Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Delapan #2

Sebenarnya aku panik, tapi otakku mencoba membuat seluruh sarafku untuk tenang. Tidak seperti biasanya, setiap kali aku melihat suatu hal yang buruk aku akan spontan menjerit, tapi aku juga tahu, sekarang tengah malam, kalau aku menjerit, itu akan menambah buruk situasi di rumahku -kau tahu apa maksudku.

Yang dikatakan wanita itu -yang sekarang sudah jadi mayat- terus tengiang di ubun-ubunku. Aku tidak tahu kenapa ia bisa berada di gudang rumahku, di kurung di dalam bilik penyimpanan barang rongsok itu oleh 'orang itu'. Aku yang sedari kemarin sore memperhatikan keluar rumah bahkan tidak menyadari kalau 'orang itu' menyeret korbannya ke dalam gudang rumahku.

Atau mungkin karena aku terlalu depresi kesepian hingga aku tidak menyadari hal itu? Bahkan suara jeritan wanita, atau minta tolong, atau semacamnya, aku tidak mendengarnya kemarin sore.

Kakiku berhenti melangkah ketika aku melintasi kamar yang sekarang ditiduri anak kecil menjijikan itu. Pintu kamarnya tertutup rapat tanpa ada celah sedikit pun. 

Aku memikirkan anak itu? Tidak! Sama sekali tidak. Aku hanya ingin bertanya, bagaimana ia bisa tahu, kalau 'orang itu' akan melakukan 'permainannya' di rumahku? Atau jangan-jangan, Ertha bersekongkol dengan 'orang itu'? Atau, sebelumnya ada pembunuhan di rumahnya, lalu 'orang itu' memberi tahu padanya jika aku adalah korban 'permainan'nya selanjutnya, kemudian ia berniat memberi tahuku?

Aku tidak mengerti.

"Oh ...," Aku kembali melangkahkan kakiku menuju suatu tempat. Aku teringat, aku harus mengubur jasad yang sekarang tengah tertidur dengan susah payah di kamarku.

***

Aku menarik tuas pintu paling terakhir di belakang rumahku, pintu ini menuju keluar belakang rumah. Begitu kau membukanya, kau langsung disambut oleh bangunan 3x4 meter dengan atap seng berlumut. Berpintu papan kayu di sisi depan. Berjendela satu dengan kisi-kisi yang membelahnya menjadi dua di sisi sebelah kiri.

Di dalam ruang tersebut, aku bisa menemukan barang-barang rongsok, bahkan peninggalan orang tuaku untukku dan juga alat perkebunan, aku ingat, alat-alat perkebunan itu milik ayah yang kini terbengkalai, ayahku dulu pernah merintis sebagai seorang petani sayur, tapi itu sia-sia.

Ayahku mencoba menanam sayur untuk pertama kalinya pada musim semi, tapi entah mengapa, tiga pekan setelah ia menanamnya, semua sayur yang ia dambakan layu sepertiku waktu itu, aku jatuh sakit, sama seperti sayur-sayur itu.

Ayah kembali mengurungkan niatnya sebagai petani sayur. Itu semua karena aku. Kalau bukan aku, ia akan tetap mencoba untuk membuat sayur-sayur itu tetap segar. Tapi, karena aku, ia harus merawatku di ranjang rumah sakit.

Kanker telah menggerogoti sebagian otakku sejak aku berumur 12 tahun. Kanker itu membesar dan menyakiti otakku. Aku merasa gila akan itu, aku merasa sakit kepala sewaktu ayahku mencoba menggapai cita-citanya. Kanker itu telah berada setengah di otakku saat aku berumur 14 tahun.

Tanpa banyak pikir, ayah bekerja serabutan untuk membiayai perawatan kemo terapi untukku. Aku merasa bersalah akan itu. Ujungnya, hasil kemo itu tidak membuahkan apa-apa. Akhirnya, ayahku mendesak dokter untuk melakukan operasi pembuangan kanker dari otakku walau ia tahu, cara itu tidak dapat membunuh seluruh kanker di otakku, tapi ia tetap melakukannya. Ia mengeluarkan banyak sekali uang demi aku. Aku yang telah membuatnya pergi dengan cepat.

Mataku terasa teriris-iris, bendungan yang telah berdiri di pupilku akhirnya jebol, aku tak kuasa menahan air mata mengingat masa dulu. Siapa yang meletakan bawang di sampingku?

Malam kali ini seolah menertawaiku. Aku tidak tahu kalau hidupku akan sehancur ini, aku sekarang sendirian, dimata-matai oleh 'orang itu' untuk di jadikan teman bermainnya.

Aku menatap ke atas, melihat langit hitam itu mengingatkanku akan 'orang itu' dan orang tuaku. Haruskah aku menerima ajakannya untuk bermain agar aku cepat bertemu dengan orang tuaku dan meminta maaf? 

Aku tidak tahu.

Aku merasa ada seseorang di belakangku, sedang memperhatikanku yang sedang menangis abal-abal di luar malam-malam begini.

"Kenapa kau menangis di sini?"

***

Sniff....

Ini cerita kaya mana lha~ Genrenya misteri kok ceritanya sedih kayak begini?

:v

Ini sebenernya sambungan part 8 :v Harusnya~ Tapi karena malas, ya, sudahlah...

Komentar dan voting diperlukan untuk kelanjutan cerita. Terima kasih yang masih sempet baca sampai sini :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro