Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Capek

HAPPY READING!

Hara melotot tiba-tiba padahal dirinya sedang mendengarkan penjelasan dosennya. Dia baru ingat kalau belum memberikan uang sama sekali ke tukang ojek tersebut.

"Lo kenapa Ra?" tanya temannya dengan berbisik terganggu dengan gerak-gerik Hara yang mengusiknya.

"Enggak apa-apa. Gue pengen ke toilet aja," ujar Hara sembari menatap ke depan takut ketahuan dosen kalau dirinya berbicara sendiri.

Namanya saja kuliah dosen hanya mangap sebentar, melemparkan tugas dan selesai. Mahasiswa menangis dosen tersenyum manis.

Hara keluar dari kelas setelah kuliahnya sudah usai merentangkan tangannya ke atas melepaskan semua rasa lelah yang ada pada  dirinya. Terlalu lelah sampai tangan Hara memegang tangan seseorang di belakangnya.

Perempuan itu terkejut sampai dirinya tidak siap dan terjungkal ke belakang. Kalau di sebuah film-film seseorang di belakangnya akan menopang tubuh Hara dan saling bertatapan sepersekian detik.

Namanya saja dunia nyata pantat Hara mendarat sempurna di lantai menimbulkan dentuman keras yang membuat perempuan itu mengaduh kesakitan.

Mata Hara tertuju kepada sosok jangkung yang berdiri di depannya. Sosok yang membuat dirinya mengaduh kesakitan.

Ada sih, adegan tatap-tatapannya. Namun, masa Hara jadi terlihat mengenaskan dengan wajah menahan sakit sementara laki-laki tersebut tersenyum miring.

Seorang laki-laki menembus keramaian dan langsung membantu Hara untuk berdiri dengan agak kesusahan.

"Ayo, Ra berdiri. Kita ke UKS," ajak laki-laki berambut cepak sembari menopang tubuh Hara.

"Siapa yang suruh Hara pergi?" tanya laki-laki berkacamata itu dengan berkacak pinggang menatap Hara dan laki-laki yang masih memegang lengan Hara.

"Heh. Gue jatuh gara-gara lo. Bisa-bisanya lo masih bilang gue enggak boleh per– aww." Hara berdesis di akhir semakin dia bergerak rasa sakit semakin menjalar.

"Rahasia lo gue yang pegang kalau lo masih mau pergi. Silahkan," ujar Galang dengan nada mengancam membuat Hara ingin berteriak sekeras-kerasnya. Dirinya sangat kesal dan ingin menghajar laki-laki itu di tempat kalau bukan karena dia sedang sakit dan dirinya tidak sedang berada di kampus Hara yakin dirinya bisa membunuh anak teman mamanya itu.

"Ju, lo pergi aja. Gue ada urusan sama dia." Hara melepaskan tangan yang bertengger di lengannya dan berjalan mendekati Galang yang tersenyum miring.

Hara mengikuti Galang yang sudah berjalan dengan agak tertatih-tatih sembari menahan rasa sakit yang masih menjalar.

Juan, laki-laki itu hanya bisa diam di tempat karena Hara sudah memintanya untuk tidak membantunya lagi setelah kepergian kedua orang tersebut kumpulan mahasiswa yang melihat langsung membubarkan diri kecuali Juan yang masih merasa sedih karena Hara diperlakukan seperti itu oleh kakak kelasnya.

Hara sendiri malah takut sendiri kalau dirinya tidak diobati dan berakhir diamputasi. Ya, semoga saja itu hanya bayangan Hara yang liar.

"Gue baru tau selain lo nyebelin ternyata lo jahat juga, ya?" Hara mulai berkomentar sementara Galang melirik ke arah Hara yang terus meringis.

"Memang. Lo juga perlu tau kalau gue orangnya dendaman. Jadi, selamat lo adalah target pertama orang yang bakal gue siksa dalam jangka waktu lama." Galang berujar dengan pedas membuat Hara mengepalkan tangannya dengan emosi.

Hara mendengus dan berjalan dengan cepat mengabaikan rasa sakit yang semakin menjalar dan membuka pintu mobil Galang. Mereka sudah sampai di parkiran mobil.

"Siapa yang minta lo buat masuk?" tanya Galang dengan segit membuat tangan Hara turun tidak berani lagi menyentuhnya.

Galang membuka pintu yang tadi diraih oleh Hara dan mencari sebuah bantal yang ada di sana meletakkannya dan mengisyaratkan dengan mata untuk meminta Hara masuk ke dalam.

Hara dengan patuh masuk dan duduk di dalamnya. Bantal yang empuk membuat rasa sakitnya cukup berkurang setelahnya Galang menutup pintu Hara dan berjalan sembari berlari kecil untuk ke kursi sopir.

Tanpa banyak bicara, Galang menjalankan mobilnya entah ke arah mana. Hara sendiri menatap ke sekitar sambil sesekali mendumel dan meringis kesakitan.

Sekitar lima belas menit akhirnya mobil berwarna hitam itu berhenti di sebuah parkiran. Hara celingak-celinguk kebingungan sendiri dan akhirnya memberanikan turun dari mobil karena Galang pergi meninggalkannya.

Hara menatap ke arah bawah dan dengan perlahan mulai menapakan kakinya ke lantai agak susah payah karena masih merasakan sakit yang luar biasa.

"Siapa yang suruh turun. Diem di situ." Suara Galang yang mendominasi membuat Hara menatap laki-laki yang sedang mendorong kursi roda itu dengan kebingungan.

Tanpa basa-basi Galang meletakan bantal yang lain di kursi tersebut dan menggendong Hara dengan mudahnya, meletakan perempuan itu di kursi roda dan menutup pintu mobil, menguncinya dan mendorong kursi roda dengan perlahan.

"Ini mau ngapain? Pakai kursi roda segala." Hara berkomentar namun, Galang tidak memberikan jawaban apapun.

"Lang." Hara mulai memanggil lagi dan masih tidak mendapatkan jawaban.

"Kak Galang." Hara mendongakkan kepalanya menatap Galang yang menatap lurus ke jalanan.

"Galon."

"Kakk."

"Apa?" jawab laki-laki itu akhirnya setelah berbagai panggilan yang Hara berikan.

Hara bertanya kembali sementara Galang hanya menghela napas, lelah dengan tingkah laku Hara yang menurutnya terlalu banyak bergerak.

"Periksa tubuh lo. Masih sakit, kan? Kalau sampai kenapa-kenapa nanti gue yang disalahin." Galang berhenti mendorong kursi roda Hara dan berdiri di depan meja reseptionis.

"Memang salah lo." Hara mulai berkomentar sementara tangan Galang memukul lengan Hara pelan, seolah memperingatkan bahwa Hara harus menjaga mulutnya sendiri.

Hara mencibir sembari memaju-majukan bibirnya dan mendengus kesal. Emosi sendiri dengan Galang yang seperti tidak niat untuk. membantunya.

"Ikut petugasnya, awas aja kalau bandel." Galang menoyor kepala Hara dan melambaikan tangannya setelah kursi roda yang diduduki Hara di dorong oleh petugas yang dipanggil oleh pegawai resepsionis.

Setelah kepergian Hara, Galang langsung duduk di meja terdekat dan mulai mengeluarkan ponselnya. Mengecek jadwal dan tugas yang akan dia selesaikan nanti. Sembari menunggu Galang membuka catatan yang berada di ponselnya mulai mempelajari cita-cita rahasianya.

"Kok, bisa orang-orang bikin kayak gini gampang banget?" Galang bermonolog lalu mengusap wajahnya kasar.

Galang berharap ada seseorang yang bisa membantunya untuk membuat cita-citanya menjadi kenyataan tanpa harus mendengar kata "sayang banget kamu punya keinginaan kayak gitu. Padahal, kan nilaimu tinggi banget." Intinya hal yang semacam itu. Hal-hal yang membuat dirinya lelah sendiri bukan termotivasi malah menambah sakit hati.

"Ya, gue berharap suatu saat ada orang yang bisa bikin gue enggak pusing kayak gini lagi." Galang bermonolog lalu mematikan layar ponselnya menatap ke langit-langit atap sembari menerawang pikirannya larut dengan bayangan ayahnya yang selalu menghantuinya.

Ayahnya yang menuntut dirinya untuk menjadi penerus dari bisnis keluarga padahal Galang sama sekali tidak berminat. Apa yang harus Galang lakukan sekarang?

***

Lanjut? Yes or No?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro