Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 10

"Aku akan menjemputmu di Gangnam."

Bisikan Taehyung terdengar dari belakang Shira, membuat gadis itu menoleh ke arah sang pemilik suara sebelum meninggalkan ruang pemotretan itu. "Aku, 'kan, juga sudah resmi jadi sopirmu. Jadi, jangan pulang dengan Paman Jin, ya!" imbuh Taehyung.

"Sstt!" Shira lekas menyuruhnya diam, khawatir jika mungkin Seokjin yang sedang mengobrol dengan Editor Goo mendengar percakapan singkat mereka. Jika sampai terdengar Seokjin, entah ceramah apa lagi yang harus Shira dengarkan nanti di sepanjang perjalanan menuju Gangnam. "Tidak usah macam-macam. Kau cukup fokus saja bekerja. Oke?" ujar Shira ketus, kemudian keluar dari ruang pemotretan.

Setelahnya, Shira langsung bersandar pada pintu. Matanya sesekali melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tak ada orang lain di sekitarnya sekarang. "Apa-apaan, sih, dia ini?" Shira mengembuskan napas berat seraya mengibaskan tangannya ke arah wajahnya.

Selepas mengawasi jalannya pemotretan Taehyung, Shira tampak aneh. Gadis itu kerap tersenyum sendiri tiba-tiba. Dan saat gadis itu memilih menumpang di mobil Seokjin untuk menyambangi kantor Desainer Lee di Gangnam, keanehan gadis itu semakin nyata bagi Seokjin. Selama ini, Shira selalu enggan menaiki mobil lamborghini milik Seokjin. Terlebih setelah perdebatan kecil yang terjadi tempo hari, mereka mungkin tak akan saling bertegur sapa. Tapi, Shira malah tak mempermasalahkannya sama sekali.

Sampai di dalam mobil pun, Seokjin yang duduk di kursi kemudi masih menatap bingung pada Shira di sisi kanannya. Adanya Shira di dalam mobilnya saja sudah terasa janggal, ditambah dengan senyum yang terus mengembang di wajah Shira tanpa alasan yang jelas  membuat suasana terasa semakin ganjil saja. Padahal, yang Seokjin tahu, Shira tak terlalu senang jika berurusan dengan Desainer Lee yang kerap menyinggung orientasi seksual Shira. Jika bukan karena hubungan kerabat yang terjalin antara orang tua Seokjin dan Desainer Lee, Shira memilih menghindari kerja sama ini.

"Kenapa kau terlihat senang sekali hari ini?" tanya Seokjin, berusaha membunuh jarak dan hening yang tercipta di antara mereka saat ini.

"Benarkah? Biasa saja, tuh," sahut Shira singkat.

Keduanya pun kembali terjebak dalam keheningan. Entah kapan terakhir kali mereka mengobrol dengan canggung seperti sekarang, Seokjin sampai lupa cara mengatasinya.

"Aku minta maaf," ucap Seokjin lirih. Kini, terpampang jelas penyesalan di gurat wajahnya. "Sikapku kemarin terlalu kasar dan berlebihan padamu."

"Tidak masalah. Aku tak memasukkannya dalam hati."

Tak ada senyum, tak ada ekspresi. Raut Shira berubah dalam sekejap. Shira mematikan percakapan mereka dengan ungkapan yang jelas terdengar dingin dan tak bersahabat. Namun, Seokjin lantas tidak menyerah untuk menjalin percakapan dengan gadis itu.

"Shira, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Seokjin, terdengar sedikit ragu.

Shira hanya mengangguk, pertanda bahwa Seokjin bisa mengungkapkan apa yang ingin ditanyakannya.

Tenggelam dalam diam untuk beberapa saat, akhirnya Seokjin mengutarakan sebuah pertanyaan yang selalu mengusik pikirannya belakangan. "Kenapa bisa... Taehyung tiba-tiba kembali bekerja di Panache?"

"Kau menanyakan ini lagi?" Shira mendecih sembari menatap pemandangan di luar mobil. Persoalan ini sungguh telah berulang kali Shira jelaskan pada Seokjin sejak beberapa hari yang lalu. "Sudah kukatakan alasannya. Bukankah ini hal yang bagus? Dia tampan, dan akulah yang menemukan bakatnya. Sudah sewajarnya dia kembali ke perusahaan kita, 'kan?"

Hanya membicarakan tentang Taehyung, senyum Shira sudah semakin mengembang saja. Anehnya, Seokjin merasa tidak senang atas alasan di balik senyum indah gadis itu hari ini.

"Oh? Hanya begitukah?" sahut Seokjin datar. Respons Shira agaknya tidak cukup melenyapkan tanda tanya di kepalanya. "Kau juga tinggal dengan Taehyung sekarang. Apa kau yakin, tidak ada alasan lain?" batin Seokjin.

Sesampainya di tempat Desainer Lee, Shira mampu mempertahankan profesionalitasnya dalam bekerja kendati Desainer Lee banyak menyinggung masalah pribadi Shira. Selama pembahasan tentang proyek kerja sama mereka, desainer itu kerap membawa topik sensitif ke dalam pembicaraan mereka. Namun, kali ini, Shira tak tampak terganggu karena hal itu. Shira bahkan berhasil mengembalikan topik pembicaraan dengan rapi tanpa tersulut emosi sama sekali.

Di akhir perbincangan, Desainer Lee pun tiba-tiba berdecak kagum. "Sepertinya Direktur Choi sudah banyak berubah sekarang?" tanya Desainer Lee. "Apakah gigolo itu penyebabnya? Pria yang kau jadikan model utama majalah Panache itu?" imbuhnya, masih berusaha memercikkan sindiran.

Huh? Sabarlah, Shira. Dia memang suka memancing kesabaranmu seperti ini, 'kan?

Shira pun mengulas senyum tipis. "Ralat kata-kata Anda, Desainer Lee. Gigolo yang kau maksud adalah model yang akan mempromosikan rancanganmu. Jadi tolong berhati-hati jika sedang bicara."

Merasa berhasil membangkitkan emosi Shira, Desainer Lee pun menarik sudut bibirnya. "Aku tidak salah, 'kan? Atau jangan-jangan kau tidak tahu?"

"Tahu apa?" tanya Shira penasaran.

"Beberapa rekan sosialitaku bilang kalau dulu, mereka pernah menyewa... pria yang kau bilang kekasihmu itu. Tapi, dia termasuk pria yang mematok bayaran lumayan tinggi, padahal wajah dan pelayanannya juga tak sehebat itu. Ah, dia itu sangat matrealistis," ungkap Desainer Lee.

Wajah Seokjin berubah pucat ketika Shira dibuat terdiam oleh Desainer Lee. Entah berapa lama lagi Shira bisa mempertahankan kesabarannya jika desainer ini masih bicara seenaknya.

"Apakah sebegitu kesepiannya, sampai harus memacari pria payah yang gila harta itu? Aku bisa mengenalkanmu dengan pria lain yang lebih berkualitas, kalau kau mau." Desainer Lee menjeda sesaat, lalu pura-pura menampilkan ekspresi terkejut. "Oh, iya, ya! Sekarang jadi sulit, sih. Karena kau sedang mengandung anaknya, 'kan? Anak dari gigolo itu?"

Shira menaikkan sebelah alisnya gusar, lalu mendecih dengan salah satu sudut bibirnya terangkat. Mendapati ekspresi berbahaya yang muncul di raut rekannya itu, Seokjin buru-buru menengahi. "Mohon maaf, Desainer Lee." Seokjin mulai menyengir aneh. "Sepertinya, pembicaraan ini harus kita sudahi, karena masih ada jadwal lain yang harus—"

"Iya, kau tidak salah. Taehyung memang melakukannya dulu," potong Shira tiba-tiba. Seokjin kontan menunduk seraya mendesis pelan, tak sanggup melihat keributan yang akan terjadi jika si gadis Choi sudah tersulut amarahnya.

"Dia melakukan itu, karena nyatanya banyak wanita tua seperti kalian yang menaruh minat padanya dulu," sambung Shira tanpa ragu seraya mengimbuhkan tanda tangan di lembaran terakhir kontrak kerja sama itu dengan tenang. "Tapi, rasanya, dibanding denganku, gelar 'wanita kesepian' itu jauh lebih pantas untuk kalian semua."

"Maksudmu?" bingung Desainer Lee.

"Di usia hampir kepala lima, tua bangka seperti kalian masih saja berburu pria yang lebih muda. Oh, ya, ampun! Kalian membuatku merinding!" satir Shira dengan wajah terlihat jijik.

"Berani-beraninya kau—" Desainer Lee sampai dibuat tercekat.

"Dan satu lagi. Aku baru tahu kalau kau dan rekan sosialitamu ternyata tidak sekaya itu, ya?" Shira pun beranjak dari kursinya, lalu melemparkan lembar kontrak kerja sama mereka tepat ke wajah Desainer Lee. "Di saat kalian hanya sanggup menyewa Taehyung selama satu atau dua malam, aku justru mampu memiliki Taehyung di setiap malamku. Kapan pun aku mau!"

***

"Ah, ya, ampun. Apa yang sudah kulakukan?" Shira menepuk kedua pipinya seraya menghela napas berat. "Oh, ya, Tuhan. Kupikir bisa menahannya sampai akhir. Tapi, lagi-lagi aku... mengacau."

Shira duduk seorang diri di meja yang terletak di depan café seraya menunggu Seokjin yang masih sibuk dengan teleponnya sedari tadi. Yang mengherankan, Seokjin mengambil jarak yang cukup jauh dari tempat Shira duduk hanya untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Apa sekarang ibunya Jin sedang menceramahinya? Ah, cepat sekali mulut wanita itu bekerja kalau soal mengadu pada Nyonya Han," gumam Shira.

Segelas mojito dan jus jeruk pun telah disajikan oleh pelayan di atas meja, tapi Seokjin belum selesai juga. Terlalu lama menunggu sekretarisnya itu, Shira akhirnya menyesap jus jeruknya lebih dulu karena terlalu haus.

Sekian menit berlalu, hingga tak ada setetes air yang dapat disesapnya lagi, Seokjin tidak kembali juga. Shira hendak menghampiri Seokjin, tetapi presensi pria itu tak lagi ditemukan di tempatnya semula. Shira pun bangkit dari kursinya dan mengedarkan pandangannya. Namun, batang hidung pria itu tak terlihat.

"Ke mana dia?" gumam Shira sembari menghenyakkan bokongnya kembali di kursi.

Selang berapa menit, Seokjin tak muncul juga. Pesan yang dikirimkan Shira pun tak kunjung dibalas Seokjin. Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk pergi menuju tempat mobil Jin diparkir. Namun, ketika ia hendak pergi meninggalkan café tersebut, seseorang menggenggam pergelangan tangannya, berusaha menghentikan pergerakan Shira. Lantas, Shira pun berbalik demi melihat siapa gerangan yang tiba-tiba menahan langkahnya itu.

"Namjoon?" kaget Shira. "Sedang apa kau di sini?"

"Halo, Shira. Sudah lama kita tak bertemu."

"Lepaskan aku!" Shira lekas melepaskan genggaman Namjoon. Namun, Namjoon semakin mengeratkan genggamannya.

"Tidak, Shira. Aku harus bicara denganmu."

***

Dengan mobil Shira, Taehyung tiba lebih dulu dari waktu yang ditentukan di Gangnam untuk menjemput Shira sesuai janjinya tadi pagi. Taehyung berniat membelikan sebuket bunga untuk Shira sebelum menjemput gadis itu, jadi Taehyung memilih berangkat lebih awal untuk menyiapkannya.

"Matahari... gadis itu sangat cocok dengan bunga matahari," gumam Taehyung dengan senyum kotaknya yang merekah. "Bi, saya mau beli satu buket bunga matahari ini."

"Hei, Anak Muda. Kau harus perlakukan wanitamu seistimewa mungkin agar dirinya merasa paling dicintai! Jadi, beli sebuket bunga saja tidak cukup! Harus beli minimal sepuluh, Anak Muda!"

Taehyung meringis. Ia hanya ingin membeli sebuket, tapi malah dipaksa membeli banyak buket oleh bibi penjual bunga. Bukannya pelit, Taehyung hanya tidak punya cukup uang untuk membeli banyak. "Bi, uangku terbatas. Aku akan beli satu buket dulu, ya. Kalau aku sudah jadi model yang sukses, aku akan beli banyak untuk gadisku. Ehm, maksudku, teman gadisku."

"Astaga...," bibi penjual bunga menggeleng pelan. Alih-alih merespons Taehyung, bibi tersebut malah mengomentari hal lain yang terjadi di hadapannya. "pria jaman sekarang memang sulit menghargai wanitanya. Tega sekali pria itu menyeret pacarnya dengan cara yang kasar."

"Bi, tolong... bunganya." Taehyung memelas, mencoba mempercepat transaksi dengan menyodorkan sejumlah uang pada penjual bunga.

"Tampaknya dia seumuran denganmu. Kenapa pria jaman sekarang selalu main kasar dengan wanitanya. Astaga...," gerutu si penjual bunga, seraya menyiapkan sebuket bunga matahari untuk Taehyung. "Kau jangan begitu, ya, dengan pacarmu, Nak."

Penasaran dengan kejadian yang menarik atensi si penjual bunga, Taehyung pun menoleh ke arah pandangan si penjual bunga. Dilihatnya seorang wanita meringis kesakitan karena ditarik paksa oleh pria yang tampak seperti kekasihnya.

Wajah gadis itu terasa familier di netranya. Lantas, Taehyung pun memicingkan matanya demi memperjelas penglihatannya.

"Oh, astaga. Shira?! Dan... Kim Namjoon?"

Namjoon tampak menarik paksa lengan Shira, berupaya membawa Shira ke tempat lain yang jauh lebih sepi dibanding sebelumnya. Taehyung jelas langsung mengikuti keduanya sebelum kehilangan jejak. Sampai akhirnya, langkah Taehyung berhenti di sebuah tempat yang berada jauh dari keramaian, di samping sebuah gedung kosong yang tampak usang. Ia pun mengambil tempat persembunyian yang aman untuk memantau Shira dan Namjoon yang sejak awal terlihat gusar.

"Lepaskan! Apa yang mau kau lakukan padaku sekarang?!" teriak Shira histeris.

Namjoon langsung menghempaskan tubuh gadis itu ke dinding, mengunci kedua bahu Shira dengan mata menatap nyalang. Napas Shira tertahan, tubuhnya pun gemetar menahan takut.

"Katakan padaku. Kenapa kau tinggal bersama Kim Taehyung?!"

"A-aku tinggal di mana pun itu bukan urusanmu!"

"Kau membenci pria, 'kan? Kenapa kau tinggal di sana bersama pria itu? Apa karena psikiater berengsek itu yang menyuruhmu melakukan ini?!"

Shira tersentak kaget begitu Namjoon menyinggung tentang Psikiater Jung. "Dari mana kau tahu sampai sedalam itu? Kau... masih menyelidiki kehidupanku?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Shira, Namjoon malah menanyakan hal lain. "Kenapa kau tidak bisa menerima saja cintaku ini, Ra?"

Shira menelan salivanya sulit. "Kenapa kau masih saja memaksakan cinta padaku?!"

"Aku sudah mencintaimu belasan tahun, Shira! Belasan tahun!" Namjoon kembali menghentakkan bahu Shira ke dinding sampai gadis itu meringis nyeri. "Tapi, kau memberikannya pada pria lain. Kenapa, Shira?! JAWAB AKU!"

Gadis itu memalingkan wajah sembari memejamkan matanya, berusaha menghindari tatapan Namjoon yang membuatnya semakin gelisah. "He-hentikan, Namjoon. Kau... membuatku takut!"

"Kenapa? Katakan padaku!"

"K-Kim Taehyung itu kekasihku! Dan sekarang ada bayi kami, jadi—" sahut Shira terbata.

"Jangan bersandiwara lagi, Shira. Aku sudah tahu semuanya. Kau hanya melakukan kontrak inseminasi itu, 'kan? Kau terpaksa melakukannya untuk mendapatkan anak, karena sejak dulu kau tidak bisa hidup bersama pria. Dan itu pula alasanmu menghindariku selama ini, 'kan?"

Shira pun memberanikan diri menatap wajah Namjoon yang sekarang berubah merah padam menahan amarah. "Hei, siapa lagi yang kau suruh untuk menyelidiki kehidupanku?"

Namjoon tertawa kering sekaligus menyeringai. "Kau pikir, orang-orang di sekitarmu bisa dipercaya?"

Mencerna kalimat Namjoon, Shira berubah bingung. "Maksudmu?"

"Tidak sulit mengetahui seluk beluk kehidupanmu jika orang di sekitarmu yang memberi informasinya padaku."

Dalam sekejap, di benak Shira, langsung terlintas sosok pria yang selama ini selalu berada di dekatnya selama sekian tahun, dan bahkan sempat ingin menjodohkannya dengan pria bejat semacam Namjoon. "Tidak mungkin, 'kan... Jin yang...."

"Tinggallah bersamaku, Ra. Dibanding Kim Taehyung, aku paling pantas mendampingimu. Juga menjadi ayah dari anak-anakmu kelak. Dan kau tahu? Sebenarnya aku—"

"Berhenti berkhayal, Joon. Kau adalah pengecualian. Aku tak akan hidup dengan orang sepertimu. Kau monster! Kau selalu membuatku kesulitan selama ini."

"Semuanya kulakukan hanya untuk mendapatkanmu, Ra. Sedikit lagi saja, kita bisa bersama. Tapi kemudian, Kim Taehyung datang dan mengganggu kisah cinta kita."

"Kisah cinta? Astaga, Namjoon." Shira membeliak tak habis pikir. "Sejak kapan kita menjalin kasih? Sejak dulu, kau hanya seorang rival yang sering menjatuhkanku. Bagaimana mungkin aku menjalin cinta denganmu?"

"Bukan berarti kau bisa menerima pria yang jauh lebih rendah dariku semacam Kim Taehyung, 'kan? Dia miskin, keluarganya tidak jelas, dan dia tidak punya masa depan. Di mana akal sehatmu, Ra?"

"Angkuh sekali kau!" Shira melepaskan cengkeraman tangan Namjoon di bahunya sekuat tenaga. "Bahkan, jika ditanya siapa yang lebih pantas untuk hidup bersamaku, aku akan lebih memilih Taehyung daripada kau, Joon."

Namjoon mengepalkan tangannya menahan geram. "Kau tahu? Tak mungkin ada pria yang bisa mencintai wanita semacam kau selain aku. Lihat saja, kau akan menyesal telah mengatakan itu padaku hari ini."

Shira sedikit tersinggung. "Wanita semacam... aku? Apa maksud perkataanmu?"

Namjoon pun mengulas senyum tipis. "Kau wanita sakit, Shira. Han Seokjin saja tidak mau menjalin cinta denganmu. Apa kau masih ingat saat Sekretaris Han berniat menjodohkan kita? Dia datang dan memohon padaku karena kau sangat merepotkan," timpal Namjoon. "Alasannya bertahan di sisimu selama ini tidak lain hanya karena ingin berlindung di belakangmu saja, sambil mengecap kesuksesan yang kau miliki. Dia hanya memanfaatkanmu untuk membangun karirnya sendiri."

"Jin bukanlah orang picik sepertimu," sahut Shira tajam.

"Dia itu pria lemah dan payah. Hidupnya dikendalikan orang tuanya," cerca Namjoon. "Siapa yang rela jika anaknya menjalin hubungan dengan wanita sepertimu? Tuan Han jelas tidak pernah berharap memiliki calon menantu yang bermasalah. Seokjin juga tidak serta merta memperjuangkanmu. Atas dasar itu, kau memutuskan untuk mengakhiri semuanya, 'kan? Sebelum penolakan Sekretaris Han dan keluarganya semakin terasa nyata bagimu."

"A-apa yang...." Shira tercekat. "Kau... benar-benar tidak waras! Kebiasaan menguntitmu semakin menyeramkan!"

Dalam persembunyiannya, Taehyung tak kalah terkejut dengan apa yang barusan didengarnya. "Jadi, ternyata... Jin dan Shira pernah...."

"Lalu, sejak itu, kau berlindung dibalik penyakitmu demi mengelak kenyataan bahwa sebenarnya kaulah yang tidak diinginkan," sambung Namjoon.

"Diam kau!" Gurat amarah nampak bangkit dari raut wajah Shira. "Ka-katakan padaku! Apa dokter Jung menceritakannya padamu?! A-atau... Jin?!" selidik Shira, tangisnya hampir tumpah. "Jawab aku, Namjoon!"

"Kau seharusnya sadar, satu persatu orang di dekatmu sudah mengkhianatimu. Tidak ada yang bisa dipercaya di dunia ini selain aku, Shira," tukas Namjoon.

Hampir saja ia melayangkan tamparan untuk Namjoon, tetapi pria itu langsung mengunci lengannya di dinding dengan kuat, sampai Shira kembali meringis kesakitan. Namun, bekas goresan di pergelangan tangan kanan Shira mengalihkan atensi Namjoon.

Seringaian terbit di bibir Namjoon saat melihat guratan-guratan bekas luka itu. "Percobaan bunuh diri ini, ternyata masih meninggalkan bekasnya? Sayang sekali, Tuan Han harus mengetahui kejadian ini. Menakuti pria manja itu agar mengakhiri perasaannya padamu. Seandainya kau memilihku, aku sanggup merahasiakan semua kelainan mentalmu dari keluarga besarku. Aku jelas lebih mampu membuatmu bahagia dengan caraku."

Shira mengerutkan kening tak habis pikir dengan yang dikatakan Namjoon. "Yang ada, aku akan semakin depresi jika memilihmu! Aku bahkan tidak berniat hidup bersamamu meski aku sudah sembuh nanti!"

"Sembuh?" Namjoon pun tertawa remeh. "Mari kuajarkan sesuatu padamu hari ini." Namjoon menarik paksa lengan Shira, menunjukkan guratan di pergelangan tangan itu ke hadapan Shira. "Kau tahu, kenapa guratan-guratan di pergelangan tanganmu ini masih terlihat jelas? Padahal lukanya sudah diobati." bisik Namjoon. "Itu artinya, sembuh sekali pun akan tetap meninggalkan bekas, bukan?"

"Apa maksudmu?" tanya Shira bingung.

"Sekali cacat, maka akan selamanya cacat, Shira," ungkap Namjoon.

Shira tersentak kaget. Sekujur tubuhnya terasa dingin seketika. Bibirnya terkunci rapat, tak lagi mampu membalas perkataan Namjoon yang semakin menohok di rungunya.

"Percayalah, tak ada yang bisa mencintaimu seperti aku." Namjoon pun mengunci kedua pergelangan tangan Shira ke dinding dengan kuat, lalu menyelipkan wajahnya ke ceruk leher Shira, hingga Shira meremang ngeri. "Aku bisa menerimamu seluruh kecacatanmu itu."

Taehyung hampir saja keluar dari persembunyiannya untuk menarik Shira dari pria berengsek itu. Namun, langkahnya terhenti ketika Shira lebih dulu bertindak.

Dengan kekuatan penuh, Shira langsung mengangkat paha dan menghantamkan dengkulnya tepat pada pusat tubuh Namjoon hingga pria itu kontan terjatuh dari pijakannya. Pria itu meringis kesakitan sembari memegang alat vitalnya. "Jangan pernah bermimpi bisa mendapatkanku, Namjoon! Dan sekarang aku sudah benar-benar jijik padamu!"

Sementara Namjoon lengah, Shira langsung melarikan diri dari Namjoon.

***

Shira memaksakan diri berlari secepat mungkin dari Namjoon kendati kedua tungkainya masih gemetar ketakutan. Tubuhnya benar-benar dalam kondisi tak baik. Wajah gadis itu pucat pasi, pun kedua matanya memancarkan kepanikan hebat yang masih jelas dirasa pasca pertemuan yang tak diduga dengan Namjoon tadi. Taehyung hampir saja kehilangan jejak gadis itu jika langkah Shira tak mulai melambat tatkala keram di perut bawahnya mulai terasa.

Shira mencoba mengatur napasnya yang tak karuan serta memegangi perutnya yang semakin terasa nyeri. Air matanya kembali mengalir dari ekor mata. Semakin deras seiring dengan bertambahnya nyeri yang membuat sekujur badannya melemah.

Setelah menemukan tempat yang lebih sepi dan aman, Shira akhirnya berhenti di belakang sebuah toko. Berpegangan pada pagar pembatas di depannya, Shira mencoba menahan beban tubuh yang terasa semakin berat. Shira hampir ambruk karena lemas dan nyeri sekaligus. Beruntung, Taehyung langsung sigap merangkul tubuh ringkih gadis itu.

Taehyung yang muncul tiba-tiba dari belakang sontak membuat Shira kembali histeris serta berupaya melepaskan diri. Tetapi, Taehyung semakin erat memeluknya dari belakang dengan kedua lengan besarnya itu hingga sang gadis semakin menangis hebat ketakutan.

"Tidak! Lepaskan aku, Namjoon!" teriak Shira. Ingin meloloskan diri, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk berontak.

"Shira, tenanglah!" Taehyung semakin mempererat pelukannya, tak ingin gadisnya lepas darinya. "Ini aku! Kim Taehyung! Kau aman sekarang!"

Taehyung menang ketika akhirnya Shira berhenti melawan. Suara beratnya meresap sempurna di rungu sang gadis. Menenangkan dan aman adalah dua kata paling tepat untuk menggambarkan vokal berat Taehyung yang akhir-akhir ini menjadi warna suara favorit Shira.

Dalam pelukannya, Taehyung masih merasakan gemetar tubuh Shira. Gadis itu tak kunjung bicara, hanya terdengar tangisannya yang semakin mengesak.

"Namjoon sudah kehilangan jejakmu. Kau juga tidak perlu takut lagi, karena ada aku di sini," ujar Taehyung berupaya menenangkan Shira.

Gadis itu jelas ketakutan setengah mati saat ini. Penyesalan pun mulai meliputi diri Taehyung lantaran tak menghentikan Namjoon lebih awal. "Maafkan aku karena tidak menyelamatkanmu lebih cepat."

"Sejak kapan kau—" tanya Shira terisak. "Jadi... apa kau... juga mendengar semuanya?"

Taehyung terdiam. Tak berani menjawab Shira. Namun, secara tersirat, membisunya Taehyung sudah menjadi jawaban yang jelas atas pertanyaan itu. Lantas, Shira semakin sesenggukan di pelukannya. "Aku... pasti terlihat menyedihkan di matamu sekarang."

"Tidak sama sekali. Kau adalah wanita terhebat yang pernah kutemui. Abaikan saja semua omong kosong Kim Namjoon itu. Bertahanlah sedikit lagi, kau pasti bisa sembuh," ujar Taehyung seraya mengelus pucuk kepala Shira dengan lembut.

"Aku akan berhenti, Taehyung," ujar Shira. "Aku benci mengakui ini, tapi mungkin Namjoon benar. Perjuanganku untuk sembuh akan berujung sia-sia. Jadi, aku tidak ingin membuang waktuku lebih banyak untuk ini," pungkas Shira sembari melepaskan diri dari dekapan Taehyung.

Namun, pria itu malah semakin menguatkan rengkuhannya, membalikkan badan Shira hingga wajah mereka kini berhadapan satu sama lain.

"Le-lepaskan aku!" seru Shira malu, tetapi bibirnya segera terkunci ketika mendapati tatapan tajam Taehyung sekarang begitu mengintimidasi, hingga tubuhnya pun ikut tak berdaya.

"Lalu apa kau mau menambah lagi lima belas tahunmu yang terlewat sia-sia itu? Terjebak lebih lama, serta menyeret anakmu dalam penderitaanmu?!" sarkas Taehyung sedikit membentak.

"A-apa?" kaget Shira.

Sadar bahwa dirinya bicara terlalu keras, Taehyung pun memejamkan mata seraya menghela napas panjang. "Bukankah kau pernah bilang padaku bahwa apa pun yang kita kerjakan akan selalu berakhir dalam dua kemungkinan? Berhasil atau pun gagal. Kita tak akan tahu kalau tidak mencobanya, 'kan?" kata Taehyung, kali ini lebih tenang.

"Ternyata kau masih belum mengerti masalahnya? Seharusnya kau sudah paham jika kau benar-benar mendengar seluruh perkataan Namjoon tadi. Aku cacat, dan itu akan selalu membekas meski sudah sembuh sekali pun!"

Taehyung mendesis kesal. "Persetan dengan cacat atau tidak! Setidaknya kau harus tetap berusaha sembuh! Demi anakmu! Demi anak kita!"

Di saat bersamaan, bibi penjual bunga tadi tiba-tiba lewat dan merusak suasana tegang yang terjadi di antara mereka, memergoki Taehyung dan Shira yang sedang beradu mulut.

"Astaga... apa kalian ini teletubbies?" sindir si penjual bunga sambil menggeleng kemudian berlenggang pergi membawa bakul berisi bunga, sementara Shira dan Taehyung hanya melongo aneh. "Bisa-bisa kalian berdua kehabisan napas kalau saling memeluk seerat itu!."

Karena celetukan bibi tua itu, keduanya pun saling berpandangan. Setelah sadar bahwa sedari tadi mereka saling berpagut, keduanya kontan melepaskan diri dengan wajah malu-malu, terutama Taehyung, karena dirinyalah yang merengkuh kuat pinggang sang gadis.

"Se-sebaiknya, kita pulang sekarang," ajak Taehyung kikuk.

"Sebentar, apa yang kau bilang tadi?" Shira terdiam sejenak, mencoba mengingat kembali kalimat terakhir Taehyung tadi. "Demi anak... kita? Aku tidak salah dengar?"

Taehyung pun menelan salivanya. Shira tak akan senang mendengar alasannya. Sulit mengakui bahwa rasa peduli sudah bertumbuh sejak Taehyung merefleksikan bayi itu sebagai dirinya sendiri. Sebagai anak yang menjadi korban atas ketidakpedulian orang tuanya.

"Kenapa?" Shira bertanya lagi. "Kenapa kau... tiba-tiba peduli dengan anak ini?"

"Aku... hanya ingin yang terbaik untuk anak itu," tukas Taehyung. "Jangan salah sangka. Aku tahu, ini terdengar klise. Meski pada akhirnya aku akan pergi juga, aku jelas berharap anak itu tidak tumbuh sengsara sepertiku."

Dalam sejemang, Shira tersadar bahwa dirinya telah melupakan tujuan awal kesembuhannya. Sesaat, Shira merasa malu karena justru Taehyung yang memikirkan nasib anak yang sedang dikandungnya itu.

Di sela lamunan Shira, Taehyung pun melanjutkan. "Pilihan kita sudah menyeret anak yang tak berdosa itu dalam hubungan yang aneh ini. Dan jelas kita sudah tak bisa mundur lagi. Selepas kepergianku nanti, aku hanya berharap kau bisa diandalkan sebagai ibu yang baik, Shira. Jadi aku mohon...."

Shira tertunduk lemas. "Aku pun ingin sembuh untuk anakku. Tapi, selalu ada hal-hal yang terjadi. Membuatku ragu dan berpikir perjuangan ini mungkin akan berakhir sia-sia. Aku takut jika apa yang kulakukan ini justru semakin menambah luka untukku."

"Lantas, beritahu aku. Apa yang membuatmu takut? Apa yang menyulitkanmu?" tanya Taehyung serius. "Kau bahkan belum menuntaskan terapi, kau belum tahu hasil akhirnya, 'kan?"

"Dokter Jung bilang, resep terbaik untuk orang sepertiku adalah jatuh cinta. Mungkin bagi banyak orang, itu adalah hal yang gampang. Tapi bagiku, itu sangatlah sulit," tutur Shira. "Tidak banyak orang yang bisa menerima wanita sepertiku. Daripada harus menerima Namjoon, aku lebih baik hidup sendiri."

Taehyung hanya terdiam dalam sejemang. Beberapa sekon lamanya, Taehyung tampak terjebak dalam pikirannya sendiri. Shira pikir, Taehyung mungkin mulai merasa terbebani oleh masalah hidupnya sekarang. Gadis itu menarik lengan baju Taehyung guna mengajaknya menyingkir dari daerah itu. "Sebaiknya kita pulang saja—"

"Bagaimana kalau kita pacaran?" tawar Taehyung tiba-tiba.

Shira tersentak kaget mendengarnya, lalu menoleh tak percaya pada Taehyung. Dengan segenap keberanian, Taehyung langsung saja meraih jemari Shira yang tengah menarik lengan bajunya itu, kemudian meremasnya dengan lembut. Pandangan Shira kini teralih sepenuhnya pada sosok yang menggenggam erat tangannya itu.

"Jika memang jatuh cinta adalah resep terbaikmu, aku akan berusaha menjadi obatmu," timpal Taehyung.

Sekarang, akal sehat Taehyung mungkin sudah mati. Mati suri, pikir Taehyung. Pria itu tak dapat menampik jika di relung hatinya, Taehyung ingin membuktikan bahwa Shira telah salah menilai dirinya sendiri. Shira pantas dicintai, dan Taehyung jelas setuju dengan asumsinya itu. Taehyung bahkan yakin bahwa Namjoon sudah salah besar jika di dunia ini hanya Namjoon yang bisa mencintai gadis itu sungguh-sungguh. Taehyung pikir, dirinya pun mungkin... bisa.

Shira pun memaksa diri untuk tertawa, berusaha menganggap perkataan Taehyung sebagai lelucon, meski dirinya pun nyaris jantungan mendengarnya. "Oh, aku tahu. Ma-maksudmu, kau mau bekerja jadi apoteker, begitu?" sahut Shira canggung diikuti tawanya yang semakin terdengar aneh.

Taehyung sadar perkataannya pasti terdengar gila bagi Shira. Maka, dengan segenap hati, Taehyung kembali menegaskan keinginannya. "Aku tidak sedang bercanda. Aku bilang, aku mau jadi kekasihmu. Aku akan membuatmu merasakan bagaimana rasanya dicintai."

"Kau butuh uang berapa?" Shira masih saja menganggap Taehyung bercanda.

"Aku tidak memungut biaya! Ini sungguh tulus!" Kali ini, Taehyung jelas tidak sedang bercanda.

Lantas, Shira pun beringsut mundur. "A-apa kau sekarang sudah bosan hidup, Kim Taehyung?!"

"Tujuh hari saja. Cobalah pacaran denganku, agar lima belas tahunmu yang sudah lewat bisa terbayar lunas." Taehyung langsung memotong, agar gadis itu tidak menolaknya. "Selama itu, aku pastikan kau menjadi wanita paling bahagia di dunia. Paling istimewa."

___

Author's Note:

Ya, ampyuuun babang maen nge-gas aja. Tae masih belom tau kayaknya nih nasib cowok-cowok yang dulu sempet ditolak ama Shira. Jadi kira-kira, bang Taehyung bakal diapain sama Shira ya minggu depan??

a. ditampol

b. diajak gelud

c. dicipok

d. lain-lain... ehm

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro