Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18 ; Si Keras Kepala

Play mulmednya biar makin asik 🤙

Comes the morning
When I can feel
That there’s nothing left to be concealed
Moving on a scene surreal
Know my heart will never
Will never be far from here
Sure as I am breathing
Sure as I’m sad
I’ll keep this wisdom in my flesh
I leave here believing more than I had
And there’s a reason I’ll be
A reason I’ll be back

As I walk the hemisphere
I’ve got my wish to up and disappear
I’ve been wounded
I’ve been healed
Now for landing I’ve been, landing I’ve been cleared
Sure as I’m breathing
Sure as I’m sad
I’ll keep this wisdom in my flesh
I leave here believing more than I had
This Love has got
No ceiling

Malam yang dingin dan temaram. Hanya nyala api unggun dan lampu LED utama yang terpasang di tengah-tengah area berkemah. Semua orang asyik bernyanyi dan berbincang di depan api unggun. Mengabadikan hari yang semakin larut.

Lagu berjudul No Ceiling milik Eddie Vedder, menjadi salah satu lagu favorit yang peserta kemah nyanyikan diiringi dengan petikan ukulele.

Tak jarang dari mereka mengeluarkan camilan yang sudah mereka bawa ketika hendak berangkat, kemudian menyantapnya bersama.

Ini adalah hari ke dua berada di bumi perkemahan. Setelah bersenang-senang, besok adalah kegiatan menjelajahi alam yang sangat dinantikan oleh semua orang, dan merupakan hari terakhir mereka berada di sana.

Lokasi berkemah berada di tepi hutan lindung  yang jauh dari jangkauan binatang buas. Oleh karena itu, panitia berani mengadakan kegiatan jelajah alam. Sekedar untuk menemukan lokasi dan memecahkan teka-teki sudah cukup untuk membuat anak-anak SMA itu terhibur.

Leo adalah salah seorang panitia, dirinya berlari ke sana-kemari memeriksa keamanan. Pemuda itu merasa sedikit lebih sibuk dari sebelumnya karena anak-anak mulai sulit diatur.

“Hei! Hei! Udah dibilangin, jangan pergi jauh-jauh dari area. Kalau mau foto atau uji nyali di rumah calon mertua aja. Ngeyel banget bocah dibilangin!” teriaknya pada dua orang siswa yang terlihat hendak pergi ke arah hutan.

Leo mengepalkan tangannya, ia merasa dongkol dengan tingkah tidak jelas anak-anak itu. Apa sih yang mereka cari di hutan malam-malam begini?

“Arsen bilang di deket batu besar itu ada pocong, Bang. Kita mau tengok bentar, nggak bakal jauh-jauh kok,” sahut bocah dengan tas kecil tersampir di bahunya.

What?!” Leo menepuk dahinya cukup keras dan nyaris mengumpat jika saja dia tidak ingat jabatannya sekarang.

“Iya, ini cuma mau lihat bentar habis itu kita balik, kok. Beneran,” timpal teman yang di sampingnya.

Buru-buru Leo mendekati dua bocah sesat itu dan menarik lengannya untuk kembali ke area kemah. Mengabaikan protes yang dilontarkan keduanya, Leo bertolak dari dekat api unggun dan mencari keberadaan biang keladi.

Dengan langkah lebar, pemuda gondrong itu berjalan menuju satu tempat. Yaitu, tenda di mana Arsen berada.

“Arseeeeennnn!!”

Teriakan yang memekakkan telinga menggema ke sekeliling. Pemuda itu sudah tidak bisa menahan diri untuk tidak marah. Dia harus menjewer telinga bocah itu untuk sedikit meredakan emosinya.

“Iya, hadir!”

Arsen muncul dari bilik tenda dengan celana kolor dan kaus oblong. Tampaknya, bocah itu terlalu terkejut sampai lupa mengenakan celana panjang.

Keduanya saling bertatapan beberapa saat, sebelumnya akhirnya Leo lebih dulu memukul lengan Arsen dan kembali ke tujuan awal.

“Lu bikin ulah apa lagi, sih, Sen? Itu anak-anak kenapa pada bahas setan? Gara-gara itu, banyak yang mau pergi ke deket perbatasan hutan. Lo gila, ya? Cari masalah di waktu ginian!” sergah pemuda itu menggebu-gebu.

Bukan Arsen jika merasa bersalah, bocah itu justru mengorek telinga dan memasang raut berpikirnya. Seakan sedang mengingat-ingat apa yang sudah dia perbuat.

Antara gemas dan emosi, Leo meremas kedua tangannya di depan wajah Arsen. Seakan ia ingin meremas tampang tanpa dosa itu dan memukulinya sampai kata tampan tak cocok lagi untuk bocah itu sandang.

“Arsen ....”

Sadar jika dia sudah membuat seniornya di ambang batas kesabaran, Arsen buru-buru meminta ampunan.

“Ehehe ... oke oke. Jangan marah, gue minta maaf. Tadi emang gue lagi agak gabut, jadi deh ganggu anak-anak.” Bocah itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Melihat Leo yang masih belum reda amarahnya. Arsen lanjut memberi pembelaan.

“Tapi bukan salah gue juga, dong. Salah mereka.” Bocah itu menunjuk ke arah kerumunan. “Udah sebesar itu, mau aja dibegoin. Ngakak banget, hahaha,” lanjutnya tertawa puas ketika mengingat apa yang sudah dia lakukan.

Tanpa basa basi, Leo menarik telinga bocah di hadapannya dengan sekuat tenaga. Mengabaikan teriak kesakitan Arsen yang memohon untuk dilepaskan dari jeweran.

“Cukup ini aja kejahilan yang lo lakuin. Kalau sampai besok pas acara berlangsung, lo bikin masalah lagi. Awas aja, pas balik telinga ini tinggal satu sisi,” ancamnya kemudian melepaskan tangan dari telinga Arsen.

Sensasi panas dan berkedut menjalar ke telinga kiri Arsen, wajah remaja itu berubah merah usai mendapat jeweran dari senior kesayangannya.

“Sakit, Bang. Tega banget sama adek sendiri,” protesnya dengan mata berair.

Tidak, dia tidak menangis. Hanya saja sakit di telinga membuat bocah itu tanpa sadar nyaris mengeluarkan air mata.
Mengabaikan rintihan dari Arsen, Leo lebih memilih hengkang dari tempat itu dan kembali berkumpul dengan kawan-kawannya melingkari api unggun.

Berlama-lama dengan Arsen hanya akan membuatnya pusing dan cepat tua. Itu tidak boleh terjadi, Leo harus tetap mempertahankan ketampanannya! Karena jika pemuda itu terus-menerus emosi, maka ia akan cepat menua.

(Kang rusuh)

🌺🌺🌺


Ketika waktu memasuki dini hari, suhu udara semakin rendah. Seluruh peserta dan panitia kemah sudah kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat.

Tak terkecuali dengan Arsen, bocah itu sudah bergelung nyaman di dalam selimutnya. Meski mata terpejam, nyatanya bocah itu tak bisa benar-benar tidur.

Arsen kedinginan, dan itu membuatnya tak nyaman. Jaket dan selimut yang cukup tebal sama sekali tidak bisa menghalau rasa dingin itu. Ia terus bergerak tak tenang, berharap bisa menghilangkan dingin.

Dalam tenda kecil itu tak hanya Arsen yang menghuni. Ada juga Cleon, sosok itu terbaring tidak jauh dari tempat Arsen tidur. Tampaknya pemuda itu mulai merasa risih dengan pergerakan Arsen.

“Aduh!” Rintihan kecil meluncur dari bibir Arsen ketika merasakan sakit di bagian betisnya.

Sakit itu datang bukan tanpa sebab, karena Cleon yang mendaratkan tendangan ke betis Arsen. Dia tidak tahan lagi!

“Bisa diem nggak, sih? Dari dua jam lalu, tuh, lo banyak gerak. Gue nggak bisa tidur ya, anjir!” sergahnya marah. Ia mengubah posisi menjadi duduk dan menatap nyalang sosok yang masih terbungkus selimut.

Sama halnya dengan Cleon, Arsen langsung terduduk begitu mendengar ujaran marah dari teman setendanya. Dirinya tetap membungkus tubuh dengan selimut dan memasang wajah menyedihkan.

Sorry banget. Gue kedinginan, jadi nggak bisa tidur,” sahut Arsen sedikit merasa bersalah. Dia tidak menyangka bahwa malam ini akan begitu dingin.

Alasan demikian membuat Cleon berdecak sebal, ia tak peduli dengan alasan apa pun yang bocah ini berikan.

“Kalau dingin, nyemplung aja sana ke danau. Tenggelam sekalian, gue nggak peduli. Gue cuma pengen tidur. Dan sekarang udah nggak ngantuk gara-gara lo!” Cleon melempar selimutnya ke arah Arsen. Kini dia benar-benar dalam suasana hati yang buruk.

Begitulah Cleon, dia selalu menjadi sosok yang sulit mengendalikan emosi namun pintar bermain peran. Jika dia adalah aktor, maka sangat layak mendapatkan penghargaan.

Melihat sang lawan bicara bangkit dari duduk, Arsen memberanikan diri untuk bertanya. “Hei, mau ke mana? Udah malem,” sergahnya mewanti-wanti.

“Cari udara dingin, biar otak yang panas ini cepet turun suhunya,” sengit Cleon tanpa menoleh.

Pemuda berjaket hijau tosca itu membuka pintu tenda dan pergi tanpa mengucap banyak kata. Mengabadikan Arsen yang meneriakinya untuk tidak pergi terlalu jauh. Namun sepertinya Arsen hanya mendapat jari tengah dan umpatan tertahan dari mulut Cleon.

“Sial, gue nggak bisa biarin dia sendiri, nih.”

Arsen meraih jaketnya yang paling tebal untuk membungkus tubuhnya dan bergegas meninggalkan tenda. Dia harus segera mengikuti arah perginya Cleon karena ia takut jikalau pemuda itu tersesat di hutan. Orang yang dibutakan oleh emosi terkadang kehilangan fokusnya.

🌺🌺🌺

Suhu di luar tenda jauh lebih rendah dari pada di dalam. Hal itu membuat Arsen tak bisa bertahan lebih lama. Dia harus segera menemukan Cleon dan menyeretnya kembali ke tenda tanpa menimbulkan keributan. 

Memberi perhatian seperti ini, Arsen tidak bermaksud untuk meluluhkan hati Cleon. Dia hanya merasa bersalah saja dan bertanggung jawab atas sifat buruk yang tumbuh dalam diri Cleon.

“Ke mana, sih, itu orang? Perasaan tadi cuman jalan, kenapa cepet banget?” keluhnya ketika tak bisa menemukan keberadaan targetnya.

Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul satu dini hari. Empat jam lagi mereka harus bangun untuk mempersiapkan kegiatan jelajah alam. Bahkan Arsen belum tidur barang semenit pun, dia takut tidak bisa bangun awal nantinya.

Arsen merogoh saku celananya, berniat untuk menghubungi Cleon melalui ponsel. Namun, ia terkesiap lantas menepuk dahinya cukup keras.

“Pake acara ketinggalan segala, sih,” gerutunya kesal.

Hendak kembali untuk mengambil ponsel, Arsen malas. Ia sudah melangkah jauh dari tendanya, jika kembali maka Arsen akan semakin jauh dari posisi Cleon.

Alhasil dengan membulatkan tekad, bocah itu memutuskan untuk melanjutkan langkahnya. Mengabaikan rasa dingin yang semakin menusuk hingga ke tulangnya dan mulai memasuki tepi hutan. Tempat yang seharusnya tidak dia kunjungi.

🌺🌺🌺


Seperti biasa, kalian bisa baca bab lebih awal di KaryaKarsa. Mau pilih bijian atau paketan terserah. Mau nunggu seminggu sekali juga nggak masalah 😗

Yang penting jangan lupa subkrep alias follow IM_Vha dan tambahkan ke reading list kalian. Supaya banyak yang bisa mampir ke sini juga (づ ̄ ³ ̄)づ

Oke sekian, enjoy the story yaa. See you next part ♥

Salam

Vha

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro