Chapter 04
Mizu sama sekali tidak kelihatan senang ketika Qert memberi Ryanne nama. Tentu dua perempuan tersebut menyadari kegelisahannya. Maka Qert pun bertanya, "Mizu, apa ada yang salah? Kamu tidak kelihatan senang."
Menanggapi pertanyaan itu, awalnya Mizu hanya memalingkan wajah dan terdiam untuk beberapa saat. Remaja itu tenggelam dalam pikirannya yang tengah berlabuh ke masa lalu. Namun, segera ia kembali ke kenyataan saat pandangannya bertemu dengan milik Ryanne.
Pandangannya kemudian bergeser pada Qert. Mizu menghela terus mengembuskan napas, barulah dia menjawab, "Aku hanya merasa ... seharusnya bukan nama dariku yang dipakai."
Qert menggelengkan kepala pelan, masih dengan senyum anggun. "Mengapa demikian?" ia bertanya lagi.
Karena sebagian dari nama itu kuambil dari milik seseorang di kehidupan lamaku. Mana mungkin Mizu mengatakan itu. Jadi, dia hanya menyahut, "Bukan apa-apa."
Ryanne dan Qert saling tatap. Setelah itu, tidak ada percakapan lagi karena hari sudah malam. Qert menyuruh mereka agar bergegas ke pemukiman, lalu ia pamit undur diri. Wujud wanita itu kembali menjadi satu dengan air danau yang berkilau di bawah langit bertabur bintang.
Perjalanan yang sunyi. Para nyth tidak lagi heboh karena malam adalah waktu untuk beristirahat; kebanyakan orang di pemukiman sudah pulang ke rumah masing-masing. Beberapa penduduk yang berpapasan dengan mereka menyempatkan diri untuk menyapa Mizu juga Ryanne yang mereka sadari sebagai pendatang baru.
Orang terakhir yang menyapa mereka berdua malam itu adalah Tuan Jarelyt, seorang pria yang sudah berumur. "Wah, wah, ada pendatang baru!" seru Tuan Jarelyt. Senyum cerah mengembang pada wajahnya yang sudah keriput.
"Oh, Tuan Jarelyt. Selamat malam," sapa Mizu yang memutuskan untuk berhenti sejenak. Bercakap dengan pria tua itu sudah menjadi kebiasaan sebelum pulang untuk menyiapkan makan malam.
"Ya, selamat malam, Mizu,"--Tuan Jarelyt menoleh pada Ryanne--"dan selamat malam juga untuk pendatang baru ini."
Ryanne mengangguk kaku, lalu menjawab salamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Mungkin dia malu, apalagi saat lawan bicaranya mengamati dengan serius.
Kembali memusatkan perhatiannya pada Mizu, Tuan Jarelyt berujar, "Tidak kusangka kamu akan membawa pendatang baru hari ini. Lebih lagi seorang putri dari Qert."
"Ya, memang langka." Mizu mengerling pada putri Qert yang dimaksud. "Qert terlampau jarang memberi Anugerah."
"Benar, benar. Hanya ada tiga di desa ini termasuk dirimu," ujar Tuan Jarelyt pada Ryanne dengan senyum yang membuat kerutan wajahnya tampak. "Bolehkah aku mengetahui namamu, Nak?"
"Ryanne," jawabnya singkat.
Dari respons itu, sepertinya Ryanne bukan tipe pemalu sebab dia masih bisa menjaga kontak mata dengan Tuan Jarelyt dan bicaranya jelas. Mungkin dia hanya terkejut kala membalas sapaan tadi sampai suaranya sulit keluar.
Tuan Jarelyt manggut-manggut. "Jadi, Ryanne, di mana kamu akan tinggal malam ini?"
Sontak gadis kecil itu menunjuk remaja laki-laki di sampingnya. "Aku akan tinggal dengannya."
"Oh? Mizuric ingin mengurus satu anak lagi?" Mata Tuan Jarelyt yang menyipit terbuka lebar untuk sesaat. Ia menoleh pada yang ditunjuk, memastikan dengan bertanya, "Apa kamu yakin dirimu masih sanggup?"
Punggung Mizu langsung tegap, begitu juga dengan telinga dan ekor jingganya. "T-tentu saja aku sanggup."
"Kelihatannya tidak begitu." Tuan Jarelyt geleng-geleng, lantas menambahkan, "Terlukis jelas pada wajahmu, Nak."
"Nggak---! Bukan begitu." Mizu memalingkan wajah seraya menggaruk belakang kepala. Ekornya berkibas lebih rendah dari biasa. "Maksudku, mereka semua sudah cukup besar untuk mengurus rumah dan disuruh melakukan ini-itu. Kami akan baik-baik saja."
Tuan Jarelyt bergumam cukup panjang. Senyum simpul merekah ketika ia berucap, "Sungguh orang yang baik hati."
"Nggak, ini bukan apa-apa."
"Tentu bukan apa-apa bagi seorang anak untuk menaungi anak-anak lain. Padahal umur kalian tidak terpaut jauh."
Sebelah pipi Mizu berkedut dua kali. Tidak senang dengan topik percakapan itu, dia berbalik dan menarik tangan Ryanne. "Aku sudah lelah mendengar semua itu, jadi kami permisi," ucapnya yang mulai melangkah pergi. "Ini sudah waktunya makan malam. Sebaiknya Anda juga pulang, Tuan Jarelyt."
Tuan Jarelyt tertawa kecil, menyahut, "Tentu saja." Pria tua itu berkacak pinggang. Ditatapnya dua anak yang memiliki atribut nyth serupa, hanya dengan bentuk yang sedikit berbeda dan warna yang berbanding terbalik: jingga sewarna langit senja dan biru sewarna langit mendung.
Dia tumbuh menjadi anak yang kuat dan baik hati, bahkan setelah semua yang telah dilaluinya, pikir pria tua itu. Dia lalu melangkah pergi dengan kedua tangan di balik punggung.
"Anak-anak lain lumayan berisik, jadi bersiaplah," Mizu memperingatkan ketika rumah yang dituju sudah dekat.
Ryanne langsung menutup telinga, awalnya pada tempat yang salah. Maklum saja karena tidak lebih dari setengah jam lalu, dia masihlah seorang tycal yang anatominya mirip dengan manusia. Begitu sadar, dia lalu menarik telinga serigalanya turun hingga menutupi lubang tempat suara masuk.
"Jangan begitu." Mizu mengembuskan napas letih. "Kau akan meninggalkan kesan buruk kalau muncul di depan mereka sambil menutup telinga."
"Aku nggak suka orang-orang berisik," ketus Ryanne. Alisnya sedikit tertekuk.
"Percayalah, aku juga nggak suka orang-orang berisik. Tapi kadang kau harus membiasakan diri," ujar Mizu yang sama sekali tidak mempan atau bahkan tidak didengar. Ryanne masih menutupi lubang telinganya.
Rumah yang dituju sudah di depan mata. Mereka hanya perlu mendaki bukit kecil untuk sampai. Bangunan itu tidak jauh berbeda dari milik penduduk lain. Mungkin hanya sedikit lebih besar karena semula dibangun untuk ditinggali oleh tiga sampai lima orang.
Kayu yang dipakai untuk membangun rumah itu masih terlihat kokoh. Dindingnya berwarna kuning pucat; cokelat tua untuk tiang-tiang, bingkai jendela, dan bingkai pintu. Atapnya berbentuk segitiga pada umumnya; masih terbuat dari kayu yang sama, hanya ditutupi oleh berlembar-lembar daun lebar yang senada dengan langit malam.
Kadang kali Mizu akan teringat masa-masa saat daun-daun yang menutupi atap mereka itu masih segar. Daun-daun itu diambil dari hutan nyth, semula berwarna biru cerah. Mizu pernah mengatai warnanya jelek karena tidak cocok dengan warna dinding kayu yang dipakai. Sekarang daun-daun itu sudah berubah gelap termakan usia.
Tinggal lima langkah menuju pintu depan, orang-orang di dalam mulai ricuh. Makin rapat Ryanne menutup telinganya. Adu mulut yang sedang berlangsung terdengar jelas begitu mereka tiba di selasar.
Mizu tidak langsung membuka pintunya dan masuk. Remaja laki-laki itu menoleh pada Ryanne, katanya, "Turunkan tanganmu." Setelah adu tatap yang cukup lama, akhirnya Ryanne menurut meski ogah-ogahan. "Nah, begitu dong."
Napas lega keluar dari mulut Mizu. Berapa bersyukurnya dia mendapati Ryanne tidak bandel ataupun keras kepala seperti Elrit. Saking leganya, Mizu tidak menggubris kericuhan di dalam. Dengan enteng dia membuka pintu, lantas melangkah masuk sambil berucap, "Aku pulang---"
"Menjauh dari dapur, Elrit!"
"Aku hanya ingin membantu! Kau terlalu lamban!"
"Agh! Nggak bisakah kau sabar sedikit!?"
"Hei---aku sudah menahan lapar dari satu jam yang lalu!"
Pletak!
Sebuah sendok sup kayu melayang ke pintu depan, beradu dengan kening Mizu sebelum jatuh ke lantai. Remaja laki-laki itu bergeming; gadis kecil di sampingnya menatap sambil menganga.
Mendadak api kompor yang digunakan untuk memasak sup berkobar, padahal tidak ada yang sedang menyentuh kompor. Elrit dan gadis di sampingnya menelan saliva dengan kasar, lantas patah-patah menoleh ke pintu depan. Habis sudah, pikir keduanya kompak.
To be continued ....
Glossaries
• Nyth : Hewan magis dengan kekuatan elemen
• Tycal : Ras yang mendominasi dunia itu
××
Clou's corner:
Helaw, akhirnya apdet lagi, hehe. Aku lagi fokus sama lapak sebelah (ET #1) yang sebentar lagi tamat ( ╹▽╹ )
See you all next month!
24-06-2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro