4. Masochistic Bilionaire
Alleia sudah berada di istana. Entah kenapa ia menjadi kesal bertemu pria yang terlihat suka menghamburkan uang dengan perhiasan yang melekat dari atas hingga kebawah.
Namun, Alleia sedikit senang melihat ekspresi merona dan terkejut yang hadir di wajah pria tadi. Terlebih raut meringis yang ia pancarkan saat ia mengukir telapak tangan pria tersebut.
Karena bosan dan muak dengan pesta terdapat kumpulan makhluk penjilat munafik. Ia lebih memilih mendatangi ruang penjara yang dijaga oleh beberapa pengawal.
Oh, tentu saja ia telah menyimpan Mahkota ketempat aman. Ia juga meminta waktu sendiri, tidak ditemani Hera.
Namun, Alleia di kejutkan di sel penjara pertama yang ia lalui. Terdapat pria bertopeng burung hantu yang tidak sengaja ia temui tadi malam.
"Siapa dia? Kenapa dia di sini?" tanya Alleia.
Pengawal yang berjaga menjawab. "Ah, apa anda tau pembantaian yang terjadi di kediaman Daphne dan kebakaran besar yang terjadi. Kami menemukan ia tergeletak di dekat tambang mineral kediaman Daphne sebagai tersangka utama pembantaian."
Alleia tertawa kecil. Tentu saja apa yang terjadi adalah kesalahannya sebagai seorang haus darah yang menepati janji. Alleia sedikit kasihan pada pemuda tersebut. Namun, tiba-tiba ide cemerlang hadir di kepala Alleia.
Dengan ringan Alleia membuka pintu penjara dan mendekati pria yang masih pingsan. Tentu saja obat bius yang Alleia luncurkan adalah obat bius kuat yang bisa menidurkan orang selama dua puluh empat jam.
Alleia mengeluarkan obat penawar bius dan mengoleskannya ke hidung pemuda bertopeng burung hantu.
"Apa kamu sudah bangun?"
Pemuda bertopeng menggerang, matanya mulai mengerjap bingung.
"Siapa kamu?"
Alleia tidak menjawab. Malahan ia menatap wajah pria bertopeng. Di lihat dari kulit putih dan mulus juga rahang yang kuat. Ia jadi penasaran, seberapa tampan wajah di balik topeng tersebut.
"Aku Alleia."
Alleia lebih memilih untuk tidak mengungkapkan identitas asli yang ia miliki. Lagipula nanti pria ini akan tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
"Kenapa aku ada di sini?"
Alleia mencoba menahan tawa. Entah kenapa pria dihadapannya tersebut berbicara dengan suara rendah mempesona. Memancarkan aura misterius yang kuat. Namun, menurut Alleia dia bodoh karena tidak bisa menyadari apa yang tengah terjadi.
"Kamu dianggap sebagai pelaku utama yang menghancurkan dan membantai kediaman Daphne."
Pria misterius dihadapan Alleia tampak bingung dan tidak terima. "Bukan aku pelakunya."
"Aku tidak tahu itu benar atau tidak."
Alleia berbohong, nampaknya akan seru untuk mempermainkan pria bertopeng misterius ini.
"Aku akan pergi."
Dengan sempoyongan pria bertopeng bangkit. Namun, penjaga kerajaan menahannya untuk keluar. Alleia sudah tahu kalau pria bertopeng burung hantu ini bukanlah orang biasa. Karena dengan mudah ia bisa mengalahkan penjaga sel penjara.
"Kamu tidak bisa pergi," ujar Alleia menarik jubah pria yang hendak kabur.
Pria bertopeng terlihat diam dan mengerutkan dahi. Bahkan dalam pikirannya yang paling dalam ia tidak pernah mengenal gadis yang tengah menahannya saat ini.
Cup
Alleia mengecup pipi pemuda bertopeng sembari berbisik. "Kamu sudah menjadi milikku."
Pemuda itu terlihat kesal namun juga merona. Tanpa basa-basi ia lantas pergi, kabur dari sel penjara.
Alleia tertawa kecil sembari bersender pada sel penjara. "Imutnya, coba kita lihat. Seberapa jauh kamu bisa pergi."
Sedangkan pria bertopeng burung hantu dengan wajah masih memerah berlari, menyusup ke luar istana.
"Siapa dia?"
Entah kenapa otaknya seperti rusak. Bahkan seumur hidup tidak pernah ada yang pernah berani mendekati dirinya. Terlebih sampai mengecup pipinya secara sembarang.
"Sepertinya aku sakit. Aku harus istirahat." Itu yang dia katakan, sebelum akhirnya memilih pergi mencari penginapan.
.
.
.
"Tuan, anda dipanggil ke istana."
Seorang pelayan butler memberitahu pria dengan pakaian mewah juga perhiasan yang melekat dari ujung kepala hingga kaki.
"Ada apa?"
Dengan resah pria kaya raya, bahkan seorang milyuner tahun ini meminum teh dengan gelisah.
"Saya tidak tahu, Tuan. Ini perintah, Yang Mulia Ratu."
Milyuner kaya raya yang tengah terduduk di kursi emas menghela nafas, mengusap wajah kasar.
Padahal sudah tiga hari berlalu dan ia pikir kejadian kemarin sudah di lupakan oleh Ratu yang tidak sengaja ia usik. Sungguh, yang patut di salahkah dalam perkara ini adalah sifat arogan nya yang sulit untuk menghormati orang lain.
Apa yang akan Ratu lakukan?
Dia tidak bisa berpikir jernih. Sembari menatap telapak tangannya yang sudah mulai sembuh. Namun, lihat saja. Ukiran yang Ratu sadis itu torehkan masih berbekas, seakan memberi tanda akan sesuatu.
"Oh, sial."
Pria arogan, sombong dan pelitnya selangit itu mengumpat. Seperti ukiran luka yang di torehkan masih membekas. Begitupula dengan perasaan berdebar setiap memikirkan wajah cantik Sang Ratu.
Dan bisikan lembut, namun menggoda penuh rasa tinggi percaya diri.
"Mine."
Demi seluruh hartanya yang lebih banyak dibandingkan harta kerajaan atau sang ratu. Dia sangat sial harus masuk dalam pesona mematikan tersebut. Nafasnya bahkan terasa tertahan setiap mengulangi memori bisikan nya.
"Mine."
Oke, stop! Yang terpenting sekarang dia harus menghadap ratu dahulu sebelum menyelesaikan pemikiran gila dan perasaan aneh yang tidak bisa ia ungkapkan tersebut.
"Baiklah, mari kita pergi."
Milyuner dengan beberapa pelayan memasuki kereta kuda mewah menuju istana. Di perjalanan, mereka tidak sengaja berpapasan dengan rombongan dengan bendera Xantus yang juga bertujuan menuju istana.
"Bukankah utusan Xantus baru saja pergi tiga hari yang lalu?" Milyuner mengernyit heran.
"Ah, tidakkah anda tahu desas-desus di antara bangsawan, Tuan?" Pelayan berkata spontan.
"Memangnya apa?"
"Desas-desus mengatakan. Kalau Yang Mulia tengah mengumpulkan pria-pria tampan untuk dijadikan selir. Dan Xantus secara resmi menawarkan selir pada, Yang Mulia Ratu."
Milyuner terdiam mendengar jawaban pelayan. Lantas tiba-tiba pemikiran aneh terlintas di pikirannya.
"Apa Yang Mulia, menginginkan aku sebagai salah satu selirnya?"
Tidak, tidak itu tidak mungkin. Walaupun benar, mana mungkin ia mau jadi pria simpanan Ratu. Itu menjijikkan. Tapi,
"Mine."
Milyuner kembali menunduk dengan detak jantung yang melaju lebih cepat dari biasanya.
Mengapa Ratu begitu menggoda?
.
.
.
Di dalam kereta utusan Xantus. Seorang pria berkulit putih pucat dengan iris mata emas menatap kosong jendela.
Seluruh tubuh pria kekar di ikat rantai mulai dari leher hingga kedua pergelangan tangan dan kaki. Begitupula seseorang yang menggenggam remot listrik yang bisa mengalirkan setrum di seluruh rantai.
Terlihat dengan penjagaan yang ketat kalau dia adalah orang berbahaya. Namun, ketampanannya juga bisa disebut berbahaya karena sangat menggoda bagi para kaum hawa.
"Kamu harus menuruti semua perintah Tuan barumu. Mengerti?" Pria utusan Xantus menatap tajam.
Dengan lemas pria dengan rantai mengangguk.
Istana Kerajaan Citrus sudah terlihat di depan mata. Sepertinya awal penderitaan baru baginya akan dimulai. Pikir pria menggoda tersebut dengan putus asa.
.
.
.
Alleia kini duduk di singgasana. Membahas tentang sistem kelola untuk mengembangkan desa kumuh dan kecil yang tidak layak huni.
Dengan memanfaatkan pemasukan terbesar bagi para bangsawan yang akan digantikan pengelolaannya oleh pemerintah. Dengan hal itu, maka akan menjadi modal untuk pengembangan pensejahteraan rakyat.
Namun, hal itu di kritik oleh salah satu penasehat yang mengatakan. Sebagian bangsawan pasti akan keberatan. Walaupun sistem yang dia bawa membawa berkah bagi rakyat biasa. Namun, para bangsawan yang terbiasa dengan pemasukan melimpah akan kecewa dan tidak terima.
Walau begitu Alleia tetap menegaskan kalau sistem ini harus terwujud untuk mengembalikan kesejahteraan masyarakat umum. Dan menambah kualitas dan jumlah fasilitas umum yang belum bisa dipenuhi oleh negara.
Dan Alleia menegaskan. Jika ada yang berani menolak, maka hukumannya mati tidak terkecuali. Mau itu bangsawan atau rakyat biasa.
Perdebatan dan pembicaraan itu diakhiri dengan ancaman Alleia. Ya itu, Mati. Ya, benar. Siapa pun yang menentang otoritasnya sebagai pemimpin maka akan mati.
Dari arah ruang takhta terdengar pengumuman utusan Xantus yang kembali datang. Alleia yang merasa senang dengan koleganya tersebut yang bertindak cepat langsung menyambut kehadiran utusan Xantus.
"Salam dan hormat kepada Yang Mulia Ratu. Kehormatan bagi Citrus." Utusan menunduk hormat.
"Senang bertemu lagi dengan kalian. Ada apa kalian kembali datang?" Alleia bertanya ramah.
"Kami ingin memberikan hadiah yang sudah kami janjikan pada, Yang Mulia."
"Perlihatkanlah hadiah yang kalian bawa."
Salah satu utusan memberi isyarat pada utusan yang lain. Dari arah pintu, terlihat, pria kekar berkulit pucat dengan iris mata emas indah berjalan dengan rantai yang mengikat seluruh tubuhnya.
"Namanya, Michael. Dia adalah siluman ular yang hampir punah di kerajaan Xantus. Dengan sungguh-sungguh kami memberikan hadiah yang berharga ini untuk anda, Yang Mulia."
Alleia berjalan turun dari singgasana. Dengan langkah pelan ia mendekati Michael yang diperlukan seperti layaknya benda yang diperjualbelikan.
Alleia menyentuh wajah Michael. Setelah puas, ia kembali duduk di singgasana. "Terimakasih, atas hadiah dari kerajaan Xantus. Aku amat menghargainya."
Utusan Xantus kembali menunduk hormat. Lantas dengan hati-hati ia memberikan remote control Michael pada Hera sebagai perwakilan Ratu.
"Hera, bawa dia menuju istana selir."
"Baik, Yang Mulia. Mari Tuan Michael." Hera menuntun pria setengah manusia tersebut menuju istana lain.
Setelah Michael pergi, utusan Xantus pun pamit pergi untuk kembali menuju kerajaan mereka.
"Kalau begitu kita akhiri diskusi hari ini." Alleia bangun dari singgasana.
"Baik, Yang Mulia."
Alleia mulai berjalan turun meninggalkan ruangan.
"Semoga kehormatan Citrus selalu menyertai anda."
.
.
.
Alleia kini memasuki ruang kerja. Di sana sudah menunggu Milyuner kaya raya yang sering bermewah-mewah. Dan jujur saja, Alleia benci melihat kemewahan berlebihan seperti itu.
"Salam dan hormat kepada Yang Mulia Ratu. Kehormatan Citrus menyertai anda."
Milyuner tersebut menunduk hormat yang dibalas lambaian tangan. Akhirnya mereka berdua duduk di atas sofa saling berhadapan.
"Senang bisa bertemu dengan anda, Tuan Arcelio Ingram."
Arcelio, nama sang milyuner. Ia langsung mengangguk berusaha hormat.
"Terakhir kali, bahkan kamu tidak memberi salam kepadaku, Tuan Arcelio." Alleia menyeruput teh.
Arcelio tersenyum paksa. Dalam hati ia ingin sekali mengatakan kalau wanita dihadapannya ini orang yang pendendam.
Alleia kini bangun dari kursi dan tanpa persetujuan dia menaruh tangan kanan pria tersebut.
"Ya- Yang Mulia?" Arcelio bergumam panik.
"Kamu penakut juga." Alleia tertawa kecil melirik Arcelio.
Arcelio mengalihkan pandangan. Oh, sial. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat.
"Ternyata berbekas, ya? Aku pikir tidak akan berbekas." Alleia menatap telapak tangan yang terdapat luka hasil maha karyanya.
"Apa kamu tidak mengobatinya? Bukankah kamu kaya raya?" Alleia melayangkan pertanyaan yang tidak dijawab Arcelio yang menahan nafas dan memalingkan wajah.
Alleia yang pertanyaannya tidak ditanggapi meraih dagu Arcelio untuk menatapnya. "Aku tidak suka jika aku berbicara orang itu mengalihkan pandangannya."
Arcelio menegak ludah. Sungguh, kepalanya sekarang benar-benar kosong. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ini semua dikarenakan wajah mereka yang sangat dekat.
Alleia yang mendapatkan reaksi tersebut tertawa. Kemudian entah kenapa ide jahil melintas di benak Alleia.
Cup
Alleia mengecup luka di tangan Arcelio sembari menatap pria kaya raya dihadapannya dengan jahil. Namun, reaksi yang diberikan Arcelio hanya terdiam kaku dengan wajah bodoh.
Alleia tertawa lebar. Oh, lucu sekali melihat wajah pria yang memasang wajah bodoh seperti ini.
"Apa kamu juga mau menjadi salah satu selir ku, Arcelio?"
Arcelio menatap Alleia masih tidak menjawab.
Cup
Alleia kembali mengecup lembut tangan pria tersebut.
"Ya, tentu saja."
Oh, tidak Arcelio. Kamu akan mendapatkan masalah besar.
Alleia tertawa, terkikik. Ia kembali duduk di kursi. "Bernafaslah dulu. Kamu seperti orang bodoh."
Arcelio menutup wajah dengan satu kanan. Dia sudah gila. Benar-benar sudah gila. Tidak seharusnya dia mengatakan, Ya. Ini bisa menjadi bencana dalam hidupnya.
"Apa kamu benar-benar ingin jadi selir ku?"
"Tentu saja, saya sungguh-sungguh."
Entah kenapa dengan spontan ia kembali menjawab tanpa pikir panjang. Oh, ayolah Arcelio ini tidak benar. Ini sungguh tidak benar.
Tapi, walau otaknya mengatakan tidak. Tapi hatinya ingin menyetujui secara terang-terangan.
Tolong, ini semua salah Ratu yang sangat mempesona dihadapannya ini!
Alleia tersenyum kecil. "Baiklah, karena kamu tampan dan juga kaya. Aku menerima mu sebagai seorang selir."
Arcelio mengangguk dengan percaya diri. Sudah dipastikan, setelah ini Arcelio akan menyesal seumur hidup.
Alleia kembali menyeruput teh. Dibarengi Arcelio yang kembali menatap Ratu.
Cantik.
"Tidak usah memandangiku seperti itu. Matamu bisa berlubang lama-lama."
Arcelio menggeleng. Bisakah ada yang menyebutkan kenapa ia bisa bertindak sebodoh ini?
"Aku ada urusan lain. Pulanglah terlebih dahulu. Atau kamu mau menginap di sini?"
Menginap?
Mendengar kata itu Arcelio kembali terdiam. Baiklah, sekarang salahkan pikiran kotor yang melintas di kepalanya.
Ia harus menolak. Kali ini harus!
"Baiklah, saya akan menginap menemani anda."
Sial! Sial! Sial!
Arcelio! Apa yang baru saja kamu katakan? Kenapa bisa kamu menjadi sebodoh ini Arcelio?!
Alleia adalah tipe orang yang jarang tertawa. Tapi, mengapa bocah bodoh ini sedari tadi selalu ingin membuatnya tertawa.
Alleia kembali tertawa, kali ini terbahak-bahak. Bukan tawa menyeramkan atau sejenisnya yang biasa ia keluarkan. Tapi, tawa bahagia karena merasa nyaman.
Dengan gemas Alleia mencubit kedua pipi Arcelio. "Kenapa kamu bodoh sekali?"
Baiklah, untuk pertama kalinya Arcelio tidak marah disebut bodoh. Malahan ia merasa senang dengan tangan mungil yang berada di pipinya.
"Kalau begitu pilihlah kamar yang kamu suka. Aku pergi dulu."
Sebenarnya harus berapa kali ia terpesona dengan kecantikan Ratunya ini. Apalagi ketika Ratunya tertawa lepas.
Ratunya? Sejak kapan pula ratu menjadi miliknya?
"Yang Mulia!"
Alleia yang sudah berada di pintu berbalik. "Ada apa?"
Arcelio mendekat ke arah Alleia mengulurkan tangan.
"Anda telah mengecup tangan saya. Sebagai ganti saya harus mengecup tangan anda."
Alleia kembali tertawa. Mengulurkan tangan. "Baiklah, lakukan."
Cup
Cup
Arcelio mengecup tangan Alleia dengan lembut. "Terimakasih, Yang Mulia."
Alleia mengangguk. "Sampai jumpa, Arcelio."
"Sampai jumpa, Yang Mulia."
Bersambung...
26/08/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro