Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 ; Senja yang Berbeda


Perkemahan yang diadakan oleh SMA Abdi Nusantara bukanlah perkemahan rumit khas anak Pramuka pada umumnya. Kegiatan ini hanyalah hiburan bagi mereka yang suka melancong, tapi tak kunjung terealisasi.

Peserta kemah merupakan siswa-siswi yang ingin bepergian, tetapi memiliki kendala tak tahu harus ke mana. Seperti Arsen contohnya, ia tak tahu harus berbuat apa selama liburan singkat ini. Alhasil bocah itu memutuskan untuk bergabung dalam perkemahan.

"Bantu diriin tenda, dong, gue mau pinjem pasak tetangga. Di sini kurang."

Kalimat itu Arsen tujukan pada Cleon yang sedari tadi berdiri di sampingnya tanpa melakukan apapun. Bocah bertindik itu hanya diam dan memainkan ponselnya.

Menyadari jika dirinya diajak bicara oleh orang yang ia benci, Cleon memilih untuk diam dan berpura-pura tidak mendengar. Pemuda itu menyibakkan rambutnya ke belakang dan berdeham.

"Psstt ... gue ngomong sama lo, Bang. Please, bantu diriin tenda." Arsen tak menyerah dan mengulang permintaannya.

"Kenapa gue harus bantu? Lo sendiri 'kan bisa. Lagi pula, gue nggak sudi satu tenda sama pembunuh," tukas Cleon enteng.

"Cleon ...."

Jarak antara tenda satu dengan yang lain cukup dekat dan Cleon berucap dengan intonasi yang cukup tinggi. Hal itu secara tidak langsung membuat Arsen terkejut. Dia takut apabila tetangga sebelah akan mendengar ucapan Cleon barusan, maka mereka akan salah paham.

"Kenapa? Jangan bilang lo takut kalau orang yang tahu tentang kebusukan itu bakal jauhin dan hina lo?" Cleon tersenyum miring. "Dude, seharusnya memang itu yang pantas buat manusia kayak lo."

Sakit? Tentu saja. Akan tetapi, Arsen tidak berani membalas. Bocah itu sadar bahwa kemarahan Cleon tak lain karena rasa kehilangan adik yang sangat pemuda itu sayangi. Membela diri pun tidak berguna, kemarahan dan kekecewaan Cleon sudah mendarah daging.

"Bukan masalah itu, Bang. Tapi lo numpang di tenda gue, jadi setidaknya lo harus bantu berdiriin. Gue nggak bisa diriin sendiri, Brian dan Sony juga udah sama grup lain, tenda ini cuma muat dua orang. Kalo bukan lo, siapa lagi yang bantu gue?"

Entah sejak kapan Arsen memanggil Cleon dengan embel-embel 'Bang'. Padahal selama ini dia tak pernah mengingat bahwa pemuda itu lebih tua darinya. Dia meminta Cleon untuk ikut mendirikan tenda juga bukan tanpa sebab, karena cowok itu dengan ceroboh datang ikut perkemahan tanpa membawa tenda. Seharusnya dia bersyukur karena Arsen mau berbagi tenda dengannya.

"Hey! Itu kenapa yang di pojok. Tenda paling kecil belum juga berdiri?! Ayo cepet, sebentar lagi acara pembukaan, loh. Jangan malas-malasan!"

Seruan keras melalui toa terdengar, menghancurkan ketegangan yang sudah tercipta. Cleon menendang batu di hadapannya dengan kesal. Dia tak sudi membantu Arsen, tetapi dia juga harus menjaga sikap di hadapan senior lainnya.

Dengan perasaan dongkol dan geram, Cleon mulai bergerak membantu Arsen mendirikan tenda. Memasang pasak dan mengikat tali dengan kencang agar tenda tak roboh jika terkena angin.

Pekerjaan berat yang diselesaikan bersama akan lebih ringan daripada hanya dikerjakan oleh satu orang saja. Terbukti dengan tenda yang semula hanya gundukan kain tak berbentuk, kini sudah menjadi sebuah hunian yang bisa menghangatkan mereka berdua di kala malam.

"Thanks, akhirnya kelar juga." Arsen berniat baik untuk mengucapkan terima kasih pada Cleon. Namun, sepertinya hal itu tak diindahkan oleh sosok bertindik itu.

"Demi apa pun, gue nggak sudi satu tenda sama makhluk kayak lo." Pemuda tampan itu melempar asal palu di genggamannya dan melenggang pergi.

Meninggalkan Arsen dan sejuta lukanya. Dengan senyum getir, bocah itu memungut palu yang Cleon lempar tadi dan mengemasi alat-alat dengan rapi.

Sang mentari akan segera terbenam, ia harus segera menata isi tenda sebelum hari berubah gelap. Jika tidak, mungkin malam ini mereka akan tidur larut karena sibuk menata tenda.

"Asli, gue kayak orang jahat di dunia ini. Lo enak di sana udah nggak ada beban lagi," gumam Arsen ketika mendapati foto dirinya dan Gavin yang masih tersimpan rapi di dompetnya.

Seiring waktu berjalan, batas kewarasan Arsen semakin terkikis. Dia merasa tidak lagi mampu mengendalikan emosi dan sering berpikir untuk mengakhiri semua ini. Hanya ada segelintir hal yang membuatnya bisa bertahan hingga sekarang.

🌺🌺🌺

Suasana lapangan begitu riuh ketika Arsen tiba di tempat. Dilihatnya ada sekitar seratusan orang yang ikut kegiatan tidak wajib ini. Terhitung sedikit karena total keseluruhan dari siswa SMA Abdi Nusantara lebih dari seribu seratus orang.

Kedatangan bocah jangkung itu cukup mencuri perhatian karena dia datang ketika acara tengah berlangsung. Namun, bukan Arsen jika mengenal apa itu malu. Bocah berjaket hitam tersebut justru mendatangi Leo dan merangkul bahu sang senior dengan akrab.

"Gimana acaranya, Om. Lancar?" tanyanya sembari menatap sekeliling.

Sebagai senior yang memimpin jalannya acara. Leo menepis lengan Arsen dengan kesal. Pemuda itu melayangkan tatapan mengerikan pada Arsen kemudian memukul kepala bocah itu dengan gulungan kertas di tangannya.

"Yang lain udah duduk manis, kenapa lo baru dateng? Arsen, acara ini bukan untuk main-main." Leo mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak habis pikir dengan isi kepala Arsen, kenapa bocah ini selalu santai di setiap keadaan?

"Ya maaf. Tadi tenda baru bisa berdiri, gue tata perlengkapan dulu lah. Lo khawatir, ya? Aw ... perhatian banget punya Abang angkat." Arsen bergelayut manja di lengan Leo.

Hal itu tentu saja menjadi tontonan peserta serta panitia kemah, tak sedikit dari mereka tertawa melihat tingkah konyol Arsen. Membuat wajah Leo yang putih bersih kini berubah menjadi merah padam. Lelaki itu menendang betis Arsen sekuat mungkin dan menarik daun telinga yang lebih muda hingga si empunya merintih kesakitan.

"Duduk di barisan atau saya hukum?!" ketus Leo yang berhasil menyembunyikan rasa malu.

Puas dengan aksi menggodanya, Arsen memutuskan untuk duduk dan bergabung dengan teman-temannya. Saling bertukar sapa dan candaan seperti biasanya.

"Bawa minyak kayu putih, nggak? Kayak biasa, badan gue agak meriang dan pusing, nih."

Seperti sudah paham akan keadaan, Sony dengan sigap menyerahkan sebuah botol kecil berisi minyak kayu putih pada sahabatnya. Hal seperti ini sangat mereka antisipasi karena baik Brian dan Sony sangat paham dengan alergi dingin yang Arsen miliki.

"Lu yakin bisa tahan? Dari apa yang udah gue temuin di internet, tempat buat kemah ini kalau malam emang lebih dingin, Sen. Dan gue udah pernah ingetin lo soal ini, tapi lo ngeyel," tukas Brian yang merasa khawatir akan keselamatan kawannya.

Bukan bermaksud meremehkan, keduanya sama-sama tahu jika Arsen memiliki tubuh bugar dan imun tubuh yang kuat. Namun, untuk masalah alergi ini, mereka harus benar-benar memperhatikan.

Pasalnya, dua orang itu pernah menyaksikan Arsen tumbang karena tak kuasa menahan dinginnya suhu di pegunungan yang pernah mereka kunjungi.

Arsen melambaikan tangan di depan wajahnya. "Bukan masalah besar, dinginnya nggak kebangetan, kok. Emang dasar gue mabok perjalanan aja, efeknya belum ilang," tukasnya tanpa beban.

"Ya udah, terserah lo aja. Kalau nanti ada perlu apa-apa bisa dateng ke tenda kita. Sial, sih, kita nggak bisa kumpul dalam satu tenda. Harusnya kemarin gue beli yang ukuran gede," sesal Brian. Bocah itu sama dengan Arsen, hanya membeli tenda yang cukup untuk dua orang saja.

"Dih, ngapain minta maaf? Toh, kita cuma beda tenda, belum juga beda alam." Kalimat yang secara spontan terlontar dari bibir Arsen itu membuat dua sahabatnya secara bersamaan memukul kepala si jangkung.

"Congor kalau ngomong disaring dulu, jangan asal ucap. Tolol, ya?" geram Sony. Dia memang suka bercanda, tapi jika itu soal kematian maka tak layak disebut candaan.

Arsen terdiam beberapa saat ketika mendapati kilat kemarahan di mata Sony. Benar juga, dia yang salah karena membawa kematian dalam pembicaraan. Tak mau jika suasana berubah tegang, Arsen mengubah arah pembicaraan.

🌺🌺🌺

Ketika acara pembukaan usai dan suasana mulai riuh. Banyak di antara mereka yang mengobrol dengan kawan-kawannya dan bersenda gurau.

Memang acara kemah ini hanya untuk bersenang-senang, maka tak ada suasana tegang dan mencekam. Hanya ada bahagia serta tawa.

Kecuali satu orang.

Cleon Lexander, dengan seribu jurus bisu duduk diam di sudut yang cukup jauh dari kerumunan. Bocah itu sama sekali tidak memiliki minat untuk bergabung dengan teman sekelas lainnya untuk bertukar tawa.

Dia tidak butuh kehangatan picisan seperti itu, karena hatinya sudah memanas dengan hanya melihat sosok yang ia benci tertawa tanpa beban. Tunggu dan lihat. Pelan tapi pasti, Cleon akan menghancurkan dan menenggelamkan senyum jelek itu dari wajah Arsen. Tunggu saja!

Bocah itu mengambil sebungkus rokok di kantong celananya. Menyalakan pemantik dan membakar ujung benda bernikotin itu dengan santai. Tidak peduli jika saja salah seorang panitia memergoki ulahnya dan kemudian memberi hukuman.

Dilihatnya ke arah barat, langit yang semula biru kini mulai berubah warna menjadi jingga. Sebuah pertanda bahwa sang surya perlahan kembali ke peraduan. Cleon mendesah panjang sembari menghembuskan asap rokok melalui dua lubang hidungnya. Hari ini berlalu dengan cepat tanpa ada kesenangan yang berarti. Namun anehnya, dia merasa sedikit tenang dan damai.

Andai hidupnya selalu berjalan semudah itu, Cleon tak akan pernah jatuh ke lubang dosa yang begitu dalam. Dia hanya ingin menjadi remaja biasa dan menjalani hidup selayaknya.

Ketenangan yang Cleon rasakan tak bertahan lama. Belum habis puntung pertama, sebuah tangan terulur di hadapannya. Dia Arsen, dengan membawa dua potong sandwich ia berniat membaginya dengan Cleon.

"Sebenernya mau gue kasih kopi, tapi lo lagi ngerokok. Jadi makan ini aja sama air mineral. Gue lihat dari siang tadi, lo belum makan apa-apa. Inget, Bang. Mau benci gue juga butuh tenaga," ucap bocah itu dengan tangan yang masih setia terulur.

Cleon termenung, dan memandangi uluran tangan Arsen beberapa saat. Tak ada niat untuk menerima atau pun menolak makanan yang anak itu berikan.

Bocah bodoh ini membuat Cleon muak. Teknik busuk apa lagi yang dia mainkan?

🌺🌺🌺

Enjoy and see you next part 😗😗
Dan seperti biasa, bab baca duluan ada di KaryaKarsa yaaa. Link-nya ada di bio~

Salam

Vha

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro