Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(3/8) Paman Scarecrow dan Tuan Kelinci

Selepas bersih-bersih dan mandi, kesembilan remaja ditemani seorang pria dewasa yang sedang berlibur itu sudah bersiap di ruang pertemuan rumah kue, tempat mereka menyantap hidangan sebelumnya.

Mereka rata-rata memakai kaus, celana jin, dan jaket karena sudah memasuki akhir Oktober yang dingin.

Begitu Jean menghitung kehadiran semua orang, ia pun mengajak semua keluar dari rumah kue.

Hari itu telah menjelang sore, tapi langit terus mendung seperti akan hujan. Angin pun bertiup dingin membelai bagian tubuh yang tidak tertutup kain. Seharusnya di musim gugur seperti itu, daun-daun sudah mulai rontok, tapi daun pada pohon-pohon di pulau tersebut tetap lebat.

Rumah kue yang terletak di tengah-tengah pulau dilewati banyak jalan setapak ke berbagai arah. Terdapat papan petunjuk arah ke setiap jalan setapak.

Jean melihat selebaran peta pulau yang sebelumnya diberikan oleh Jack. Ia lalu mengajak yang lain untuk pergi ke perkebunan terlebih dulu karena lebih dekat. Perkebunan itu terletak di tenggara.

Jalan setapak menuju perkebunan lebih pendek dibanding jalan setapak yang mengarah ke pelabuhan di selatan. Jalannya berakhir di sebuah gerbang besi hitam dengan bagian atas melengkung. Terdapat papan kayu bertuliskan:

'Jangan tertinggal atau kau akan dimakan oleh kebunku.'

"Selamat datang, Tunas-Tunas Manis."

Sebuah suara dari belakang rombongan mengagetkan remaja-remaja itu.

Di belakang mereka tampak seorang laki-laki setinggi Jack. Kepalanya ditutupi karung goni yang bagian mata dan lubang hidungnya dibolongi. Ia memakai topi jerami berpinggiran lebar sehingga kepalanya tertutup bayang-bayang gelap. Kemejanya kotak-kotak berwarna kuning pucat dengan ditutupi overall jin. Di setiap sisi tubuhnya—dari leher hingga ke kaki—tertutupi jerami.

"Aaackk!"

Si kembar Ronaldo-Rolando yang berada paling dekat dengan laki-laki berpenampilan aneh itu berteriak kaget. Mereka berdua segera bersembunyi ke belakang Jean.

"Oh, jangan takut seperti itu, Tunas Manis. Perkenalkan, aku adalah Paman Scarecrow, pemilik dari kebun di pulau. Kalian mau masuk?"

Suara Paman Scarecrow terdengar seperti laki-laki dewasa yang ramah.

"Tentu!" sahut Jean dan Summer bersamaan. Tampaknya dari semua peserta liburan tersebut, mereka berdualah yang paling antusias.

Paman Scarecrow membuka pintu gerbang yang berderit menyakitkan telinga.

"Ah." Tiba-tiba Paman Scarecrow menoleh ke tamu-tamunya. Tangannya menunjuk ke atas. "Kalian sudah membaca peringatannya, kan? Jangan tersesat, ya. Sekarang sering hujan, merepotkan kalau aku harus membawa tulang-tulang kalian keluar dari kebun."

Sebagian besar remaja itu berpikir kalau peringatan tersebut terlalu dibuat-buat. Siapa yang akan tersesat dalam kebun di pulau kecil itu?

Saat mereka masuk melewati gerbang, pohon-pohon jagung yang tumbuh tinggi menyambut sejauh mata memandang, lebih tinggi dari yang tertinggi di kelompok mereka. Mereka mengikuti Paman Scarecrow di belakang selama beberapa saat, tapi tidak kunjung keluar dari kebun jagung. Seolah kebun itu berada di tempat yang lebih luas dari pulau.

"Aku tidak tahan lagi. Sampai kapan kita berjalan?!" keluh Bella.

"Sebentar lagi. Percayalah padaku," jawab Paman Scarecrow sambil menoleh. Dari matanya, ia seperti sedang tersenyum. Namun, ada aura menakutkan yang terpancar darinya.

Benar saja. Lima menit kemudian, Paman Scarecrow menyibak satu tanaman jagung dan tampak sebuah pondok kayu sederhana yang berada di tanah lapang.

Setelah semua tamu pulau keluar dari ladang jagung yang memuakkan, mereka yang terengah-engah pun mengambil napas. Sebagian terduduk begitu saja. Mereka sangat letih, seperti sudah berjalan berjam-jam lamanya.

Jean menoleh ke belakang. Ia terkejut melihat betapa luasnya ladang jagung tersebut. Bahkan ujungnya tidak terlihat.

"Kemarilah!" panggil Paman Scarecrow yang sudah berada di depan kabin.

Ada sebuah kursi memanjang di samping kabin yang menghadap ke sebuah meja di dekat Paman Scarecrow.

Dengan setengah menggerutu, remaja-remaja itu mendekati si lelaki yang tubuhnya dipenuhi jerami tersebut. Mereka segera menaruh pantat di atas kursi panjang dan bersandar ke dinding kabin.

Paman Scarecrow menyodorkan segelas cangkir kayu mengepul yang diambilnya dari atas meja pada tiap remaja di sana.

"Itu adalah minuman penambah energi. Resep rahasia Paman. Tenaga kalian akan kembali dengan cepat."

Karena sangat haus setelah perjalanan yang terasa panjang, para tamu di pulau tersebut tanpa ragu menegak minuman berwarna coklat dalam cangkir kayu. Minuman itu terasa hangat, kental, manis, dan menyegarkan di saat yang bersamaan.

"Wah! Apa ini? Aku belum pernah minum yang seperti ini sebelumnya!" seru Ronaldo.

"Enak sekali, Paman! Terima kasih!" puji Summer.

"Wah, gila! Kata-kata paman aneh itu benar. Rasa letih dan pegal di kakiku menghilang!" seru Caroline.

Mereka menghabiskan minuman di gelas tanpa sisa.

"Apakah masih ada lagi?" tanya Ronaldo.

"Sayang sekali. Aku membuatnya terbatas. Lagipula jika dikonsumsi berlebihan, akan menghilangkan kenikmatan suatu hidangan," jawab Paman Scarecrow. Ia beranjak dari sana dengan tangan memanggil tamu-tamunya. "Jika sudah beristirahat, kemarilah."

Jean dan teman-temannya mengikuti Paman Scarecrow ke balik kabin. Ternyata di seberang ladang jagung, terdapat kebun buah dan sayuran lainnya. Mungkin karena sebelumnya mereka terlalu lelah, mereka tidak sadar ada kebun lain di arah yang berseberangan.

"Paman ingin meminta tolong mengumpulkan buah dan sayuran tambahan untuk hidangan nanti malam."

"Hah?! Kami disuruh berkebun?" cetus Rolando. Ia tampak tidak suka dengan hal itu.

"Hei, ini seru, tahu! Kapan lagi kita akan berkebun?" sahut Summer.

"Tidak! Aku tidak mau! Nanti kukuku rusak! Aku baru dari salon kuku sebelum kemari!" gerutu Bella sambil memamerkan kuku-kukunya yang panjang dan terawat.

Jean merasa Bella menjadi semakin menyebalkan semenjak mereka datang ke pulau.

"Maaf, aku jijik pada cacing," tolak Ethan.

Paman Scarecrow tertawa ramah. "Tidak apa-apa. Bagi yang tidak mau bisa beristirahat di sana," tunjuknya pada kursi panjang lain di dekat kabin, berbeda dari kursi panjang sebelumnya.

Lantas Rolando, Bella, dan Ethan berjalan keluar dari kerumunan lalu duduk malas, bersandar di dinding kabin.

Paman Scarecrow membagi-bagikan sarung tangan pada para remaja yang bersedia membantunya.

Mereka pun masuk ke dalam kebun.

Kebun yang terdiri dari beragam buah dan sayuran itu tidaklah seluas dan serapat ladang jagung yang menyesakkan. Lebih seperti agrowisata yang tertata rapi.

Paman Scarecrow menjelaskan tentang tiap tumbuhan di sana, mengajarkan cara menanam hingga cara memetiknya, lalu mengarahkan masing-masing dari mereka untuk mencoba memanen sendiri. Ia juga menjelaskan kalau kebun miliknya spesial sehingga tiap tanaman dapat tumbuh tanpa mengenal musim.

Akan tetapi, yang ada di pikiran remaja di sana adalah: "Mereka sungguh totalitas dalam menjamu tamu sampai mendatangkan berbagai tanaman di luar musimnya."

"Woah! Lihat stroberi ini!" seru Ronaldo sambil memandangi stroberi di kedua tangannya. Ia tampak lebih tertarik pada buah-buah di sana dibanding pengalaman memetiknya.

"Makanlah jika kau mau," ucap Paman Scarecrow, lalu mempersilakan yang lain jika ingin memakan yang mereka petik.

"Benarkah?" Mata Ronaldo tampak bersinar. Tanpa menunggu jawaban, ia segera menyantap stroberi-stroberi manis itu.

Paman Scarecrow mengangkat sekeranjang besar kentang ke dalam gerobak. "Sepertinya sudah cukup bahan tambahan untuk hidangan nanti malam," ucapnya.

"Aku tidak menyangka berkebun menyenangkan juga," komentar Jean sambil melepas sarung tangannya.

"Yah, ini cukup seru," timpal Caroline sambil mengupas sebuah jeruk.

Paman Scarecrow mengeluarkan beberapa gelang rajut berwarna hijau tua dari saku overall-nya. Ia membagikan gelang-gelang tersebut pada tamu di hadapannya.

"Ini adalah hadiah dariku untuk tunas-tunas manis yang membantuku. Jangan lepaskan gelang itu selama kalian berada di pulau ini. Kalian akan mendapatkan satu bantuan nanti," ucap Paman Scarecrow.

Jean dan teman-temannya hanya mengangguk mendengar ucapan tersebut.

Paman Scarecrow lalu mengajak mereka untuk menjemput ketiga remaja lain yang tidak ikut berkebun. Setelahnya, ia memimpin jalan untuk keluar dari kebun. Entah mengapa perjalanan pulang terasa sangat singkat. Rasanya tidak sampai lima belas menit mereka sudah keluar dari ladang jagung dan tiba di gerbang besi hitam, pintu masuk kebun.

Begitu mendekati gerbang kebun, langit menjadi gelap dengan cepat, seolah mereka baru berpindah dari dunia lain yang langitnya masih sore dan kembali ke pulau yang sudah masuk waktu malam.

"Wah. Tidak terasa sudah malam. Kalian kembalilah duluan ke rumah kue. Aku akan menemui Madam Gretel di Peternakan Kakek Wendigo," kata Paman Scarecrow.

Para peserta liburan itu pun berjalan kembali ke rumah kue diiringi lambaian tangan Paman Scarecrow. Beruntung sepanjang jalan setapak dipenuhi lampu-lampu kecil sehingga jalanan tidaklah gelap total.

Tidak butuh waktu lama untuk mereka kembali ke rumah kue. Di halaman berumput dekat rumah, sudah tersebar hiasan; mulai dari patung berbagai macam monster, kerangka manusia, kain-kain bernoda merah, jaring laba-laba dari tali, hingga lampion-lampion berbentuk kepala labu seperti kepala Jack.

Terdapat meja-meja kayu di halaman yang di atasnya sudah dipenuhi banyak makanan dan diterangi lilin-lilin merah. Sebagian makanan yang disajikan seperti hidangan pada umumnya, tapi sebagian lain dibentuk menyeramkan. Ada jelly berbentuk mata, kue keik berbentuk potongan tangan yang dilumuri saus raspberry, sampai biskuit dengan hiasan coklat laba-laba di atasnya. Bahkan ada mangkuk besar berisi cairan hijau bertuliskan 'darah monster'.

Hanya ada Jack di sana. Ia segera menyambut tamu pulaunya. Suaranya terdengar serius.

"Selamat datang di perjamuan malam. Perjamuan yang membuat kalian saling memakan satu sama lain dan menyisakan yang kuat sebagai pemenang. Ini adalah malam khusus sebelum malam Halloween yang suci, di mana segala kegelapan diri kalian akan dikorek mulai detik ini." Sedetik kemudian suara Jack berubah jenaka kembali sembari mengangkat sebuah gelas kayu. "Ayo bersenang-senang!"

Teriakan Jack disambut seruan para remaja yang senang berpesta itu. Mereka lebih dulu menikmati hidangan di atas meja. Beberapa mengambil alat musik yang tersedia di sana, menambah semarak suasana dengan konser kecil dadakan.

Meski ada saja perusak suasana pesta seperti Ronaldo dengan stand-up comedy-nya yang tidak lucu sama sekali atau Summer yang bercerita seram di tengah hiasan bernuansa horor. Mereka berdua segera disuruh menjauh dari mikrofon. Namun, justru kekacauan yang dilakukan keduanya menambah keseruan tersendiri.

Terkadang Madam Gretel akan datang mengisi ulang hidangan di atas meja sehingga mereka tidak kehabisan makanan.

Karena suasana pesta, Ronaldo bahkan sempat mengajak Madam Gretel berdansa dan langsung disambut dengan jitakan di kepalanya disertai tawa rekan-rekannya.

Tepat jam sepuluh malam, muncul penghuni pulau lainnya yang diperkenalkan Jack.

"Malam ini kita akan ditemani Tuan Kelinci."

Jangan membayangkan kelinci imut seperti di film kartun Alice in Wonderland. Yang tampil adalah pria gendut pendek dengan baju tuksedo merah. Meski tergolong pendek di antara penduduk pulau yang terlihat, tingginya setara dengan para tamu remaja. Ia memakai sarung tangan tebal berbentuk kaki kelinci. Topeng kelinci berkepala penuh yang dipakainya adalah topeng paling aneh yang terlihat di pulau. Topengnya seperti topeng kelinci rusak, satu bagian mata topeng yang terbuat dari kancing nyaris terlepas dan hanya bergantung dengan beberapa utas benang. Bulu-bulu sintetis di topeng tampak kotor dengan noda kecoklatan yang juga tercabik di beberapa bagian.

"Dia lebih mirip seperti penculik anak-anak," bisik Rolando ke kembarannya yang dibalas dengan tawa kecil.

Tuan Kelinci membungkukkan badan dengan tangan menyilang di depan dada.

"Hallo!" sapa Tuan Kelinci. Suaranya terdengar serak, tapi tinggi. "Aku adalah Tuan Kelinci. Maafkan keterlambatanku memperkenalkan diri. Ada banyak yang harus kuurus. Aku adalah pengatur pesta di sini. Kalian suka dengan perjamuan malam yang kubuat?"

Pertanyaannya disambut dengan berbagai jawaban.

"Ya!"

"Tidak buruk."

"Oh, aku suka 'darah monster' itu."

"Patung burung gagaknya keren! Boleh kuminta?"

Tuan Kelinci membungkuk lagi.

"Terima kasih. Terima kasih. Ah, tolong jangan mengambil apa pun, termasuk burung gagak itu atau sang Penyihir akan murka," kata Tuan Kelinci. Ia menepuk sekali tangannya. "Ada yang bersiap untuk permainan di malam hari?"

Pertanyaan itu disambut seruan semangat dari para remaja yang terbiasa aktif di jam orang tidur.

Tuan Kelinci pun mengajak untuk bermain beberapa permainan. Seperti permainan Lingkaran Iblis, di mana peserta saling berebut lingkaran yang makin lama makin berkurang hingga tersisa satu pemain.

Selanjutnya adalah permainan Mangsa-Pemangsa. Pada permainan tersebut peserta diberikan kartu bertuliskan satu peran, antara menjadi 'Mangsa' atau menjadi 'Pemangsa'. Dari sepuluh peserta permainan, ada dua Pemangsa. Mereka pun akan menebak siapa pemangsanya. Peserta dilarang memperlihatkan kartu perannya sebelum gugur. Setiap ronde akan ada satu peserta gugur setelah mendapatkan banyak suara yang menebak dialah si Pemangsa. Apabila sisa Pemangsa setara dengan jumlah Mangsa, maka tim Pemangsa yang menang. Namun, jika semua Pemangsa gugur sebelum itu, maka Mangsa-lah yang akan menang.

Setelah permainan yang menguji pertemanan mereka itu selesai, Tuan Kelinci mengajak untuk bermain permainan selanjutnya.

Permainan Pencarian Marionette. Pada permainan tersebut, satu orang akan menjadi Marionette. Marionette akan ditutup matanya lalu menangkap pemain lain. Setelah menangkap seseorang, ia harus menyebut nama orang tersebut. Jika benar, maka yang ditangkap akan menjadi Marionette selanjutnya. Namun, jika salah, maka peran Marionette tidak berubah sampai ia menebak dengan tepat. Sementara itu, pemain lain hanya bisa berkeliaran sebatas dalam lingkaran dari tali tambang agar Marionette tidak mencari terlalu jauh.

Jack menjadi Marionette pertama. Ia segera menangkap dan menebak Adam.

Adam pun menjadi Marionette yang ditutup matanya. Ia lalu berhasil menebak Caroline dalam tangkapan kedua. Kemudian Caroline dapat menemukan Nora. Nora menjadi Marionette terakhir malam itu karena tidak berhasil menebak dengan tepat sampai akhir.

Permainan dinyatakan berakhir oleh Tuan Kelinci begitu jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Mereka dibimbing oleh Jack untuk kembali ke Rumah Kue.


***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro