3 - Plaster luka
HAPPY READING!
"Ini Galang. Kakak tingkatnya Hara, kan ya. Lang, kamu semester tiga, kan?" tanya Mamanya memastikan sementara Galang mengangguk mengiyakan.
Hara dalam batinnya berteriak "Udah tau, itu kating rese yang bikin kaki Hara sakit kemarin-kemarin !"
"Duduk dulu sini biar enak ngobrolnya," ujar Dania meminta kedua tamunya untuk duduk dan memesan makanan.
Posisi duduknya Galang dan Hara berada berseberangan. Membuat Hara menatap Galang tidak suka sementara manusia di seberangnya itu terus tersenyum sinis, seolah mengejek.
"Satu kampus, kan ya? Pas banget. Tuh, Ra kamu tanya-tanya sama Kak Galang buku referensi yang ada di semester tiga," ujar Mamanya sambil menyikut lengan Hara.
"Ya, enggak bisa gitu, Ma," protes Hara yang langsung mendapat cubitan kecil di pinggangnya. Akhirnya Hara menutup mulutnya rapat-rapat. Hara mengelus bekas cubitan mamanya melihat Galang terlihat menahan tawanya, membuat wajah Hara tambah terlipat-lipat.
"Oh, iya Lang. Jagain itu Haranya jangan belajar terus. Pusing Mama lihat kamu belajar enggak kenal waktu begitu," ujar Rista, Mama Galang terlihat lelah berbicara hal yang sama setiap waktu.
"Iya, Ma. Galang jagain. Malah aku enggak tau ada adik tingkatku yang ternyata mamanya kenalan Mama." Galang terlihat merendahkan bicaranya seolah-olah sopan meskipun matanya menatap ke arah Hara yang sudah kesal.
Hara makin jengkel ketika melihat Galang memberikan senyum yang sama lagi, senyum yang lebih mirip seringai. Mereka berbincang bahkan sampai makanannya habis dan Hara lebih banyak diam dan menikmati makanannya sendiri pembicaraan yang menyakiti hatinya, harusnya Hara terbiasa karena setiap Mamanya bertemu dengan kenalannya tidak ada pencapaian ataupun hal positif dalam dirinya yang dibicarakan selalu berbicara Hara yang malas belajar, tidak pernah mendapatkan nilai bagus, tidak pernah menurut dan berbagai hal yang sama terus berulang.
Hara menekan telinganya yang panas mendengar sindiran panas dari Mamanya. Entah kenapa hatinya selalu sakit setiap mendengar ucapan itu dari mamanya sendiri. Memang sih dirinya tidak pernah membanggakan tapi, apa harus begitu juga ?
"Iya, anak ini enggak pernah belajar. Suka heran juga susah banget di bilangin. Padahal udah besar harusnya bisa mandiri." Makanan yang harusnya nikmat harus menjadi hambar karena perkataan yang terus mengarah kepadanya.
Galang melirik ke arah Hara yang diam. Padahal selama dirinya melihat wanita itu di kampus suaranya selalu keras dan tidak pernah diam bahkan selalu mengomel dan tertawa.
Galang buru-buru menghabiskan makannya dan berdehem membuat tiga pasang mata menatap ke arahnya, mungkin hanya dua karena Hara hanya melirik sambil memotong makannya yang tinggal sedikit.
"Saya sudah selesai makan, Tan. Rencana mau mengajak ngobrol adik tingkat saya ini. Biar lebih akrab," ujar Galang sembari menunjuk Hara yang sekarang mendongak.
Hara menatap ke arahnya dan menaikkan satu alisnya, mau membuat masalah apa lagi laki-laki itu. Mendengar itu, senyum mamanya muncul. Senyum yang tidak pernah dia berikan ke anaknya sendiri. "Iya, boleh kok. Tunggu Hara habisin makanannya, ya. Habis itu kalian bisa pergi biar tante sama mama kamu berdua di sini."
Galang tersenyum sopan dan menatap ke arah Hara yang masih mengunyah makanannya dengan perlahan. Galang berusaha memberikan kode, meminta Hara untuk menyelesaikan makannya dengan cepat.
Hara menaikan alisnya tidak suka. Dirinya tidak suka diperintah apalagi oleh manusia jadi-jadian seperti Galang. Galang berdecak walaupun akhirnya laki-laki dengan setelan kemeja hitam dan celana panjang jeans tetap menunggu Hara menyelesaikan makanannya hingga habis.
Hara berdiri lalu meminta Galang untuk ikut berdiri dengan cepat mereka berpamitan dan pergi dari sana. Setelahnya Hara meminta penjelasan kepada Galang.
"Lo ngapain ngajak gue keluar dari sini ?" tanya Hara sembari setengah berjalan cepat di sebelah Galang yang berjalan dengan santai. Perbedaan panjang kaki mereka membuat Hara harus berjalan dengan tenaga yang banyak.
"Gue tau lo enggak nyaman. Lagi pula gue juga enggak mau dengerin omongan dua ibu-ibu enggak jelas, itu." Galang berbicara lalu menekan kunci mobilnya agar pintunya terbuka meminta Hara untuk masuk ke dalam.
"Halah, sok-sokan banget. Lo aja dipuji-puji di setiap pembicaraan mereka. Masih bilang enggak mau dengerin. Sombong banget." Hara mendumel kesal.
"Gue bisa buka pintu sendiri," lanjut Hara sambil merebut gagang pintu mobil yang hendak dibukakan oleh Galang.
Laki-laki itu menghela napas dan pergi ke sisi satunya membuka pintu untuk dirinya sendiri dan masuk ke dalamnya. Melirik Hara yang mendumel kesal saat dirinya sudah menggunakan sabuk pengaman.
"Sabuknya dipakai kalau lo enggak pakai nanti gue, loh yang pakein," ujar Galang sembari menatap Hara dengan alisnya yang naik satu membuat Hara melotot dan buru-buru menarik sabuk pengaman dan mengunci di tempatnya.
Galang terkikik geli melihat wajah Hara yang terlihat panik karena ucapannya. Padahal dirinya hanya bercanda.
"Kita mau kemana?" tanya Galang setelah dirinya menjalankan mobilnya keluar dari parkiran restoran bintang lima tersebut.
"Terserah, lo yang ngajak gue kenapa harus gue yang nentuin pergi kemana, nya?" jawab Hara dengan ketus membuat Galang ikutan kesal. Akhirnya dirinya memutuskan untuk berhenti di salah satu cafe yang menjual aneka pencuci mulut yang mungkin Hara suka.
Hara menatap ke arah jendela dan langsung bertanya ke Galang. "Makan lagi? Enggak kenyang perut lo?"
Galang tidak menjawab dirinya meminta Hara untuk turun dari mobil dan masuk ke dalam cafe. Galang memesan dua minuman di sana minuman non kafein dengan es yang sedikit.
"Lo bahkan enggak nyuruh gue pesen. Gimana kalau ternyata pesenan lo enggak sesuai sama yang gue mau?" tanya Hara memprotes ketika laki-laki itu membayar dua minuman yang dia pesan.
"Ya, lo enggak usah minum." Galang menjawabnya dengan enteng membuat Hara menatap laki-laki tersebut kesal.
Mereka duduk di bangku yang disediakan, duduk berhadapan dan Hara langsung mengeluarkan ponselnya larut dalam dunianya di sana.
"Gue orang di sini. Kenapa lo malah main ponsel sendiri." Galang memprotes, dia tidak suka ada orang yang begitu tidak hormat kepadanya. Laki-laki itu menatap Hara dengan tajam, seolah memerintah perempuan itu untuk mematikan ponselnya.
"Terus gue harus ngomong apa? Males juga." Hara yang mengerti akhirnya mematikan ponselnya dan menatap Galang yang sedari tadi melihat ke arahnya, bola mata mereka bertemu dan Galang buru-buru mengalihkan pandangannya.
Kini pandangannya tertuju pada salah satu tangan Hara yang tertutupi plaster. Setiap saat dirinya melihat plester tersebut menempel erat pada kulitnya.
"Tangan lo kenapa?" tanya Galang yang terus menatap plaster berwarna kecokelatan itu. Dari besar plasternya Galang yakin kalau plaster itu menutupi luka yang besar karena hampir seluruh punggung tangan perempuan itu ditutupi oleh plaster tersebut.
"Aa– ini–"
***
Lanjut? Yes or No?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro