30 ; Argue
"Terkadang perbedaan pendapat seperti pertemuan dua kutub magnet sejenis, dipaksa pun tak bisa menyatu."
❤️Happy Reading❤️
.
.
.
Sebuah lengan tiba-tiba bertengger manis di bahu gadis yang tengah berdiri di depan gerbang sekolah. Ia nyaris mendorong si pelaku jika saja sebuah suara tidak menyadarkannya.
"Jalan, yuk, By."
Ia adalah Arsen, yang datang dan langsung merangkul Selvi tanpa ragu. Motornya terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri. Hal itu membuat Selvi mencubit pelan lengan sang kekasih.
"Jangan asal rangkul di tempat umum gini dong, By. Bikin kaget aja," protes gadis itu, tetapi ia tak benar-benar bisa marah. Sementara di tersangka justru cekikikan tanpa merasa bersalah.
"Kita jalan, yuk," ulangnya lantas menggoyangkan lengan Selvi dengan manja.
Selvi menggelengkan kepala, meski kelakuan Arsen selalu seperti ini, terkadang ia masih merasa heran. Kenapa ia bisa jatuh hati pada seseorang seperti Arsen? Padahal di banding dengan beberapa siswa yang dulu pernah mengungkapkan rasa padanya, Arsen masih jauh dari kata sama. Apalagi soal kecerdasan, cowok ini masih suka bermain-main daripada giat belajar untuk masa depan.
"Gimana? Mau nggak? Jangan bengong, dong," desak Arsen ketika Selvi seakan mengabaikan ajakannya.
Selvi terkesiap lantas berdeham. "Iya ... iya. Aku kabarin sopirku dulu, ya? Sekalian mau izin sama Mama," sahut gadis itu kemudian menyalakan ponsel.
"Siap grak!" sahut Arsen penuh semangat.
Akhir-akhir ini suasana hatinya stabil, dia juga sudah jarang mendapat mimpi buruk. Efek dari terbukanya hati Cleon memang sangat luar biasa. Benar dugaan Arsen Cleon sebenarnya bukan sosok yang kejam. Dia sama seperti anak-anak seusianya, masih suka bermain dan bersenang-senang.
"Ayo, berangkat," tegur Selvi usai meminta izin pada orang tuanya.
Arsen kemudian berjalan mendekati motornya dan menyerahkan helm cadangan pada sang kekasih. Senyum lebar menghiasi wajah remaja berjaket abu-abu itu. Bagaimana tidak? Hari ini dia akan berkencan dengan kekasihnya setelah satu minggu dilanda kesibukan klub dan organisasi masing-masing.
"Kok sekarang kamu nggak berangkat sama Daniel lagi, kalian marahan?" tanya Selvi begitu kendaraan Arsen membelah jalanan.
"HAH?!"
Suara Selvi yang terlampau pelan membuat si sopir tak bisa mendengar dengan jelas.
"Kamu, kok, nggak bareng Daniel lagi?" ulang Selvi sedikit lebih keras.
"Oh, dia sekarang pakai motor sendiri," sahut Arsen sedikit berteriak.
Gadis yang duduk di belakang mengangguk paham. Dia juga merasa lega karena hubungan pertemanan Arsen masih baik seperti sebelumnya. Setelahnya, tak ada lagi percakapan berarti di antara mereka. Arsen fokus mengendara sedangkan Selvi lebih memilih untuk diam dan menikmati pemandangan di sepanjang jalan.
Hanya butuh waktu lima belas menit dan mereka tiba di tempat yang begitu ramai akan pengunjung. Sebuah festival makanan yang di gelar di perbatasan kota. Sebenarnya Arsen tidak tahu gadisnya ingin pergi ke mana, tetapi mendapat info festival dari Sony membuat Arsen tertarik. Di sini mereka bisa makan sekaligus jalan, lebih seru daripada hanya berkeliling mal.
"Kamu mau jajan apa, By? Biar aku beliin," tanya Arsen begitu mereka sudah memasuki area festival.
Selvi mengedarkan pandangan, ia tak menyangka bahwa Arsen akan mengajaknya ke sebuah festival penuh makanan ini. Cowok itu seakan paham, bahwa kekasihnya sangat mencintai kuliner.
"Beli sate Madura, yuk!"
Belum sempat Arsen mengangguk, gadis itu sudah lebih dulu menariknya mendekat ke sebuah gerobak kecil yang menguarkan aroma khas sate, benar-benar menggugah selera.
"Habis ini aku pengin beli kue-kue tradisional gitu. Boleh, 'kan?" Selvi bertanya usai memesan dua porsi sate untuk mereka.
Sebuah anggukan dilayangkan. "Boleh banget, aku juga mau beli buat Mama dan Papa. Sekalian nanti aku beliin buat calon mertua, ya. Hehe," sahut Arsen diiringi cengiran khas.
Pukulan ringan mendarat ke lengan Arsen. "Malu didenger sama abang sate!" protes Selvi dengan rona merah di pipi.
"Lah, kenapa malu?" Arsen lantas menarik Selvi agar berdiri tepat di sampingnya.
"Bang, kita serasi, 'kan, ya? Kalau udah dewasa, saya mau nikahin dia." Ia bertanya pada si penjual sate yang tengah mengipasi pemanggang di hadapannya.
Yang diajak bicara terkekeh. "Iya, cocok sekali. Yang satu ganteng dan yang satu cantik. Saya doakan semoga langgeng terus hubungannya," sahut si penjual menanggapi ucapan Arsen.
"Tuh, kita emang jodoh, By!" sorak Arsen begitu mendengar jawaban yang memuaskan.
Melihat Arsen kini berulah, Selvi tak mau ambil pusing. Gadis itu akhirnya mengangguk dan mengiyakan apa yang cowok itu inginkan. Jika tidak, mungkin Arsen akan semakin bertingkah hingga Selvi harus memaksanya untuk diam.
🌺🌺🌺
"Kamu nggak berubah bodoh karena bergaul dengan bocah-bocah itu, 'kan?" Suara bariton seorang pria bertubuh tegap menggema di ruangan yang diisi oleh seorang ayah dan kedua putranya itu.
"Setidaknya aku masih lebih cerdas daripada Allen," sahut sosok yang menjadi target kemarahan dengan enteng.
Ini adalah kali ketiga Cleon berdebat dengan sang ayah soal rencananya untuk menghancurkan Arsen. Namun, ada sedikit perbedaan dalam perdebatan kali ini, yaitu, Cleon sudah tidak lagi menaruh benci pada bocah itu. Alasan ia masih bermain peran hanya untuk bersenang-senang, karena selama ini Cleon belum pernah merasakan keseruan masa SMA.
"Papi nggak mau tahu, kamu harus berhenti sekolah paling akhir bulan ini. Kalau nggak-"
"I don't care! Aku bakalan berhenti kalau aku mau. Papi sama Mami bahkan Allen nggak berhak larang aku!" Cleon menyela ucapan ayahnya. Tangannya terkepal erat, memnandakan bahwa pemuda itu tengah menahan emosi.
"Cleon!" Allen yang awalnya menjadi penonton kini angkat bicara.
"Jangan kelewatan, Papi orang tua lo juga," tegur pria itu. Namun, bukannya berhenti, Cleon justru semakin menyalak.
"Lah, bodo amat. Pokoknya gue nggak akan berhenti sebelum gue bosan!" tegas Cleon lagi.
Keras kepala Cleon benar-benar membuat Jonathan naik pitam. Pria yang semula duduk tenang di kursi kerjanya lantas bangkit, dan tanpa aba-aba ia melayangkan satu tamparan keras ke pipi putranya. Gerakan pria itu terlalu cepat, sehingga Allen tak memiliki waktu untuk mencegah sang ayah.
Sensasi panas dan perih langsung menjalari pipi kiri Cleon. Cowok itu tanpa sadar menyentuh pipinya dan mendesis pelan, rasa pening juga hinggap karena tamparan Jonathan sangat keras.
"Cle ...."
Allen bergegas mendekati sang adik dan ikut merasa ngilu dengan bekas kemerahan di pipi Cleon. Meski beberapa helai rambutnya sudah memutih, nyatanya Jonathan juga seorang pemegang sabuk hitam taekwondo dan masih sering latihan ketika ada waktu luang. Tenaga pria itu masih sangat prima, dia bisa mematahkan salah satu tulang Cleon dengan tangan kosong.
Mengabaikan seruan khawatir sang kakak, Cleon lantas berteriak, "LO NGGAK PANTES DISEBUT ORANG TUA!"
"Even if you're my parents, you and Mom are the worst parents I've ever meet!" lanjutnya dengan napas terengah.
Baru saja kalimat itu selesai Cleon ucapkan, satu tamparan kembali mendarat ke pipi bocah itu. Tamparan Jonathan terlampau keras hingga membuat sudut bibir Cleon mengeluarkan darah. Jika Allen tak mencegahnya, pria itu akan melancarkan pukulan lain. Beruntung si sulung dengan sigap menahan lengan sang ayah.
"Pi! Udah, jangan main kasar!" lerai Allen. Martha sedang tidak ada di sini, itu artinya Allen harus menjadi pembendung yang menahan agar kemarahan Jonathan tidak membuncah.
"Udah, Cle. Mending lo pergi dulu, kita bisa lanjutkan obrolan ini besok lagi dengan kepala dingin," tukas Allen lagi, kalimat itu juga ditujukan kepada ayahnya.
Melihat pergerakan sang ayah ditahan oleh Allen, Cleon bergegas mundur dan berlari kecil ke arah pintu ruang kerja Jonathan. Walaupun ia berani melawan setiap ucapan ayahnya, tapi jika Jonathan sudah main tangan, Cleon mundur. Karena jika tidak, sang ayah tak akan segan-segan membuat orang cedera, meski itu adalah anaknya sendiri.
"Tenang, Pi, tenang." Allen menepuk-nepuk bahu ayahnya pelan. "Papi 'kan tahu, Cleon itu anaknya keras, jangan pakai kekerasan juga buat hadapi dia. Karena semua akan jadi sia-sia, dia akan semakin berontak," tuturnya kemudian menghela napas lelah.
Sifat keras kepala Cleon sebenarnya didapat dari ayahnya. Begitu dua orang keras kepala bertemu, maka pertikaian tak bisa dihindari. Fakta ini harusnya diketahui oleh Jonathan, tetapi pria itu selalu ingin menang sendiri. Dan itu cukup membuat pusing Allen serta ibunya, sebagai anggota keluarga yang bisa tenang di segala situasi.
"Kamu," Jonathan menunjuk wajah putra sulungnya, "beri tahu adikmu untuk segera berhenti. Kalau sampai akhir bulan dia masih membangkang, lihat apa yang akan saya lalukan. Saya pastikan, dia akan menyesali keegoisannya," tukas pria berjas hitam itu.
Allen menelan ludah, firasat buruk langsung menghinggapi kepala. Ketika sang ayah memberi ancaman, maka dia tidak akan main-main dengan ucapannya. Untuk saat ini ia tak bisa memprediksi apa yang akan Jonathan lakukan. Namun Allen tahu pasti, bahwa akan ada yang terluka, entah fisik atau batin.
"Iya, Pi. Aku akan bujuk Cleon, tolong jangan gunakan kekerasan lagi," sahut Allen setelah beberapa saat terdiam.
Jonathan memberi isyarat pada si sulung untuk meninggalkan ruangan. Tak ada lagi yang perlu mereka bicarakan dan Allen sendiri harus menemui Cleon. Adiknya itu pasti terpukul karena perlakuan otoriter sang kepala keluarga.
"Cleon ke mana?" tanya Allen pada salah seorang bodyguard yang berjaga di dekat tangga. Ia tak mendapati sang adik di dalam kamarnya.
"Tuan Muda tadi pergi dengan mobilnya, Tuan," jawab pria berkemeja itu.
''Ngambek lagi, deh," gumam Allen sembari memijit pelipisnya.
Kebiasaan Cleon ketika merajuk, dia akan pergi dari rumah dan menginap di apartemennya. Sedikit menyusahkan, tapi Allen sendiri tak bisa menyentuh Cleon ketika bocah itu sedang marah.
Kelanjutannya seru, loh. Nggak mau mampir ke KaryaKarsa, nih? Gampang tinggal klik link di bio aja ( ╹▽╹ )
Enjoy, and please follow me IM_Vha ❤️
Salam
Vha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro