Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 08

Cuaca berangsur mendung menjelang siang hari. Kelihatan dari awannya saja, ini bukan waktu yang tepat untuk jalan-jalan ke Hutan Nyth, lebih lagi ke teritori nyth air. Namun, arahan seorang arch-nyth tetap harus dituruti.

"Kalian mau ke mana? Sebentar lagi hujan, loh," tegur Koryn. Gadis itu sibuk di meja makan, mengupas sebakul kacang tanah.

"Ada keperluan di Hutan Nyth," jawab Mizu. Dua lembar jubah dia ambil dari gantungan dekat pintu. Satunya diberikan pada Ryanne. Dengan gesit keduanya mengenakan jubah masing-masing.

Fokus Koryn terkunci pada sebakul kacang di depannya, jadi dia hanya manggut-manggut. Satu-dua kali dia menguap.

Ryanne keluar duluan sementara Mizu tercekat, tampak sedang mengingat-ingat sesuatu. "Baju.... Koryn, jangan lupa angkat jemurannya nanti."

"Oke."

"Kalau Elrit basah kuyup pas pulang, langsung suruh mandi."

"Siap."

"Malam nanti ajari Elrit cara memasak yang benar."

"Ok---eeeh...." Gerakan tangan Koryn terhenti. Tatapannya melayang ke arah kompor. "Akan kucoba," cicitnya.

Mizu mengangguk mantap, kemudian melangkah keluar, tidak lupa menutup pintu di belakangnya. "Ayo, ke tempat Qert."

Untuk sesaat Ryanne melongo. Kakinya langsung bergerak saat Mizu mulai jalan lebih dulu. "Kayak Mama."

"Hah?" Mizu menoleh cepat. "Maksudnya?"

Ryanne menggeleng-gelengkan kepala. Pandangannya menyapu sekitar yang kelihatan suram sebab cuaca mendung. "Aku kurang ingat, tapi yang tadi kayak Mama."

"Ibumu?" tanya Mizu yang menuai jawaban berupa anggukan.

Gadis itu ingin menjelaskan lebih lanjut, tetapi kabut dalam kepalanya enggan pergi bersama embusan angin. Sesekali siluet-siluet akan muncul di dalam sana bersama suara yang begitu samar dan menggema.

Ketika memperhatikan Mizu beberapa saat yang lalu, siluet seorang wanita muncul. Dari suara dan gerak-geriknya, dia seakan sedang menitipkan pesan pada Ryanne.

"̶J̷a̶n̶g̷a̶n̸ ̶p̴u̶l̵a̸n̷g̸ ̷t̶e̴r̸l̴a̴l̵u̸ ̶l̶a̸r̷u̸t̴,̷ ̷y̴a̴.̵"̵

"̸H̶a̴b̶i̷s̵ [][][][][][] ̷m̴a̵k̶a̵n̶,̶ ̵b̴i̴s̶a̴ ̷t̷o̴l̵o̸n̶g̸ ̴b̷a̶n̷t̸u̶ ̵M̸a̶m̸a̸ ̶d̵a̸n̴ ̵P̴a̵p̵a̴?̶"̴

Tik tik tik....

"Ah, benaran hujan," gumam Mizu sembari menaikkan tudung jubahnya. Remaja itu kemudian menoleh pada Ryanne. "Kenapa bengong? Pakai tudungnya."

Ryanne mengerjap-ngerjapkan mata. Kakinya terpaku di tempat; tangannya tidak repot-repot mengelap wajah yang mulai dibasuh rintik hutan.

Menyadari hal itu, Mizu mengembuskan napas kasar. Membalikkan langkah, dihampirinya si gadis kecil yang tiba-tiba mematung.

Kepala Ryanne sedikit menunduk ketika Mizu memakaikan tudung jubahnya. Dalam hati dia berterima kasih pada langit yang menurunkan hujan pada waktu yang tepat. Dengan begitu, air mata yang tidak disangka masih Ryanne miliki dapat disamarkan oleh rintik hujan.

"Kau ini putri Qert, jadi harusnya nggak bakal sakit karena hujan-hujanan, sih," kata Mizu lantas berbalik memunggungi Ryanne. "Jubahmu cuma buat jaga-jaga."

Langkah mereka pun berlanjut. Sama seperti saat Elrit mengkhawatirkan suhu tubuhnya, Ryanne merasakan kehangatan yang serupa dalam dada. Aneh, tetapi gadis itu mendapati dirinya nyaris menyunggingkan senyum.

××

"Fask yang mengirim kalian, benar?" tanya Qert. Berbeda dari pertemuan mereka yang sebelumnya, kali ini sang arch-nyth air sudah menunggu di tepi danau. Pada bagian bawah gaunnya terdapat transisi dari kain menjadi air yang menyatu dengan danau.

Ini sudah kali kedua Ryanne menemui wanita itu, tetapi penampakannya yang begitu elegan masih saja membuat si gadis kecil terpukau. Lidahnya kelu, maka dia hanya dapat menjawab dengan anggukan.

"Hari ini nggak bakal hujan seharian, 'kan?" tanya Mizu ketus.

Qert tertawa kecil. Sungguh merdu suaranya. "Tentu tidak," jawabnya. "Pada hari kamu menerima sigil, apa cuacanya panas terik sehari penuh?"

Mizu berusaha mengingat-ingat untuk sesaat lalu menggeleng.

"Nah, Putra Fask," Qert bangkit berdiri, "kamu boleh berteduh saja jika ingin. Cuaca akan kembali cerah setelah anak ini menerima sigil-nya." Jejak berupa genangan air tercetak saat wanita itu menghampiri Ryanne.

Sebelum pergi berteduh di bawah pohon rimbun terdekat, Mizu menyempatkan diri untuk bertukar pandang dengan Ryanne. Hanya itu, kemudian dia berlalu pergi.

Berdiri di hadapan Ryanne, Qert berkata, "Aku hanya ingin tahu. Apa saja yang sudah Fask katakan padamu tentang sigil?"

"Ah, itu ... cuma orang-orang terpilih yang punya." Ryanne menoleh ke samping, mencari-cari keberadaan Mizu yang akhirnya tidak dia dapati. "Orang-orang yang terpilih untuk tugas. Mereka jadi bisa menggunakan elemen ... tingkat lanjut...?"

Senyum terlukis pada wajah Qert ketika ia berucap, "Benar sekali, Ryanne. Jika kamu melihat seorang humanyth yang mempunyai sigil, maka ketahuilah bahwa ada tugas yang diembannya."

Mengulurkan tangan, sang arch-nyth menuntun si gadis agar bersama-sama mereka duduk bersimpuh di atas rumput basah. Jubah Ryanne dia lepas dengan gerakan tangan yang begitu lembut.

Apa yang baru saja Qert lakukan berbanding terbalik dengan Mizu. Ryanne jadi bingung, kenapa demikian? Untuk apa jubahnya dilepas?

Curah hujan kian deras. Namun, suara Qert masih bisa Ryanne dengar dengan jelas. "Mungkin akan terasa sedikit menyengat."

"Nggak apa-apa."

Qert tertawa kecil, lalu meraih kedua tangan mungil Ryanne. "Sebelum menjadi humanyth, apa kamu sudah pernah mencoba menggunakan kekuatanmu?"

"Kekuatan ... kekuatanku?"

"Ya, kekuatanmu." Tangan Qert mulai memancarkan sinar biru yang temaram. "Kekuatan yang juga kamu miliki sebagai seorang anak berdarah campuran."

Spontan Ryanne menelengkan kepalanya, kebingungan. Keningnya sampai mengerut. "Kurasa ... belum?" jawabnya ragu-ragu.

"Baiklah, tidak apa. Aku hanya penasaran."

Ketika cahaya yang bersumber dari tangan Qert menyala kian terang lantas merambat sampai ke lengan atas Ryanne, gadis itu terpikir akan sesuatu. Mengapa dirinya?

Sigil. Untuk apa dia diberi sigil? Tidak mungkin jika hanya karena dia sembunyi-sembunyi mengikuti sampai menonton Mizu latihan. Lalu, apa tugasnya akan sama dengan yang diterima Mizu?

Sengatan kecil pada lengan atas dan telapak tangannya seketika menyeret Ryanne kembali ke permukaan. Gadis kecil itu terperanjat. Fokusnya berhasil dialihkan pada sensasi membeku di bagian tubuh yang baru saja tersengat itu.

Hujan mereda; awan merenggang, memberi jalan bagi sinar mentari untuk mencapai segala yang tampak di permukaan. Para nyth seakan bersorak gembira, bahkan mereka yang habitatnya dalam danau sampai berenang ke tepi.

Ryanne terdiam menatap kedua telapak tangannya. Permukaan kulit yang semula polos kini dihiasi oleh gambaran keping salju, cukup besar dan jelas untuk disadari orang-orang dalam sekali lihat. Sinar temaram masih hadir, berkedip-kedip.

"Kenapa sigil-nya bentuk kepingan salju?" tanya Mizu yang tahu-tahu sudah berjongkok di samping Ryanne.

Qert mundur menuju danau dengan begitu eloknya. Barangkali dia ingin memberi dua anak humanyth itu ruang. Lantas ia berkata, "Sigil air miliknya kutempatkan di lengan atas."

"Itu nggak menjawab pertanyaanku," sahut Mizu dengan sorot mata tajam. Tatapan itu melunak saat dia menoleh pada Ryanne, memberi kode agar dia berhenti melongo dan mengecek lengan atasnya.

Benar saja, saat Ryanne menggulung lengan kausnya yang sisi kiri dan kanan, terdapat sigil lain di sana. Bentuk polanya menyerupai tetesan dan riak air.

Kembali menatap Qert, Mizu mengajukan satu lagi pertanyaan. "Kenapa dia diberi dua sigil?"

Ryanne sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Namun, dari apa yang bisa dia tangkap, seorang humanyth dengan dua sigil itu tidaklah wajar. Karena itu, isi benaknya makin riuh, mempertanyakan alasan atas pemberian tersebut.

Menutupi mulutnya dengan tangan, lagi-lagi Qert tertawa kecil. "Apa kamu iri, Putra Fask?"

"Hah? Sama sekali enggak." Mizu bersedekap. "Aku cuma penasaran dengan alasannya. Dapat satu sigil saja sudah sangat langka, apalagi dua."

Ryanne jadi ikut mendongak, menanti jawaban. Meski ditatap dengan tidak sabaran oleh dua anak di hadapannya, Qert tetap tenang dan memanfaatkan waktu guna merangkai kata sebaik-baiknya.

"Mizu, kamu tahu kalau Ryanne sebelumnya adalah anak campuran manusia dan tycal, bukan?" tanya Qert hanya untuk memastikan. Remaja laki-laki itu pun mengangguk.

"Sebagai anak berdarah campuran, Ryanne dapat mengendalikan satu elemen, yaitu es. Kemampuan itu diturunkan langsung dari orang tuanya yang tycal dan tidak dapat dihapus maupun digantikan.

"Ketika menerima Anugerah dariku, elemen yang bersemayam dalam dirinya bertambah menjadi dua: es dan air. Sigil yang didapat oleh seseorang jumlahnya tergantung pada elemen yang dia miliki."

Usai penjelasan panjang tersebut, hening melanda. Para nyth telah menyudahi perayaan mereka. Mizu yang tengah berpikir sambil memegang dagu; Ryanne kembali termenung menatap telapak tangannya; dan Qert setia menunggu tanggapan di hadapan dua anak itu.

"Jadi, intinya," ujar Mizu, "Ryanne dapat dua sigil karena dia punya dua elemen. Yang satu bawaan dari lahir, dan yang satu lagi dari Anugerah arch-nyth."

"Benar sekali," Qert menjawab dengan berseri-seri.

Kelihatannya pertanyaan Mizu sudah habis. Dia melipat tangan di depan dada---pose andalan---sambil menyisir sekitar dengan pandangannya.

Ryanne, orang yang menjadi topik pembicaraan, sejak tadi hanya diam. Satu pertanyaannya sudah terjawab, tetapi masih ada banyak yang berputar-putar dalam kepala. Tidak tahan lagi, Ryanne pun mengungkapkan salah satunya.

Posisi tubuh gadis kecil itu tegap ketika dia mendongak, tanyanya, "Karena sudah dapat sigil, tugasku sekarang apa?"

Mizu refleks menoleh sementara Qert tertegun. Mereka berdua kemudian bertukar lirikan yang begitu singkat.

"Berlatih," jawab Qert dengan senyuman lembut. Sebelah tangan dia letakkan di dada. "Untuk sebulan ini, atau mungkin kurang, tugasmu adalah berlatih denganku setiap harinya."

"Setiap ... hari?" ucap Mizu dan Ryanne bersamaan.

Menoleh ke samping, tatapan Mizu tidak dibalas. Kembali dia menghadap Qert lantas melontarkan protes, katanya, "Bukannya itu berlebihan untuknya? Aku saja punya hari libur."

Ryanne heran mendapati Mizu mempermasalahkan hal kecil seperti itu. "Bukannya tiap hari memang harus latihan?" Kata-kata tersebut meluncur keluar begitu saja dari mulutnya.

"Hah? Dari mana kau belajar itu?" tanya Mizu tak kalah heran. Sebelah alisnya terangkat lebih tinggi daripada yang satu lagi. "Anak-anak seumuranmu itu harusnya lebih banyak bermain kayak Elrit dan Koryn."

"Main...?"

Atensi Mizu segera kembali pada Qert. Sadar maupun tidak, dia sampai melangkah maju satu langkah, padahal jarak di antara mereka tidak sejauh itu. Dia kemudian berkata, "Walau dia pemilik sigil sekarang, nggak seharusnya dia berlatih setiap hari. Aku nggak terima ini."

Qert mengambil napas ringan. Seraya mengembuskannya, bahu wanita itu melorot dan air mukanya berubah agak sedih. "Aku pribadi juga ingin memberinya waktu istirahat, bahkan lebih banyak darimu. Namun, tidak bisa demikian. Apa Fask belum memberitahumu?"

Ragu-ragu Mizu balas bertanya, "Memberitahuku apa?"

Lagi-lagi hening. Kali ini bukan atmosfer berat saja yang Ryanne rasakan. Tiada kata-kata yang lebih cocok untuk mendeskripsikannya daripada "campur aduk". Hawa di antara Mizu dan Qert begitu tegang dengan yang satu gelisah, sedangkan yang satu lagi ... penasaran? Tidak sabar?

Membaca suasana adalah hal yang sulit, apalagi bersama orang-orang yang belum lama dikenal. Namun, ada satu hal dari situasi ini yang lebih sukar dipahami. Hal itu adalah kalimat yang diucapkan Qert setelah cukup lama terdiam.

"Waktunya sudah dekat."

To be continued....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro