BAB 5
Gadis kecil itu selalu menyendiri dan memandangi dandelion putih di halaman belakang panti. Ia selalu tampak muram sejak pertama Taehyung mengenalnya. Tak mengherankan, sebab kedua orang tuanya baru saja meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, menyisakan dirinya sebagai satu-satunya korban selamat. Tak ada sanak lain yang bersedia merawatnya hingga gadis kecil bernama Kang Yerim itu harus berakhir di Panti Asuhan Gidae.
Sejak awal, ia tak pandai berinteraksi dengan anak panti lain. Teman-teman di panti mulai sering menyebarkan rumor mistis yang tak masuk akal. Katanya, Yerim menghisap usia orang yang ada di sekitarnya hingga mati mengenaskan seperti yang terjadi pada orang tuanya. Tak ada yang mau berteman dengan anak yang katanya pembawa sial. Tapi, Taehyung berbeda. Ia masih mau menghampiri Yerim tanpa merasa takut dengan rumor yang beredar.
"Halo, anak manis!" Yerim hampir saja menangis kesepian jika hari itu Taehyung tak datang menghampiri dan menyapanya dengan senyum kotak yang hangat itu.
"Ha-halo?"
"Kang Yerim, bukan? Perkenalkan! Aku Kim Taehyung!" seru Taehyung antusias sembari menyodorkan tangan kirinya. "Mungkin kau belum ingat betul denganku. Aku penghuni panti terlama di sini."
Yerim mengernyit bingung. "Bersalaman itu pakai tangan kanan, 'kan?"
Taehyung terkejut. Baru kali ini ada yang menegur kebiasaannya. "Aku... lebih nyaman pakai tangan kiri, tidak tahu kenapa...."
"Ayah dan ibuku dulu selalu mengajariku melakukan apa saja dengan tangan kanan." Yerim mulai sendu lagi.
"Kau beruntung, Yerim. Orang tuaku tidak pernah mengajarkan apapun padaku sejak aku dilahirkan," ucap Taehyung enteng.
Yerim mulai terisak lagi. Taehyung jadi merasa tak berguna. Permintaan Ibu Panti agar Taehyung membuat Yerim berhenti menangis gagal ia lakukan. Padahal imbalannya satu cup es krim mahal yang sedang populer di kalangan anak panti.
Taehyung pun memutar otak untuk menemukan cara agar Yerim berhenti menangis. Ia spontan meniup bunga dandelion di hadapan Yerim, sampai bunga-bunga kecilnya habis terbawa angin.
"Coba kau lakukan ini, Yerim! Kesedihanmu akan ikut terbang bersama bunga-bunga yang lepas itu," kata Taehyung asal bicara.
"Benarkah?"
Taehyung hanya menaikkan kedua alisnya dengan senyum mengembang. Yerim pun meniru apa yang Taehyung lakukan. Ia meniup hampir seluruh bunga dandelion yang tumbuh di taman.
Saat hendak meniup bunga terakhir, Yerim baru saja sadar. Dia tak lagi menangis sekarang. Seolah kesedihan itu memang sungguh terbang bersama bunga dandelion seperti yang Taehyung katakan.
***
"Apa dia belum selesai dirias? Lama sekali, sih." Shira terus menggerutu, dan sasarannya ialah Han Seokjin yang tidak kalah pusing dengan uji coba pemotretan Kim Taehyung yang mendadak dilakukan siang ini.
"Aku tidak mau mengurusnya lagi. Dia kurang ajar padaku." Seokjin masih tak terima dipanggil paman oleh Taehyung. "Paling-paling sekarang Kang Yerim sedang bernostalgia dengan Kim Taehyung itu, makanya jadi terlambat begini."
"Kang Yerim? Nostalgia?"
"Iya, salah satu make up artist kita. Kelihatannya mereka dulu teman masa kecil. Ya, begitulah. Aku juga tidak tahu jelasnya."
Shira terdiam sejenak. Rasa penasaran jadi meliputinya. Make up artist mana yang kebetulan mengenal Taehyung?
"A-aku ke toilet sebentar, Jin."
Bukannya ke toilet, arah langkah Shira malah menuju ruang make up. Ia celingak-celinguk kebingungan. Ruang make up di sana ada lima bilik, dan semua pintunya tertutup. Ia pun mencoba menguping pada tiap-tiap bilik. Saat telinganya menempel pada bilik nomor empat, canda tawa muda-mudi terdengar dari balik pintu. Samar-samar, obrolan antara Taehyung dengan seorang wanita tertangkap oleh rungu Shira.
"Kau mau jalan-jalan denganku ke Panti Gidae?" ajak Taehyung.
"Sungguh? Kau mau mengajakku ke sana?" Sang wanita terdengar antusias.
Tidak salah lagi, itu pasti Kang Yerim, bukan?
"Ya, aku juga sudah lama tidak ke sana. Bagaimana? Kau mau?"
"Tentu saja! Setelah diadopsi, aku tak pernah melihat Ibu Panti lagi sejak itu. Aku sungguh merindukannya."
"Kapan kau bisa?"
"Hmm... bagaimana kalau Sabtu? Tapi, saat itu mungkin sudah masuk awal musim dingin, ya. Apa kau ti—"
"Oke, aku kosongkan jadwalku untukmu. Aku akan menjemputmu Sabtu pagi," tukas Taehyung bersemangat.
Hei? Apa-apaan? Mereka akan jalan-jalan?
***
Semilir angin di awal musim dingin mulai berhembus, perlahan menyelimuti kota Seoul hingga membekukan embun pagi yang turun di Sabtu pagi ini. Suhu ekstremnya sanggup menusuk hingga ke tulang bagi siapa saja yang tak mengenakan selimut atau mantel tebal meski telah mengunci diri di dalam rumah dengan pemanas ruangan yang menyala.
Pagi hari dengan cuaca begini, lebih baik tidur terbungkus selimut di rumah, bukan? Siapa orang bodoh yang mau berkeliaran di pagi buta begini dengan suhu di bawah dua derajat celsius? Namun, dua manusia malah ditemukan sedang menempuh perjalanan di pagi ini. Taehyung dan Shira, merekalah orang bodoh itu.
Sekarang baru pukul enam pagi, dan mereka telah sampai di parkiran rumah sakit. Ini bukan keinginan Taehyung, melainkan Shira. Mata Taehyung saja masih tertutup, membuka pun hanya terlihat segaris saja. Taehyung mengantuk berat, tapi dipaksa ikut oleh Shira untuk menemaninya menjalani inseminasi buatan yang mendadak dimajukan menjadi hari Sabtu.
Rumah sakit itu masih sepi sekali, seperti tak berpenghuni. Taehyung pun mendesis kesal. Apa yang mau dilakukan di sini pagi-pagi buta begini, sedangkan dokter dan perawat saja belum terlihat.
"Bukankah kita kepagian, Shira? Lihat saja, poli kesuburan belum buka."
Shira mengendikkan bahu sembari menekuk bibir. "Aku hanya tidak mau dokternya menungguku."
Taehyung hanya terdiam memagut bibirnya sendiri. Ia mencebik sebal karena harus membatalkan rencananya dengan Yerim karena Shira. "Waktu aku mengumpulkan sampel saja kau tidak datang menemaniku. Kenapa hari ini tiba-tiba aku jadi wajib menemanimu coba? Aku, 'kan, juga punya kesibukan lain!"
Shira yang hanya mengulas senyum licik. "Huh, kau pasti ingin bersenang-senang dengan jalang dari bagian make up artist itu, 'kan? Tak akan kubiarkan...."
Setelah menunggu hampir tiga jam, barulah terlihat tanda-tanda kehidupan di poli itu. Lantas, keduanya berjalan memasuki poli dan duduk di kursi tunggu. Tak berapa lama, Shira dipanggil oleh seorang perawat untuk masuk ke dalam ruangan dokter.
"Nona Choi Shira, silakan masuk! Kita akan memeriksa masa ovulasi Anda terlebih dahulu."
Shira pun masuk ke dalam ruangan dokter. Taehyung berulang kali mendengus kesal dalam kesendiriannya duduk di kursi tunggu di dalam poli kesuburan. Tak berapa lama, muncul pasangan lain yang masuk ke dalam poli dan duduk berdampingan sembari mengumbar kemesraan di kursi tunggu.
"Suamiku! Aku takut!" Sang isteri spontan memeluk, bermanja-manja pada suaminya.
"Kamu jangan begitu, dong, Sayang! Aku, 'kan, jadi tidak tega membiarkanmu masuk ke ruang dokter!" sahut sang suami dengan suara sok imut lalu mencubit pipi istrinya gemas.
Taehyung hampir muntah melihatnya. Membayangkan bagaimana dirinya bersama Shira datang seperti itu saja sudah membuat perutnya terasa melilit sekarang.
Sepersekon kemudian, sang istri dipanggil untuk masuk ruangan dokter yang lain, menyisakan suaminya yang duduk sendiri seperti yang Taehyung alami sekarang. Taehyung pun menatap aneh pada pria itu. Kini posisi mereka tak nampak berbeda, seperti menunggui seorang istri yang sedang berkonsultasi di dalam.
"Hah... kenapa aku jadi terlihat seperti suaminya, sih?" gumam Taehyung lelah.
Beberapa waktu kemudian, Shira keluar dari ruangan dokter dengan wajah suram. Lantas, Taehyung pun jadi penasaran tentang hasil pemeriksaan wanita itu.
"Kenapa? Ada apa? Katakan!" Taehyung langsung menyerangnya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. "Astaga! Jangan-jangan ternyata kau... mandul?"
Sang suami yang tadinya acuh, lantas terkejut mendengar kehebohan sepasang manusia di depannya itu. Shira yang malu langsung memukul kepala Taehyung dengan kencang.
"Aduh, sakit tahu!" rintih Taehyung.
"Bodoh! Bukankah kita sudah menjalani tes kesuburan! Aku baik-baik saja!"
"Lalu kenapa wajahmu terlipat seperti itu?"
"Kata Dokter Song, aku sedang dalam masa subur sekarang. Aku... benar-benar tak menyangka akan melakukannya hari ini. Aku mendadak gugup setengah mati!"
Taehyung tak habis pikir dengan jalan pikiran Shira. Bukankah ini berita bagus?
"Aku harus menenangkan diriku sebentar, sebelum inseminasi ini dimulai!" Shira pun merogoh tasnya dan mengeluarkan obat penenangnya.
"Hei! Kau sudah minum obat ini pagi tadi, hentikan!" Taehyung merebut botol obatnya. "Tenanglah! Bukankah ini yang kau impikan dari dulu? Sampai kita harus terlibat kontrak seperti ini, bukan? Sampai kau banyak disuntik obat-obatan penyubur selama ini, itu semua kau lakukan untuk mempersiapkan hari ini, 'kan?"
"Perasaanku campur aduk, Tae. Ini mendebarkan sekali, sungguh. Sampai aku sulit bernapas saking senangnya. Tapi, di sisi lain, aku cemas. Tiba-tiba kepercayaan diriku runtuh sekarang." Shira menunduk lemas. "Apakah aku pantas menjadi ibu?"
"Omong kosong macam apa itu? Memangnya kemarin kau tidak memikirkannya?"
"Aku hanya takut hidup sebatang kara. Sampai di saat seperti ini, ketika harapan itu sudah di depan mata, aku sangat bahagia. Tapi, satu ketakutanku muncul kembali. Aku takut, Tuhan merenggut kebahagiaan itu suatu saat nanti."
Taehyung terdiam sejenak, kemudian mencoba memberi solusi pada Shira agar menenangkan dirinya. "Tarik napasmu dalam-dalam, lalu hembuskan perlahan. Lakukan terus sampai kau tenang. Duduklah selagi melakukan itu."
Shira melakukan apa yang Taehyung pinta. Ia lebih tenang sekarang, tapi tangannya tak bisa diam. Kebiasaan yang sulit Shira hindari ketika sedang gugup pun muncul.
Shira terus saja mengupasi kulit bibirnya yang kering, sampai Taehyung risi melihatnya. Lantas, Taehyung pun memukul tangan Shira pelan. "Berhenti! Kalau berdarah bagaimana? Aish...."
Benar saja kata Taehyung. Bibir itu sekarang berdarah. "Ya, ampun, Shira...."
Shira hanya bisa mengerjap ketika mengulum bibirnya, menyapu darah di bibir dengan lidahnya. "Biarkan saja, sudah biasa, kok. Aku sulit menghentikan kebiasaan ini."
Taehyung langsung saja menyodorkan sapu tangan miliknya pada Shira. "Jangan dibiasakan! Kalau bibirmu nanti berlubang bagaimana?"
"Jangan konyol! Mana ada yang begitu?!" Shira kaget dengan pernyataan Taehyung. Mungkin dia mulai merasa khawatir sekarang.
"Aish... kau ini calon ibu! Bagaimana kalau anakmu meniru kebiasaanmu ini?" Taehyung mengurut pelipisnya. "Nanti, jika muncul berita tentang ibu dan anak yang bibirnya berlubang karena suka mengupas kulit bibir, aku pasti akan datang lagi untuk menghantui hidup kalian nanti!"
Sejenak, Shira terdiam. Ia sempat lupa bahwa setelah ini Taehyung akan pergi, seperti perjanjian mereka sebelumnya. Keduanya bertatapan lama, sebelum akhirnya Shira memalingkan pandangan dan membalas ucapan Taehyung dengan santai. "Ya, ampun, Tuan Kim! Sepertinya aku akan berhenti melakukannya sekarang. Ancamannya tidak main-main...."
Taehyung pun terkekeh mendengar ucapan Shira. Saat bibir itu kembali berdarah, Taehyung langsung menyapukannya dengan sapu tangan miliknya. "Pakai pelembab bibir, dong. Supaya bibirmu tidak kering lagi."
"Kau selalu berlebihan." Shira pun menyingkirkan sapu tangan Taehyung dari bibirnya dan mengambil jarak aman dari pria itu. "Aku ini androfobia. Aku tidak senang berdekatan dengan pria. Sebagai partner kerja yang baik, seharusnya kau menjaga jarak sekarang."
"Untuk apa begitu, kalau kau saja terlihat nyaman saat di sisiku?"
"A-astaga!" Shira sampai kesulitan menutup mulutnya sendiri. "Selama ini, aku hanya diam karena ingin mencoba sabar saja! Jadi, kau pikir aku merasa nyaman di dekatmu, begitu?"
"Iya, terlihat jelas di wajahmu yang merona itu. Sungguh." Kemudian, seringaian menyebalkan muncul dari dua sudut bibir Taehyung. "Haha. Bercanda, kok."
Netra Shira membola, sorot matanya bergerak canggung. Ia tak lagi mampu membalas perkataan Taehyung. Namun, syukurlah perawat datang dan memanggilnya masuk.
"Nona Choi Shira, silakan masuk! Dokter sudah menunggu Anda di dalam. Tuan Kim juga boleh masuk."
"Aku juga masuk?" tanya Taehyung. Perawat itu hanya mengangguk.
Masih merasa malu dengan pembicaraan sebelumnya, Shira lekas beranjak dari kursinya dan langsung masuk ke dalam ruangan itu, diikuti oleh Taehyung di belakangnya.
Shira duduk di hadapan dokter, sementara Taehyung diminta Shira untuk duduk di sudut ruangan saja. "Dia tidak perlu bicara dengan Anda, Dok. Biarkan saja dia duduk di sana."
"Oh, ba-baiklah, Bu." Dokter Song pun mulai menjelaskan hasilnya. "Berdasarkan kalender ovulasi dan pemeriksaan yang saya lakukan tadi, Anda sedang berada dalam masa subur. Itu artinya, hari ini kita bisa memulai proses penanaman benih Pak Kim pada rahim anda. Sampel sperma yang sudah dikumpulkan Pak Kim beberapa hari yang lalu sudah kami pilah dan proses untuk mendapatkan sampel yang terbaik."
"Bagaimana, Dok? Bibitku unggul semua, 'kan?" celetuk Taehyung sembari tersenyum nakal dan menaikkan kedua alisnya berulang kali. Ia pun berdecak kagum pada diri sendiri. "Woah, pasti sulit, sih, memilih yang terbaik dari semua yang unggul itu."
Shira pun menoleh padanya dan melotot, menyuruh Taehyung diam.
Dokter Song hanya meringis. "Ehm, aduh... saya sampai lupa mau bicara apa tadi, ya?"
"Abaikan saja dia." Shira pun mulai menanyakan hal yang lebih penting. "Dok, jika janinnya berhasil tumbuh... kapan saya bisa memastikannya?" tanya Shira.
"Ini sama saja seperti pada kehamilan biasanya. Anda akan mulai mengalami tanda dan gejala yang biasanya dialami oleh ibu hamil. Satu sampai dua minggu setelah pembuahan, mungkin anda bisa mendeteksinya dengan test pack secara pribadi. Tetapi untuk lebih memastikannya, anda bisa datang kembali."
Taehyung yang ikut mendengarkan penjelasan dokter pun tampak canggung. Ia sesekali mengalihkan pandangannya ke sudut lain di ruangan dokter—pura-pura tak peduli, meski rungunya tak mampu mengabaikan isi percakapan sang dokter. Dalam benaknya, pikiran tak lazim itu terus saja menganggunya.
Seandainya dia lahir, siapa yang akan dipanggil ayah oleh anak itu nantinya?
***
Shira yang telah memasuki ruang tindakan diminta berbaring di ranjang ginekologi, dengan kedua kaki bertumpu pada dua penyangga di bawahnya. Sementara Taehyung menunggunya di luar. Berulang kali Shira meneguk salivanya. Jari-jemarinya sedari tadi saling memilin karena terlalu gugup.
"Relaks saja, Bu Choi. Ini tak akan sakit," kata Dokter Song menenangkan Shira.
"Ba-baiklah, Bu Dokter." Shira langsung memejamkan matanya.
Calon anakku, semoga kau berhasil tumbuh dan berkembang, ya?
"Saya salut dengan para calon ibu yang melakukan inseminasi seperti anda." Dokter Song mulai mengajak bicara Shira.
"Kenapa begitu, Dok?"
"Kalian tak menyerah begitu saja pada keadaan yang sulit. Kalian siap memberikan cinta pada sesuatu yang bahkan belum ada wujudnya."
Shira memang tak perlu wujud apa pun untuk mencintai calon anaknya. Ia telah mencintai sejak ia menginginkannya. Sejak anak tersebut hanya sebuah angan di kepalanya.
Sejenak, Shira termenung. Ia bertanya-tanya, apakah orang tuanya dulu juga menginginkan dirinya? Atau ternyata, mereka hanya menginginkan Jimin saja, karena dirinya hanya janin di luar rencana yang ikut tumbuh bersama Jimin.
***
Taehyung baru saja akan beranjak ke toilet ketika Shira tiba-tiba keluar dari ruang tindakan. Taehyung berkacak pinggang bersiap memarahi Shira. "Kenapa keluar? Jangan bilang, kau mendadak takut jarum suntik lalu ingin kabur?!"
"Sudah selesai. Ayo, pulang."
Taehyung menganga lebar. Jadi, ia dipaksa Shira bangun pukul empat pagi, datang ke rumah sakit dengan mata sekarat di pukul enam pagi, lalu harus menunggu tiga jam lagi, dan ternyata tindakan inseminasinya hanya berlangsung tiga puluh menit saja.
"Jangan protes. Karena ini bagian dari pekerjaanmu."
"Tunggu. Aku mau ke toilet!" seru Taehyung tiba-tiba. "Jangan protes. Karena kau sudah mengacaukan jadwal buang air besarku pagi ini." Taehyung meniru gaya bicara Shira yang arogan.
"Cepatlah, karena hari ini aku akan benar-benar memberikan pekerjaan padamu. Setelah ini kita akan ke Panache."
"A-apa? Tapi aku...."
"Kenapa? Kau ada jadwal lain? Aku sih terserah, kalau kau mau pekerjaan itu melayang pada model lain yang lebih berbakat. Aku hanya bermurah hati padamu sekali ini saja. Dan kuharap, kau tidak mengecewakanku."
"Iya! Iya!" Taehyung memasang wajah jengkel. Maka sembari menuju toilet, Taehyung mengirimkan sebuah pesan pada Yerim.
"Maafkan aku, Yerim. Sepertinya siang ini juga tidak bisa. Hari ini aku ada pekerjaan dadakan. Ibu Choi memintaku datang ke Panache. Kita atur waktunya lagi nanti, ya."
Shira kemudian mengulas senyum tipis ketika terbayang Taehyung yang hari ini sudi membatalkan jadwal temu dengan Yerim, dan lebih memilih menemaninya—meski harus dengan paksaan.
***
Sesampainya di kantor Panache, Taehyung memisahkan diri menuju ruang rias, sementara Shira mengambil langkah menuju studio foto untuk menemui Pak Go—Fashion Director Panache. Seokjin juga mengikutinya dari belakang. Mereka akan membicarakan perihal pemotretan kali ini, yang mendadak melibatkan Taehyung bersama Jungkook di majalah edisi musim dingin—edisi terakhir yang akan diisi oleh Jungkook sebagai model utamanya.
"Oh? Selamat siang, Bu Direktur!" sapa seorang model tampan bernama Jungkook.
"Siang, Jungkook. Ini mungkin pemotretan edisi terakhirmu di Panache, ya? Tolong bimbing model baru kami, Kim Taehyung. Dia akan muncul bersamamu pada majalah edisi musim dingin, sebelum akhirnya benar-benar muncul sendiri di majalah edisi selanjutnya."
"Tentu saja, Bu. Sungguh, saya sempat tidak enak karena sudah membatalkan perpanjangan kontrak untuk edisi selanjutnya. Tetapi setelah tahu kalian sudah menemukan penggantinya, saya jadi lebih lega."
"Bilang saja kalau kau dapat penawaran lebih besar di perusahaan kosmetik Namjoon, dasar Bocah Tengik." Shira tetap tersenyum di depan Jungkook kendati merasa jengkel.
"Saya permisi, Bu." Jungkook pun membungkuk pada Shira, lalu pergi mempersiapkan diri untuk pemotretannya.
Lantas, Seokjin mulai berkomentar pelan. "Untuk edisi akhir tahun, kita masih menggunakan Jungkook, 'kan? Kenapa kalian sudah merekrut Taehyung juga untuk edisi ini?" Seokjin masih bingung dengan keputusan Shira dan Pak Go.
"Aku dan Pak Go sudah punya rencana, Jin. Akan lebih berisiko jika Taehyung tiba-tiba muncul sendiri di edisi musim semi."
"Serius, Shira. Tampilannya itu seperti gembel. Tidak punya aura bintang sama sekali. Dia akan kalah jika disandingkan dengan Jungkook. Kalian seolah menyajikan perbandingan yang sangat kentara pada masyarakat di majalah nanti," kata Seokjin penuh penekanan.
"Saya sudah memikirkan ini semua matang-matang. Lihatlah Jungkook, kami sengaja mendandaninya dengan tampilan biasa. Asistenku juga memilih make up artist terbaik di sini untuk mendandani Taehyung. Di sini, kita lebih menonjolkan Taehyung secara tak langsung, agar masyarakat berhenti melirik pada Jungkook," jelas Pak Go panjang lebar.
"Memangnya kalau Taehyung didandani secara luar biasa, dia sanggup mengalahkan pesona Jungkook? Ada-ada saja," gerutu Seokjin.
Mendadak perut Shira terasa kram. Ini memang efek samping yang akan terjadi setelah prosedur inseminasi seperti kata Dokter Song. Maka, ia pun berbalik ke arah dinding sembari menahan perut bawah dengan tangannya demi menghilangkan rasa kram itu.
Seketika studio foto berubah menjadi sepi senyap, perhatian seluruhnya tersedot pada satu objek yang baru saja memasuki ruang studio. Rupanya sang bintang baru yang sedang ditunggu-tunggu akhirnya datang, tentu saja dengan penampilan yang sangat berbeda hingga seluruh orang di sana menatap tak percaya, termasuk Seokjin.
"A-astaga? Di-dia Kim Taehyung?" Seokjin menganga lebar tak percaya.
Shira pun langsung berbalik untuk melihatnya. Pria yang tengah mencuri perhatian itu rupanya sudah memandangi Shira sedari tadi. Rasanya Shira sendiri telah terbius oleh senyum kotak yang tiba-tiba muncul dari bibir Taehyung ketika kedua mata mereka bersitatap.
Ya, Tuhan. Apakah makhluk ini seorang Dewa?
Sesaat, Shira jadi lupa dengan kram perut yang ia alami setelah melihat penampilan baru Taehyung sekarang. Gadis itu tertegun dalam waktu yang cukup lama untuk merasakan sensasinya, hingga akhirnya pria itu sekarang telah berdiri tepat di hadapannya.
"Lu-luar biasa, Kim Taehyung." Shira berdecak kagum. "Kemarin, kau minta padaku untuk mencari potensimu, 'kan? Sepertinya, sekarang aku sudah menemukannya."
***
Sejak majalah edisi musim dingin itu dirilis, Panache menjadi trending topic di kalangan penikmat fashion. Meski di foto dia hanya diam saja dan terkesan kikuk, siapa sangka justru itulah salah satu daya tariknya. Popularitas Taehyung mulai menanjak, buktinya ia sekarang ikut berdiri di sisi Jungkook dalam acara pameran fashion sebagai perwakilan dari majalah Panache.
Kim Taehyung memang tampil luar biasa saat itu, meski hanya sebagai model pendukung. Jangan heran mengapa pakaiannya tampak berkelas dan mahal di majalah. Fabrik itu rancangan khusus dari desainer ternama Korea Selatan yang bekerja sama dengan Panache.
Ia mengenakan sweater turtleneck berwarna coklat, berlapiskan mantel tebal bermotif plaid, dipadu dengan celana chino hitam. Balutan fabrik itu tampak sangat pas di tubuh jangkungnya—seperti memang dirancang khusus hanya untuk Taehyung.
Polesan make up seolah menambah kadar ketampanan Taehyung hingga di atas rata-rata. Perias mempertegas garis wajah Taehyung yang memang jadi bagian paling menonjol dari wajahnya. Hanya sedikit polesan pada kelopak matanya dan penggunaan soft lens berwarna grey membuat sorot mata itu terasa lebih mematikan.
Rambutnya dibuat bergaya messy tetapi menambah kesan seksi, ditambah lagi oleh aksesoris pada telinga, leher, dan pergelangan tangannya. Karena yang memakainya seorang Taehyung, ini seperti bukan lagi fashion edisi musim dingin biasa.
Kombinasi dari semua itu menciptakan ketampanan luar biasa dari Taehyung. Setelah dirinya untuk pertama kali muncul dalam halaman utama Panache bersama Jungkook, penjualan majalah itu meningkat pesat. Isu negatif soal pria panggilan yang sempat merebak beberapa waktu silam mulai tergeser dengan kemunculan Taehyung sebagai model andalan baru Panache.
Jungkook yang sudah banyak pengalaman pun seperti kehilangan pesonanya saat berada di samping Taehyung, termasuk saat keduanya harus menghadiri acara pameran fashion saat ini.
Saat pemotretan itu, Jungkook hanya mengenakan pakaian dari merk biasa yang tak sepopuler merk pakaian Taehyung. Riasan dan aksesoris yang dikenakannya juga standar saja. Melihat atensi masyarakat yang tak lagi berpihak padanya membuatnya menggeram kesal.
"Apa-apaan ini? Mereka jelas sengaja meredupkan aku di sini...." Jungkook menggerutu tak habis pikir melihat kolom komentar akun sosial media Panache.
Semuanya mengelu-elukan Taehyung, belum lagi ada yang sempat-sempatnya berkomentar tentang hubungan asmara Taehyung dan Shira.
"Jungkook membosankan. Aku lebih tertarik dengan model baru ini. Di mana aku bisa menemukan akun sosial medianya"
"Ini pria tidak jelas yang diam-diam menjalin hubungan dengan founder Panache, 'kan?"
"Ternyata hubungan mereka berawal dari kontrak pekerjaan, ya? Kupikir dia itu hanya pria panggilan."
"Gila! Dia tampan sekali! Wajar saja, sih, kalau founder Panache sampai tertarik."
"Tuan Jungkook? Apa yang sedang anda lihat?" Taehyung tiba-tiba mengintip Jungkook yang sedang asik memeriksa kolom komentar Panache.
Lantas, Jungkook gelagapan sampai ponselnya terjatuh. "Bu-bukan apa-apa!"
Acara pameran kali ini sungguh meriah, tampak anak-anak remaja banyak berkerumun sembari mencuri potret dari seorang Taehyung yang sekarang jauh dari kata gembel.
"Kak Taehyung! Ayo lihat sini!" seru para remaja perempuan menjerit-jerit.
Jungkook pun menoleh pada mereka. "Bukan Jungkook! Tapi Kak Taehyung!"
Taehyung pun lekas merespons dengan senyum ramah pada para fans barunya. Lantas, mereka bersorak heboh ketika Taehyung menyunggingkan senyum kotak khas miliknya itu.
"Cih, dasar remaja labil." Jungkook mendecih iri.
Tidak hanya para remaja, bahkan ibu-ibu hingga nenek-nenek ada yang datang ke pameran ini hanya untuk menyaksikan ketampanan seorang Taehyung. Mereka tidak pernah membeli majalah Panache sebelumnya. Hanya karena isu percintaan yang ramai diperbincangkan, mereka pun mulai menaruh perhatian pada Panache, apalagi setelah majalah itu menggunakan sang pria dalam isu yang beredar sebagai salah satu modelnya.
Taehyung sejenak terdiam, menyaksikan eksistensinya akhirnya terasa nyata. Semuanya terpana hanya dengan melihatnya berdiri diam seperti ini. Mereka memasang wajah bangga dan puas dengan apa yang ia lakukan, meski tidak mengenalnya lebih dalam. Manusia mana yang tidak senang dipuja begitu?
Dalam sekejap, ia merasa dibutuhkan dan disenangi sekarang. Padahal, sejak awal kehidupannya, ia sudah dibuang oleh orang tuanya sendiri ke sebuah panti asuhan. Setelah diadopsi pun, ia tak pernah merasakan cinta dan penghargaan. Ini adalah kali pertama dirinya dihargai sebagai manusia. Sesuatu yang ia pikir mustahil, tetapi Shira datang dan mewujudkannya dengan mudah meski dalam kondisi terpaksa.
Tiba-tiba, dalam keramaian itu, seseorang wanita paruh baya berteriak heboh berusaha meloloskan diri dari tim keamanan. Ia tampak berlari menuju Taehyung sambil menangis histeris. Taehyung yang semula tak menyadari bahwa dialah sasaran sang wanita sontak terjatuh ke belakang ketika sang wanita tua menabrak serta memeluknya erat.
"Anakku! Kau pasti anakku!" seru si wanita tua sembari menangis histeris. "Anakku... ini ibumu, Nak!"
"A-apa? Maaf, Bi. Aku bukan...."
"Kau mirip sekali dengan ayahmu, ibu mengenalimu! Bawa ibu bersamamu, Nak!"
Sorot mata Taehyung melemah. "Tidak... ini tidak mungkin...."
Belum sempat bicara lebih banyak, si wanita langsung diseret oleh petugas keamanan. Taehyung yang masih syok dengan kejadian yang tiba-tiba menimpanya, perlahan mengeluarkan sepucuk surat yang sempat disisipkan si wanita di dalam saku mantelnya.
"Untuk anakku tercinta, Kim Taehyung."
---
Chapter kali ini.... hmmmmm
Calon mertuaa Ny.Min ehhh Shira nongol juga yaa...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro