Bagian Satu
...
Samudera sakit.
Karena dua kata itu efeknya membuat Rin dapat omelan banyak orang. Apalagi Iyan, kakaknya. Sejak semalam tak berhenti meneror, memberi bunyi pada handphone-nya. Entah itu sms, telpon, Bbm, Chat, Wa, juga Line.
Rin uring-uringan karenanya.
Rin mengusap telpon genggam dengan malas. Kali ini sister tersayang yang menelpon.
"Aku sudah tahu. Apa kakak pikir Jogja-Semarang itu dekat?! Aku juga harus izin dulu sama kantor," cerocos Rin tanpa memberi kesempatan pada Penelpon di seberang sana.
"Seharusnya kamu nggak usah balik Jogja sekalian. Kalo seperti ini keluarga Sam jadi berpikir negatif tentangmu," balas sipenelpon, tak kalah sengit.
Jeda.
"Sam menolak dirawat oleh keluarganya, dia juga nggak mau di rumah sakit. Istri macam apa kamu ini?!"
Deg.
Rin tersentak. Rumah sakit? Samudera sakit apa? belum sempat pertanyaan itu terlontar terdengar seruan dari kakaknya.
"Pulanglah, Rin! Bila perlu, tinggalkan pekerjaanmu!"
Rin tak bersuara. Ia memutus panggilan setelah mengucap salam. Kepalanya mendadak sakit.
Enam bulan lalu, ketika Rin menyetujui pernikahan tanpa cinta, Samudera, suaminya. Tidak pernah mempermasalahkan keputusannya yang tetap bekerja di Jogja. Samudera tidak ikut, pria itu beralasan tidak bisa meninggalkan sekolah milik keluarga dan mini-market yang dirintisnya dari nol. Maka, keduanya tinggal berjauhan.
Rin di Jogja, sementara Samudera bertahan di Semarang. Mereka hanya bertemu sebulan sekali, itu pun jika Rin punya cuti.
Pada awal-awal pernikahan, keluarga Samudera menentang keras keputusan aneh keduanya. Namun Samudera, entah apa yang dikatakannya? Semua orang berhenti komentar.
"Ada apa dengan mukamu?" Bayu datang dengan sebotol air mineral di tangan, kemudian duduk tanpa permisi.
"Sam sakit," jawab Rin lirih.
"Hah, Sam sakit?" Bayu bertanya, nadanya terdengar khawatir.
"Sakit apa?" sambungnya
Rin menggeleng. Jujur, ia tidak tahu. Semalam saat menghubungi Samudera, pria itu tidak menjawab.
"Kamu mau pulang?" tanya Bayu lagi.
Pulang. Kenapa sejak semalam hanya itu yang digaungkan orang-orang padanya? Tidak adakah hal lain? Rin menatap Bayu penuh tanya, 'haruskah aku pulang?' Namun urung. Ia takut jika sahabatnya ikut-ikutan marah, seperti Mia dan Iyan.
"Rin, kamu nggak papa, kan?" tanya Bayu lagi.
Rin tak menjawab, Ia beranjak keluar. Mengabaikan panggilan Bayu. Gadis berkerudung biru muda itu hanya melambai pengganti jawaban.
...
Hari mulai gelap ketika Rin sampai kontrakan. Sejak telpon dari Mia, kakaknya yang paling cantik dan cerewet, ia menon-aktifkan handphone , tak ingin diganggu. Namun pikirannya tak bisa lepas dari Samudera yang sakit.
Rin bingung. Apa yang harus dilakukannya? kalau pulang, bagaimana dengan pekerjaannya? tapi kalau tidak pulang, orang-orang di sana akan berpikir negatif tentangnya. Apalagi keluarga Samudera. Dan meski tak saling cinta, mereka sepakat terlihat layaknya suami-istri. Tidak ada yang boleh tahu, pernikahan mereka hanya rekayasa.
Bayu ternyata membututi Rin hingga kontrakan. Namun pemilik rumah sedang tidak sadar jika ada tamu yang langsung masuk tanpa mengucap salam.
"Pulanglah!" Bayu tiba-tiba duduk di sebelah Rin.
Rin menatap Bayu tak percaya, seolah berguman, kapan mahluk ini datang?
"Sam sendirian di rumah. Kasihan, bagaimana jika dia jatuh di kamar mandi dan tak ada yang menolong, atau saat ingin minum, gelasnya jatuh, kena tangan, berdarah?" Bayu berusaha menakut-nakuti.
"Masalah pekerjaan, serahkan padaku!"
Rin menghela napas, "kalau kedatanganmu menyuruhku untuk pulang, lebih baik pergilah!"
"Rin...." Bayu menghela napas, tidak tahu harus membujuk dengan apalagi.
"Yu, kamu nggak tahu apa-apa. Seharusnya kami tidak menikah."
"Apa maksudmu?" Bayu tampak bingung.
Dari awal Bayu memang merasa aneh dengan pernikahan Rin yang terkesan mendadak. Selain dia, sahabatnya itu teramat benci dengan makhluk yang berjenis laki-laki. Rin adalah sosok yang tidak dikenali olehnya meski sudah berteman lama. Pertemuan tak sengaja mereka di atap gedung, lalu keakraban selama lima tahun terakhir, tetap menyisakan banyak pertanyaan tentang masa lalu sahabatnya tersebut.
Lalu Samudera, yang kini jadi suami sahabatnya tersebut adalah lelaki asing dalam kehidupan Rin. Mereka, entah dasar apa memutuskan menikah tepat sebulan setelah gadis dua puluh enam tahun itu pulang kampung.
Lebih anehnya lagi, laki-laki itu membiarkan istrinya tinggal di Jogja sendirian. Sangat tak lazim sebagai pasangan, lebih cocok jadi orang yang baru pertama kenal.
Risih ditatap Bayu, Rin mendorongnya keluar, kemudian menutup pintu.
"hei, kamu hutang satu penjelasan padaku. Buka pintunya!" Bayu menggedor-gedor.
"Pulang sana! aku mau tidur," sahut Rin dari dalam.
Bayu tak berhenti menggedor. Bodoh amat dengan para tetangga yang terganggu. Namun Rin bergeming, tetap tak mau membuka. Akhirnya ia menyerah.
Di dalam, Rin bergegas masuk ke kamar, membereskan beberapa pakaian yang akan dibawanya pulang. Ia tidak tenang jika belum memastikan keadaan suaminya. Sudah diputuskan, Rin tidak menunggu besok. Pikirannya tertuju pada Samudera, Samudera, dan Samudera lagi.
***
Setelah melihat Rin meluncur dengan mini coover-nya, Bayu pun keluar dari persembunyian seraya tersenyum. Akhirnya, gadis keras kepala itu menurut juga. Ia akan menuntut penjelasan nanti-nanti.
***
Bersambung....
Vote ya, Gaes ....
Salam mahluk immortal, LoopiesFM.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro