Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Pregnant

Satu bulan sudah berlalu. Suasana Istana juga begitu damai setelah harem dibangun. Ratu sudah tidak seganas dulu lagi dengan membunuh seenaknya. Mungkin karena fokusnya teralihkan dengan para selir jadi membunuh sudah tidak menarik lagi.

Karena hal itu para aparat negara bernapas lega. Bahkan mereka tidak dipekerjakan seketat dulu. Karena hal yang sulit telah mereka lakukan sebelumnya. Kini mereka hanya tinggal mengawasi dan mengatur perannya masing-masing dengan benar.

Tapi srkarang malah Ratu sendiri yang sibuk dengan projek baru menanggulangi dengan benar tempat pariwisata yang Arcelio sudah kembangkan sedemikian rupa dengan keuntungannya yang lebih berlipat ganda.

Untuk Javan sendiri dia belum pernah menghabiskan malam dengan Ratu. Dia selalu beralasan kalau dia belum siap. Ratu sendiri memahami akan hal itu dan tidak memaksanya.

Sekarang pun dia sedang sibuk untuk mengatur pesta ulang tahun Alleia dibantu Arcelio. Dia dan pria itu mengatur dekorasi dan anggaran. Awalnya Arcelio bersikeras untuk membuat pesta super mewah, tapi Javan menghentikannya karena itu bisa membuat Ratu tidak nyaman.

Beberapa kali, Gabriel yang paling tidak memiliki kegiatan pun diminta membantu dalam menghias Istana. Dengan senang hati, dia membantu walau sebagian besar masih dilakukan oleh Arcelio dan Javan.

Hubungan Michael dan Zaniel pun semakin rapat dengan seringnya mereka menghabiskan waktu bersama dalam berlatih.

Semua selir tampak baik, tinggal Noelani yang mulai sering mengurung diri di kamar. Di antara yang lain, memang dia adalah selir yang paling menyedihkan.

Beberapa Minggu ini pria itu terus-menerus tidak bisa tidur nyenyak, makan tidak sedap, hidup pun terasa kosong. Sepertinya semakin lama dia menghabiskan malam dengan Ratu. Dia semakin depresi dari hari ke hari.

Dia sudah berusaha menolak perasaannya kalau dia cemburu dengan Ratu yang bermain dengan selir lain. Padahal kan dia sangat membenci Ratu! Tapi kenapa sekarang perasaannya campur aduk, seakan ada yang kosong di satu tempa.

Sebenarnya dirinya kenapa?

.

.

.

Malam itu pesta terllihat ramai didatangi para tamu terhormat, memberikan berbagai hadiah pada Ratu yang duduk di atas takhta.

Dalam pesta ulang tahunnya ini, Alleia mengenakan gaun berwarna hitam yang begitu elegan dan dewasa. Rambut yang terurai dengan hiasan beberapa mutiara membuatnya begitu mempesona para mata yang memandang.

Saat musik mulai bersenandung, orang-orang mulai berkumpul di tengah hall untuk berdansa. Ratu sendiri kini memilih Javan sebagai partner untuk dansa pertama.

Pesta yang begitu elegan tapi tidak begitu mewah. Semuanya elegan, sederhana namun juga berkelas. Pemilihan dekorasi juga begitu sempurna.

Keduanya menari dengan gemulai dan elegan. Tidak ada satupun kecacatan, semuanya yang tersisa hanyalah kesempurnaan. Tidak ada percakapan di dansa tersebut. Keduanya hanya berdansa mengikuti alunan musik hingga lagu pertama berakhir.

Arcelio berdecak sebal memandang iri. Ya, setidaknya nanti dia harus mendapatkan urutan kedua berdansa dengan Ratu. Arcelio begitu bertekad dengan semangatnya dan optimisme yang kuat.

Arcelio mengalihkan pandangannya dari keindahan di hadapannya. Entah kenapa dia merasa tatapan aneh begitu menusuk di sekitarnya. Hingga matanya tanpa sengaja membawa dia melihat ekspresi Noelani yang tidak begitu baik.

Tidak, itu memang bukan ekspresi yang baik. Dia tahu, hal ini memang menyebalkan melihat Ratu dengan yang lain. Walau begitu dia tidak akan pernah membuat tatapan seperti orang sinting yang dipakai Noelani saat ini. Yaitu tatapan obsesi antara benci dan ingin memiliki.

Saat Noelani berpaling, pria bersurai pirang tersebut bertatapan dengan Arcelio yang buru-buru mengalihkan pandangan. Dengan tenang Noelani kembali tersenyum ramah, menurut Arcelio itu tidak terllihat menyenangkan sekali setelah melihat ekspresi sinting di wajah polos itu.

Setelah dansa mereka selesai satu persatu. Arcelio yang merasa ada sesuatu yang aneh dari Noelani berusaha untuk memperhatikannya. Takut-takut akan ada hal buruk terjadi.

Mereka semua makan di meja bundar bersama. Semua selir tanpa terkecuali duduk di sana menemani Ratu. Kiranya mereka akan makan malam sebelum berbaur kembali dengan tamu.

Alleia mengangkat wine merah miliknya. Tepatnya semua orang kini tengah merayakan ulang tahun tubuhnya yang kedelapan belas tahun.

"Selamat bertambahnya umur untuk diriku sendiri! Dan semoga kita masih tetap bersama-sama pada tahun-tahun berikutnya!"

Semua orang ikut mengacungkan gelas dan saling mendentingkan gelas mereka dengan yang lain. "Selamat menikmati pesta."

Semua orang mengangguk tertawa, dengan senang hati mereka akan menikmati pesta. "Yang Mulia, silakan dimakan."

Alleia mengangguk. Mereka semua makan sembari berbincang-bincang kecil satu sama lain. Tampak sekali Alleia begitu menikmati pesta kali ini dan memuji Arcelio, Javan juga Gabriel yang menyiapkan pesta.

Arcelio yang mendapatkan pujian tersenyum cerah sembari tertawa kecil. Walau begitu kewaspadaannya terhadap pria dengan wajah polos di sampingnya tidak hilang sedikit pun.

Dengan berhati-hati dia masih memantau ekspresi pria tersebut. Apakah dia saja yang terlalu berlebihan? Sepertinya tidak, bahkan ekspresi sebelumnya yang dimiliki Noelani tidak bisa hilang dari kepalanya.

"Ah."

Suara garpu dan pisau terjatuh, tanpa sengaja tangan milik Alleia teriris pisau makan. Dengan lirih dia bergumam, bukan karena sakit. Melainkan terkejut karena dirinya tengah menikmati makanannya dan bercengkerama cerita menarik tiba-tiba tangannya tanpa sadar teriris.

Pelayan yang melihatnya buru-buru pergi mengambil kotak obat dan mengobati luka kecil itu walau Alleia sebenarnya menolak. Hanya saja para selirnya yang lain khawatir berlebihan bahkan hendak memanggil dokter. Apakah itu wajar untuk luka kecil?

Arcelio yang melihatnya juga terkejut, untung saja Javan langsung menarik tangannya untuk kembali duduk tenang. Melupakan tujuan utamanya tadi, dia kembali melirik Noelani yang ingin dia selidiki.

Arcelio yang melihatnya bahkan tidak bisa bernapas dengan tenang. Tatapan penuh kegilaan, obsesi seakan menjadi satu seiring semakin banyak darah yang berjatuhan.

Dari awal perasaannya tidak pernah salah.

.

.

.

Noelani tidak bisa menahan ekspresinya yang tersenyum penuh kegilaan. Seakan-akan luka itu terlihat begitu indah, wanita dengan ekspresi mengernyit sakit terlihat mempesona.

Apakah dia sudah gila?

Tidak. Dia tidak gila. Dia juga bukan puas karena orang yang dulunya dia benci kesakitan.

Jika itu dulu, mungkin dia bisa mengatakan ya. Hingga dengan penderitaan jiwa dia sudah membuang rasa gengsinya dan mengetahui kalau sejujurnya dia semakin dalam masuk dalam pesona Ratu.

Semakin banyak waktu yang mereka habiskan. Semakin banyak rasa sakit melihat wanita itu dengan pria lain, juga semakin perasaan bergejolak penuh hasrat seakan ingin menjadikan dia milik seorang.

Semua begitu membingungkan dan membuat dadanya berdebar tanpa henti. Adrenalinnya berpacu cepat, seakan melihat hal menarik yang tidak boleh dilewatkan.

Apakah ini cinta?

Semua fantasi gila dalam pikirannya langsung dileburkan fakta bahwa fantasi itu hanyalah utopia belaka. Membuat Ratu menjadi miliknya harus menghabisi saingannya yang begitu banyak, juga menyamakan kekuasaan dan kekuatan yang setara.

Dia tidak akan pernah bisa melakukannya walau ribuan tahun berjalan. Karena itu dia sudah menyerah. Hingga saat melihat kejadian itu, memberikan dia inspirasi tidak waras menghantui kepalanya.

Jika tidak bisa memiliki, bukankah lebih baik dihancurkan?

Bukan dengan menghabisi siapa saja yang mendekat. Tapi menghabisi sumber utamanya. Apakah ini yang dirasakan para psikopat yang melihat mangsanya kesakitan? Ah, dia begitu menantikan apa yang akan terjadi ke depannya.

Dia kembali mengatur ekspresi wajahnya yang kembali menjadi normal.

Ratu. Tidakkah anda harus lebih berhati-hati dari sekarang?

.

.

.

"Apa yang kamu lakukan di sini sendirian?"

Alleia terkekeh mendapati Javan di balkon istana tengah menikmati malam dengan beberapa botol anggur. Pria itu tampaknya minum banyak sekali. Alleia sudah wajar karena dia begitu sibuk menyiapkan pesta pasti dia ingin rehat sejenak.

"Aku mengerti, aku akan pergi." Alleia melambaikan tangan memasuki istana kembali.

Grep.

Alleia membalikkan badan mendapati tangannya yang digenggam kuat oleh Javan. Kedua pipi pria itu agak memerah dengan mata sayu. "Tidakkah, Anda bisa menemani saya lebih lama?"

Mata Alleia berkedip sebentar sebelum sudut bibirnya terangkat. Tangannya meminta pelayan untuk datang membawakan minuman untuk dirinya.

"Tentu saja. Dengan senang hati."

Keduanya duduk di atas pembatas balkon. Malam bersinar begitu indah, bulan sabit menggantung menghiasi malam dengan bintang-bintang yang berserakan.

Keheningan yang begitu menenangkan dengan tegukan yang menjadi pengisi sunyi sesaat. "Saat saya melihat langit malam ini. Saya langsung teringat diri, Anda beberapa waktu lalu yang memasuki pesta dansa."

Wanita dengan manik yang bersinar dalam temaram lampu tersenyum. "Benarkah? Apakah seindah itu?"

Javan menatap Alleia dengan hangat, tangannya menggenggam dengan lembut tangan Alleia dan mengecupnya. "Begitu indah, bebas, juga gelap. Seakan iblis dengan pesonanya keluar dari neraka untuk menjerat jiwa manusia."

Wanita dengan gelar Ratu Citrus kini terkekeh. "Bukankah terlalu kejam menyamakan diriku dengan iblis?"

Javan yang mendengarnya menggeleng tersenyum tipis. "Tidak, Anda benar memang iblis yang membeli jiwa manusia untuk menyelamatkan hidupnya yang sengsara."

"Benar. Bahkan jika iblis memang ada. Aku adalah iblis yang paling menawan," ujarnya tersenyum tipis.

Javan tertawa sembari meminum wine yang sudah kembali habis di tangannya. "Tentu saja. Jika, Anda adalah iblis. Anda adalah iblis paling menawan."

Keduanya kembali terdiam sebelum Javan kembali mengulurkan tangannya. "Maukah, Anda berdansa sekali lagi bersama saya?"

Alleia mengangguk, di atas balkon di terangi bulan yang bersinar redup. Keduanya menari begitu dekat, tangan milik Alleia merangkul sepenuhnya ke pundak Javan. Sedang tangan Javan menarik pinggul Ratunya lebih dalam. Hidung mereka sudah saling bersentuhan.

Dengan iringan samar musik dari dalam. Ciuman begitu lembut menyentuh bibir milik sang Ratu. Hangat, lembut juga memabukkan. Candu yang begitu manis membuat Alleia sendiri merasa tubuhnya meleleh seperti es mencair.

Alleia menarik pemuda merangkul pundak prianya lebih erat. Jika dilepas, mungkin dia bisa jatuh karena lemas. "Apakah itu menyakitkan bagi, Anda? Wajah, Anda sangat merah?"

Alleia tidak bisa berkata-kata. Mengapa? Padahal Arcelio juga bersikap lembut, terlebih Michael. Lalu ada apa dengan Javan? Mengapa dia bisa seperti ini?

Alleia menarik napas kembali menatap wajah prianya. Kali ini dia kembali menempelkan bibirnya kembali untuk mengetahui apakah reaksinya akan tetap sama.

Dalam ciuman yang lagi-lagi dia harus mengakui akan kelembutannya yang membuat dia meleleh. Alleia menyadari kalau yang membuatnya seperti ini karena Javan lebih dewasa di bandingkan yang lain.

Benar. Javan adalah orang yang paling bertanggung jawab juga dewasa. Itulah mengapa, jika dia sudah menentukan sesuatu dia akan mengerjakan segalanya sekuat tenaga.

"Apakah tidak lebih baik kita pindah?"

Alleia tidak bisa mengendalikan ekspresinya dan hanya bisa mengangguk. Dengan senyuman yang lagi-lagi membuatnya meleleh, dia dituntun pergi dari sana.

Alleia tidak mau mengakuinya. Untuk sekarang, yang bisa membuatnya meleleh seperti es mencair hanyalah Javan. Dan selama bermalam bersama
tepat di ulang tahunnya yang kedelapan belas. Alleia tidak bisa menghitung berapa kali dia kembali meleleh dalam permainan yang dibuat Javan.

.

.

.

"Apakah ini harus terjadi?"

Untuk pertama kalinya dia muak melihat darah. Mungkin karena dia sekarang sedang menyukai para selirnya jadi darah sudah tidak lagi menghiburnya seperti dulu.

"Kenapa banyak sekali pembunuh bayaran yang datang?!"

Alleia menghela nafas di mana kini dia sedang keluar istana untuk melihat keadaan rakyat. Dan setiap di tempat sepi, pembunuh bayaran datang bagaikan angin topan yang menyerangnya tanpa ampun.

Bahkan gila saja, semuanya jika dihitung bisa sampai lima puluh lebih semenjak dia keluar istana. "Siapa sih yang mengirim mereka sebanyak ini?!"

Bahkan ketika di istana dia sedang memakan camilan pun langsung memuntahkannya karena ada racun di dalamnya. "Bahkan di dalam istana juga?!"

Alleia tidak mengerti. Semenjak malam itu, mengapa banyak sekali percobaan pembunuhan yang datang bertubi-tubi kepadanya. Mulai dari racun, pembunuh bayaran, hingga kecelakaan tidak disengaja. Seakan-akan ada orang yang menginginkan dia mati dengan cepat.

"Hera. Suruh Michael untuk memperketat keamanan istana. Aku tidak bisa menahannya jika sudah sebanyak ini."

Hera melirik sebentar membuat Alleia mengangkat alis. "Saya kira, Anda yang tahan dengan pembunuhan."

Mendengar itu membuatnya kesal sebelum dia berseru kesal. "Jika dua atau tiga dalam sehari tidak masalah. Ini bahkan hampir kedelapan kalinya dalam sehari. Bukankah itu lebih dari batas wajar?!"

Hera hanya mengangguk sebelum pergi. "Ini hari yang melelahkan."

.

.

.

"Satu, dua, tiga, enam. Hahaha." Noelani tertawa kecil melihat luka baru yang dia lihat semalam di tubuh Ratu. "Hah, bukankah aku sudah bekerja sangat keras?"

Noelani tertawa lagi, di buku catatannya yang kini penuh dengan potret Ratu dan juga coretan merah. Dia merasa kepuasan asing yang membuatnya bahagia setengah mati.

"Tapi, kenapa dia tidak mati-mati sih?"

Walau begitu pria ini tetap kesal karena segala tipu dayanya tidak ada yang benar-benar menghabisi nyawa Ratu dengan sempurna. Tidakkah dia harus berusaha lebih kuat?

Dengan sendu dia menatap langit. "Langitnya padahal cocok untuk hari pemakaman."

.

.

.

"Ini sudah yang kesepuluh."

Pria dengan topeng burung hantunya sudah menghabisi beberapa orang yang menjadi pembunuh bayaran. Saat pesta terakhir dia yang melihat Arcelio dengan wajah tegang menemaninya untuk duduk bersama.

Tanpa sadar pria itu menceritakan apa yang dilihatnya kepada Zaniel yang dikatakan berkemampuan luar biasa. "Jika kamu melihatnya. Kamu pasti bisa melihat kalau tatapannya seperti orang sinting!"

Benar saja, semenjak hari itu bahaya terus-menerus mengintai Ratu. Dia pun tanpa sadar melindungi Ratunya yang berharga tersebut.

Jika begini terus, bisa-bisa istana jadi lautan darah karena banyaknya yang dibunuh. Dan jika ini perbuatan Noelani. Tidakkah ini sudah keterlaluan?

.

.

.

"Aku sudah tahu itu kamu."

"Apa maksud, Anda?"

Alleia yang mendapat kesaksian Arcelio dan kekhawatiran Zaniel langsung menemui orang ini yang memasang wajah polos tanpa dosa. "Mengapa pula saya harus melakukan itu?"

Alleia menghela napas. Gabriel pernah bilang padanya ketika mengabiskan waktu bersama kalau Noelani itu sangat pandai bersandiwara. Alleia sekarang bisa menemukan hal itu sekarang.

"Terserah padamu. Tapi, aku sudah mengetahui kalau semua ini perbuatanmu. Jadi menyerahlah, itu semua tidak akan berhasil."

Alleia yang hendak pergi tertahan dengan tawa kecil Noelani. "Kenapa, Anda begitu yakin?" Dengan cepat Alleia membalikkan badannya. "Kita tidak tahu kematian bisa datang kapan saja bukan?"

Alleia sekarang juga mulai mengerti tatapan sinting yang dikatakan Arcelio. Karena di depan matanya sendiri kini dia bisa melihatnya.

Dengan senyuman tipis dia mendorong tubuh Noelani kasar. "Lakukanlah apa yang kamu mau? Aku sudah tidak peduli. Tapi, mari kita lihat siapa yang lebih lama bertahan."

Noelani tertawa kecil kembali dan tersenyum. "Benar, karena itu jagalah diri, Anda. Yang Mulia."

Alleia menjatuhkan tubuh itu dan tertawa mengiringi kepergiannya dari orang sinting baru di istana selir.

.

.

.

Sudah sebulan berlalu. Alleia yang akhir-akhir ini memiliki perasaan yang buruk dan tidak teratur tiba-tiba mengajak seluruh selir untuk sarapan bersama.

Awalnya Javan yang melihat wajah Ratu yang terlihat agak pucat meminta untuk Ratu kembali beristirahat saja. Tapi, Ratu menolak dan memaksa makan bersama.

Karena itu semua terasa damai begitu saja. Hingga Alleia yang sudah tidak kuat tiba-tiba muntah dan pingsan membuat yang lain begitu panik.

Bahkan Zaniel sendiri tanpa sadar langsung meninju wajah Noelani. "Bukankah ini ulahmu?! Bisakah kamu diam sebentar saja?!"

Noelani yang tidak terima balas berteriak. "Aku tidak tahu apa-apa! Ini bukan ulahku!"

Walau begitu Javan dan Michael menenangkan keduanya dan mereka semua buru-buru menunggu di mana Ratu tengah diperiksa dokter.

Semuanya begitu tegang, bahkan hingga kini Zaniel terus-menerus menatap Noelani seperti orang berdosa besar. Membuat suasana terasa amat sangat buruk.

Ketika pintu terbuka semua orang buru-buru mendekati dokter yang baru saja keluar dari kamar Ratu.

"Kabar baik, Ratu saat ini tengah mengandung."

Bahkan untuk keenam pria tersebut kabar itu lebih serius di bandingkan percobaan pembunuhan yang kini menjadi masalah utama Istana.

Bersambung...

06/02/2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro