandi," jawab Samudera pada akhirnya.
"Selama itu?"
Samudera mengangguk. Memang, untuk dicurigai laki-laki itu bisa jadi tersangka utama karena motif yang dimiliki. Namun saat dia sudah bilang bukan, tentu bukan. Rin selalu mempercayai itu.
"Trus gimana aku baliknya?"
"Tidak usah balik," sahut Samudera cepat.
"Aku bisa dipecat karena cuti terlalu lama."
"Aku yang menanggung hidupmu."
Demi mendengar itu, Rin sampai menganga sangking tidak percayanya.
"Sudahlah!" Rin memilih masuk ke dalam rumah. Kepalanya sudah pusing, tubuhnya juga lelah. Lebih baik dia istirahat.
Di belakang, Samudera diam-diam berlonjak gembira. Siapa bilang dia dingin? Orang-orang saja yang belum mengenalnya dengan baik.
***
Bersambung....
Hai, maaf ya agak telat update. Ada event menulis. Lumayan, kalo berhasil bisa cetak gratis 😉 cita-citaku untuk memiliki buku solo.
Dan, jangan lupa vote yang ini ☺
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro