6 ; Hantaman Pertama
❤️ Happy Reading ❤️
Dulu Arsen mengikuti ekstrakurikuler sastra karena ingin dekat dengan Daniel, dia sadar bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki bakat dalam bidang sastra. Alhasil ia mengambil keputusan untuk bergabung dengan klub basket. Awalnya Arsen masih mau mengikuti klub sastra, tetapi jiwa bebasnya menolak dan berakhir dengan dia mengundurkan diri dari klub di pertengahan tahun pertama.
Sebenarnya klub basket memang paling cocok untuk Arsen, di samping itu adalah hobi sejak kecil, proporsi tubuh remaja itu juga memenuhi kriteria. Berkat keberadaannya pula, sekarang SMA-nya beberapa kali mendapatkan juara satu dalam kompetisi. Meski akademik pas-pasan, setidaknya dia punya sesuatu yang dibanggakan.
Seperti sore ini, klub basket mengadakan latihan rutin sepulang sekolah dan Arsen hadir dalam kegiatan setelah dua hari lalu dia membolos. Kapten tim begitu cerewet ketika tahu salah satu pemain andalannya membolos latihan. Jadi Arsen berusaha untuk memperbaiki suasana hati sang kapten.
"Nih, Bang. Gue beliin khusus buat lo, siomay seberang jalan khas kota asalnya," ujarnya sembari menyodorkan sebuah plastik kepada sosok yang tengah duduk di bangku penonton.
Biasanya istirahat akan berlangsung tiga puluh menit, jadi anggota klub bisa bersantai sembari memulihkan tenaga. Sebagai contoh Arsen, bocah itu langsung berlari keluar sekolah demi membeli siomay sebagai alat untuk merayu sang kapten agar tidak memberinya hukuman.
"Ini bocah pasti bisa dapetin pacar karena ahli sogok, ya? Pinter banget bikin gue nggak marah," timpal kapten basket bernama Leo.
Mendengar balasan Leo, mau tak mau Arsen tertawa. Ia selalu tahu letak kelemahan Leo, jadi dengan kecerdasan tanpa batas, Arsen berusaha memanfaatkan hal ini.
"Lo kalau begini terus, bisa-bisa gue bakal jadiin lo sebagai kandidat kapten selanjutnya. Dari respons anak-anak juga bisa kompak kalau udah main sama lo." Leo berujar sembari menatap beberapa anak yang masih sibuk latihan meski waktu istirahat sedang berlangsung.
Arsen menaikkan sebelah alisnya. "Waduh, ampun. Gue beliin siomay ikhlas, kok, Bang. Bukan bermaksud buat dijadiin kapten. Masih jauh dari kata pantas," sahutnya tak enak hati.
"Bukan." Leo beralih menatap Arsen yang duduk di sampingnya, tampak canggung.
"Ini udah gue pikirkan beberapa waktu belakangan. Meski lo ngeselin sampai gue pengen jadiin lo umpan buaya, tapi cuma lo yang gue rasa cocok jadi kapten selanjutnya. Sekarang sebelum beneran gue jadiin calon, tinggal lu mau apa kagak?" tanya pemuda berambut gondrong itu dengan raut serius.
Dibanding hubungan senior dan junior, Arsen bahkan merasa jika Leo ini sudah seperti kakaknya. Sejak dia bergabung ke klub, Leo langsung dekat dengannya bahkan pemuda itu juga yang secara langsung meminangnya menjadi adik. Alasan kedekatan mereka sangat sederhana, yaitu keduanya sama-sama anak tunggal yang kesepian jika di rumah sendiri. Bertambah satu lagi orang yang Arsen sayangi.
"Ah, masih terlalu cepat buat memutuskan. Siapa tahu nanti ada yang lebih pantas daripada gue. Jangan buru-buru gitu, Bang. Kesannya kayak lo mau mampus aja," timpal Arsen yang dihadiahi pukulan ringan di kepala oleh Leo. Bicara anak ini terkadang suka kelewatan jika sudah dekat dengan seseorang.
"Bocah punya congor suka kesurupan, ya. Udah, sana balik latihan. Sebelum mulai lagi, nanti kumpulin anak-anak dulu. Gue mau perkenalkan anggota baru." Leo memberi titah.
Sementara Arsen yang sudah malas berdebat lebih memilih bergabung dengan kawan-kawan basketnya dan memberi interupsi agar berkumpul. Dalam hati, Arsen juga penasaran anggota baru seperti apa yang akan bergabung ke dalam tim di pertengahan semester ini, seharusnya jika itu junior maka mereka sudah ada dalam klub sejak semester awal dimulai, bukan ketika tiga bulan sudah berlangsung.
Saat beberapa anak mulai berbisik dan heran karena seseorang bergabung di klub pada pertengahan semester, sosok yang dibicarakan muncul dan melangkah santai mendekati kerumunan.
"Nah, itu dia. Cleon, sini. Biar gue perkenalkan ke anak-anak."
Sosok yang dipanggil mendekat, dengan senyum lebar ia memberi salam serta memperkenalkan dirinya. Seperti saat pertama kali pemuda itu memasuki kelas, dia mendapat sambutan hangat oleh para anggota klub.
Berbeda dengan anggota lainnya, Arsen langsung gelisah begitu tahu anggota baru yang dimaksud oleh Leo. Apakah Cleon serius dengan ucapannya tempo hari? Jika iya, sekarang Arsen benar-benar merasa tidak tenang. Hal gila macam apa yang akan dilakukan oleh pemuda bertindik ini?
"Nah, berhubung kita ada member baru, nanti selesai latihan gue mau ajak kalian semua buat makan-makan. Ritual biasa buat menyambut orang baru, dan tenang semua gue yang bayar," celetuk Leo yang mendapat sorak penuh gembira dari anak-anak.
Setelahnya latihan berjalan seperti biasa. Dari sini Arsen bisa melihat bahwa Cleon cukup ahli dalam bermain basket. Bahkan bisa dibilang kalau kemampuannya di atas Arsen. Jika tadi Leo membicarakan tentang penggantinya sebagai kapten, maka Cleon bisa saja menjadi kandidat.
Bukannya menolak harapan yang Leo berikan padanya, hanya saja Arsen sadar bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal memberi perintah ini dan itu. Dia harus mampu membimbing dan memberi arahan pada teman-temannya, menjaga keutuhan tim, serta masih banyak lagi tanggung jawab yang menurut Arsen tidaklah ringan. Dia tidak mau menjadi pemimpin karena merasa dirinya masih jauh dari kata pantas untuk di posisi itu.
"Eh, hati-hati!"
Seruan itu terdengar bersamaan dengan hantaman bola yang telak mengenai wajah Arsen yang setengah melamun. Hanya sekian detik sebelum Arsen merasa dunia menjadi buram di matanya. Sementara itu, Leo yang sedari tadi memberi seruan pada tim langsung berlari mendekati Arsen. Anak itu terduduk sembari memijit batang hidungnya.
"Arsen, lu oke? Woi, kira-kira dong kalau lempar. Ini basket bukan voli." Leo menggeram marah, ia tidak suka pemain yang kasar.
"Maaf, Bang. Gue ceroboh tadi, sekali lagi maaf," tukas sosok yang tadi melemparkan bola, dia adalah Cleon. Raut khawatir menghiasi wajah pemuda itu ketika tahu Arsen terlihat lemas usai terkena bola.
"Udah ... udah. Gue nggak apa-apa, Bang. Cuma pusing aja," cegah Arsen sebelum Leo terpancing emosi.
Dia paham betul bagaimana watak Leo. Di mata remaja itu, Arsen adalah adik. Jadi perlakuannya sedikit lebih spesial dari yang lain, secara istilah itu disebut posesif.
Setelah tahu siapa yang melempar bola ke wajahnya, Arsen hanya bisa mendesah pelan. Permainan yang dimaksud Cleon sudah dimulai rupanya. Meski begitu, dia mencoba untuk berlaku wajar karena demi apapun, Arsen tidak mau terlibat dalam permainan itu. Dia rapuh jika harus berurusan dengan masa lalu.
Arsen hendak berdiri dan melanjutkan latihan ketika sebuah tangan mencengkeram lengannya.
"Mau ngapain, njir?" tanya Leo, dan nyaris semua anggota tim menatap tak nyaman pada Arsen. Yang menjadi objek malah kebingungan.
"Kenapa, sih?" Arsen bertanya setengah membentak, dia tidak suka dengan tatapan aneh seperti itu.
Leo menggeleng malas, dia meminta temannya untuk ganti melatih tim lantas menarik paksa Arsen untuk keluar dari lapangan dalam ruangan itu.
"Apaan, Bang? Gila lo, tarik-tarik kayak mau kawin lari aja," protes bocah itu yang dibalas dengan lemparan handuk oleh si lawan bicara.
"Ternyata cuma badan doang yang gede, otak lu minimalis. Ambil ini dan ikut gue, nggak usah banyak bacot," tukas Leo mengusapkan sebuah handuk ke wajah Arsen sebelum akhirnya melemparkan benda itu pada yang lebih muda.
Awalnya Arsen bingung, kemudian terkejut ketika melihat apa yang tertinggal di handuk itu adalah darah. Ia membelalak kaget lantas berseru heboh.
"Anjir! Bang, gue mimisan. Hidung gue patah nih pasti. Gimana, nih? Nyokap gue bakal sedih anak gantengnya terluka," seru Arsen yang menurut Leo berlebihan.
Begitu sampai di dalam UKS, Leo membantu Arsen untuk duduk di ranjang kemudian mengambil kotak obat. Ia mengambil beberapa tisu untuk membersihkan darah lantas mulai merawat Arsen.
"Duduk tegak dan diem, ikuti arahan gue."
Leo menarik tubuh Arsen agar sedikit condong ke depan agar darah tidak tertelan karena hal itu bisa saja membuat bocah cerewet ini muntah. Selanjutnya ia meminta Arsen untuk memencet hidungnya sendiri selama sepuluh sampai dengan lima belas menit. Anak itu sedikit tidak nyaman ketika harus bernapas melalui mulut.
"Tetep di posisi ini sampai gue balik. Gue mau minta es batu sama Bu Kantin buat kompres hidung lu. Ingat, jangan ke mana-mana atau kaki lu gue patahin," ancamannya sebelum bergegas meninggalkan ruang UKS.
Arsen hanya berdeham ria, dia sibuk memencet hidung dan bernapas melalui mulut. Namun, otaknya tidak bisa berhenti berputar tentang insiden tadi. Cleon mengibarkan bendera perang dan bertarung seperti serigala berbulu domba.
Arsen tidak bisa menebak bagaimana pola pikir pemuda itu, ia hanya bisa was-was dan menunggu hal apa lagi yang akan dia lakukan. Sudah empat tahun berlalu, dan selama itu pula pemuda tersebut menumpuk dendam. Memikirkan masa itu saja membuatnya sulit bernapas, lantas bagaimana Arsen harus menghapus dendam itu?
"Gimana? Udah berhenti darahnya?"
Adalah Leo yang muncul dengan sebuah baskom kecil berisi air es hasil meminta dari penjaga kantin. Pria itu mulai merendam kain ke dalam baskom kemudian memerasnya dan digunakan untuk mengompres pangkal hidung Arsen. Begitu telaten dan hati-hati, sampai Arsen berpikir bahwa cita-cita Leo adalah menjadi dokter.
"Thanks, Bang," celetuk yang lebih muda ketika dirasa darah sudah berhenti mengalir.
Perhatian Leo yang berlebihan ini awalnya membuat Arsen takut. Tidak, dia tidak membenci orientasi seksual yang mungkin berbeda dari yang lain. Jika seseorang yang merupakan bagian dari itu mendekatinya dia takut memberi harapan palsu karena Arsen normal jadi sebisa mungkin dia menghindar. Siapa sangka ternyata alasan Leo memberi perhatian adalah murni karena pemuda itu menganggap Arsen sebagai adiknya. Tidak lebih dan tidak kurang, dia sangat baik.
"Setelah gue ingat secara detail, tadi si Cleon, tuh, kayak sengaja lempar bola ke muka lo. Kalau mau chest pass ataupun overhead pass, mana mungkin dia lempar tepat ke muka gitu. Dia ada dendam apa, sih?" Leo berspekulasi tentang kejadian di lapangan tadi. Dia merasa ada hal janggal ketika Cleon melempar bola ke arah Arsen.
Citra Cleon akan terlihat buruk jika sampai Leo tahu Arsen terluka karena serangan yang disengaja. Mau bagaimana pun, pemuda itu baru saja pindah ke sini, dia tidak boleh mendapat reputasi buruk di sekolah baru. Mengingat keluarga dari kakak Gavin adalah penganut kesempurnaan, hal seperti itu tidak boleh terjadi.
"Ah, enggak. Tadi gue lagi ngelamun, makanya nggak fokus. Bukan salah Cleon. Dia 'kan anak pindahan di kelas gue dan gue tahu kalau dia orangnya baik, cewek di kelas juga tergila-gila. Kayak oppa Korea katanya, hahaha."
Arsen menyambar air mineral yang dibelikan Leo lantas meneguknya perlahan. Semoga pujian itu mampu membuat sang senior berhenti menaruh curiga pada Cleon.
Leo berdecak tak suka. "Ini yang nggak terlalu gue suka dari lo. Terlalu baik dan selalu positive thinking, padahal nggak semua yang terlihat baik itu baik juga dalamnya. Kadang kita juga harus menaruh curiga ke beberapa orang, itu wajar," tukasnya tak senang.
Bagi sebagian besar orang, Arsen mungkin hanya bocah usil yang menyebalkan, suka mengganggu dan rusuh. Namun lain halnya dengan mereka yang mengenal lebih dalam bocah ini, dia terlalu menganggap baik semua orang. Menyebalkan dan perlu dilindungi, seperti spesies langka.
"Sekarang lu balik aja, deh, nggak usah ikut acara sambutan-sambutan itu. Istirahat aja," lanjut Leo ketika tak kunjung mendapat jawaban.
"Ya nggak bisa gitu, dong. Kok, lu usir gue, pasti karena nggak mau nanggung beban makan gue, 'kan?" celetuk Arsen merasa dirinya diusir secara halus. Hanya terkena bola saja kemudian Leo menyuruhnya untuk pulang, apa-apaan ini?
Leo pikir, perhatiannya tadi akan disambut dengan ucapan terima kasih. Ternyata fitnah yang dia dapat. "Terserah lo ajalah, Jamal!"
🌺🌺🌺
Remaja jangkung itu melangkah gontai memasuki kediamannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas menit ketika ia selesai memarkirkan motor. Ternyata hari ini cukup melelahkan, hal yang paling membuatnya bahagia hanya ketika dia bisa makan banyak secara gratis, itu pun harus menahan gejolak hati karena berada dekat dengan Cleon. Semakin Arsen mencoba menghindar maka jarak antara dia dan Cleon semakin terkikis, keberadaan bocah itu membuatnya sangat tidak nyaman.
Tubuhnya sudah terlampau lelah dan pening karena lemparan bola yang masih sedikit terasa membuat Arsen tidak bisa memikirkan hal selain tidur. Namun impian itu pupus ketika melihat Elan yang berdiri kokoh di depan pintu seperti sudah menanti kedatangan Arsen sejak pemuda itu memarkirkan motornya. Kali ini apa lagi?
"Arsen—"
"Iya, iya. Aku salah, aku pulang telat. Besok nggak akan ulangi lagi. Sumpah deh. Jadi boleh sekarang aku pergi ke kamar? Ngantuk banget. Besok juga ada ulangan, Om." Dengan tidak sopan bocah itu memotong pembicaraan yang lebih tua.
Selalu seperti ini, Arsen tidak mengerti. Apa yang ada di pikiran Elan. Pria itu selalu menilai Arsen salah, bahkan jika bocah itu melakukan hal benar. Tetapi entah mengapa kali ini pria itu tak membalas ujarannya, dan membiarkan Arsen melenggang ke kamar begitu saja. Aneh, tapi Arsen bersyukur karena setidaknya ia bebas dari pukulan atau cacian.
Dengan gusar, bocah itu melemparkan tas yang sedari tadi bertengger di bahunya ke sembarang tempat. Hari yang melelahkan, ditambah dengan luka hidung tadi menambah rasa pusing di kepalanya. Terhitung baru satu minggu Cleon menjadi teman kelasnya, tetapi tekanan yang Arsen dapat sudah seperti ini. Bagaimana hari-hari setelah ini bisa dia lalui?
Semakin memikirkannya, kepala Arsen semakin pusing. Dengan sedikit paksaan ia mencoba untuk memejamkan mata dan berusaha tidur. Belum genap lima menit mata itu terpejam, denting notifikasi dari ponsel membuat ia kembali terjaga. Sepertinya itu Selvi, karena hari ini ia tidak mengantar gadis itu pulang, pasti pesan ini berisi omelan. Ah, gadisnya ini memang menggemaskan.
Dengan antusias bocah itu mengambil ponsel yang awalnya sudah diletakkan di atas meja. Sebelum tidur, melontarkan sedikit gombalan sepertinya akan menarik. Namun raut bahagia itu segera luntur ketika tahu nomor yang mengiriminya pesan adalah nomor lain, bukan Selvi atau ketiga kawannya. Nomor asing yang belum tersimpan di daftar kontak. Isi dari pesan itu berhasil menghancurkan suasana hati Arsen hingga titik terendah.
+6282828282828
Gimana hari ini? Baru kejutan kecil, sih. Tapi lumayan sakit, ya?
(22.20)
Membaca pesan dari nomor asing itu membuat Arsen mengernyit. Dia sudah bisa menebak siapa pengirimnya. Namun, ia tetap mengirim pesan balasan untuk memastikan.
Cleon?
(22.21)
+6282828282828
Yes, it's me. Kita 'kan temen sekelas, masa iya lo nggak punya nomer gue? Dan btw, apa yang terjadi hari ini cuma pemanasan. Selanjutnya bakal ada skenario yang lebih menarik daripada sekadar melempar kerikil langsung dari atas gedung.
(22.22)
Kalo lo emang ada dendam sama gue, silakan hancurin gue. Tapi gue mohon, jangan sentuh orang-orang yang ada di dekat gue. Karena pada dasarnya, target lo itu gue kan?
(22.22)
+6282828282828
You have no right to control me. Well, kita lihat aja ke depannya.
Usai membaca pesan serta memberi balasan. Arsen semakin yakin, sudah tidak ada hari tenang lagi untuknya. Cleon akan menariknya kembali untuk kembali menengok kesalahan masa lalu. Apa yang bisa Arsen lakukan? Mendatangi ibunya dan menceritakan semuanya, kemudian membuat wanita itu khawatir? Ah, tidak. Cukup sekali saja Arsen membuat sang bidadari menangis. Dia sudah berjanji tidak akan membuat beliau menangis lagi.
"Tuhan, kalau dosaku banyak. Jatuhkan semua hukuman padaku, jangan biarkan orang yang kukasihi terlibat." Hanya sebuah doa yang pada akhirnya mampu Arsen ucapkan. Dia pendosa, tapi dirinya masih berharap semoga Tuhan sudi mengabulkan doa-doanya.
Selamat membaca, yaa.
Dan buat yang nggak sabar part selanjutnya. Gass ke KaryaKarsa, link ada di bio~
Di KK ada 2 pilihan, mau baca satuan/paket. Kalo satuan bisa diakses selamanya, sedangkan paket cuma valid 30 hari, ya. Tapi lebih hemat daripada satuan.
Kalian bisa pilih salah satu.
Sip, sekian. Makasih dan jangan lupa follow IM_Vha 😗❤️
Salam
Vha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro