Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 1

Disiram dengan jus jeruk kecut di hadapan banyak orang oleh Choi Shira memang bukan sesuatu yang pernah Kim Namjoon sangka akan terjadi hari ini. Cincin amethyst yang sejatinya akan disematkan di jari manis Shira pun dihempaskan gadis itu tanpa ragu. Namjoon tidak pernah mengerti di mana letak kesalahannya dalam mencintai seorang Shira hingga harus mengalami patah hati selama belasan tahun lamanya. Shira memang sulit diraihnya sejak dulu.

"Apa kau sudah gila, Namjoon?" ucap Shira dengan raut wajah meremehkan.

Namjoon memang hampir gila. Ia sudah kehabisan cara untuk memperjuangkan Shira. Penolakan semacam ini sebenarnya bukanlah hal yang dapat menghentikan Namjoon begitu saja dalam usahanya demi mendapatkan Shira. Namun, yang Namjoon sesalkan adalah, di antara banyak saksi mata yang melihat, penolakan ini harus disaksikan oleh ayahnya sendiri. Tentu saja, setelah ini perjuangannya akan semakin sulit.

Dan bagian terburuknya, ketika Namjoon harus turut menyaksikan gadis yang ia cintai sekian lama—berlari menuju pria lain serta menggamitnya dengan mesra. Pria yang sekalipun tak pernah Namjoon ketahui posisi dan andilnya dalam kehidupan Shira selama ini, kendati menguntit kehidupan Shira sudah menjadi rutinitas baginya.

"Kalau pun harus menikah, aku akan menikahi pacarku!"

Shira memandang pria yang ia sebut kekasihnya dengan penuh cinta. Sedangkan Namjoon yang tertolak di ujung sana hanya bisa menatap nanar pada dua sejoli yang sedang kompak mempermalukannya di tengah-tengah acara. Mungkin, ini benar-benar akhir dari kisah perjuangan Namjoon untuk mendapatkan gadis impiannya. Lantas, Namjoon berbalik arah dan segera angkat kaki bersama ayahnya dari kediaman gadis yang telah ia cinta selama hampir separuh usianya.

***

Berada dalam situasi ramai dalam suasana pesta meski ini tak lain adalah acara ulang tahun Panache—perusahaan majalah fashion yang ia rintis sendiri, tak cukup membuat Choi Shira kehilangan rasa panik. Banyak pria bertebaran layaknya lalat di dalam gedung ini menyebabkan feromon dari tiap makhluk itu kadang masih saja sukses membuat Shira merasa mual dan berkeringat dingin. Antidepresan yang ia tenggak sebelum menampakkan batang hidungnya di depan tamu undangan belum mengeluarkan reaksinya.

Menderita androfobia tak semudah itu. Shira cukup lihai menyembunyikan ketidaksempurnaannya, bahkan bertingkah selayaknya gadis normal di hadapan khalayak ramai. Ini kutukan sekaligus aib yang memalukan untuk diketahui orang lain, sebab gadis ini begitu dipuja-puja di luar sana. Cerdas, cantik, dan kaya raya. Paket lengkap untuk seorang wanita dan tiket terbaik untuk memperoleh pria idaman di usia yang sudah memasuki kepala tiga. Femme fatale telah menjadi julukannya, meski itu terdengar menggelikan. Bagaimana bisa kecacatan ini terbungkus oleh gelar bodoh yang disematkan oleh tiap pria yang gagal memacarinya?

Ah, biarkanlah ketidaksempurnaan itu termanipulasi. Ini jauh lebih baik dibanding penilaian yang sesuai dengan fakta sebenarnya. Maka dari itu, membaur adalah jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk terlihat normal. Gadis bergaun hitam yang membungkus tubuh hingga setinggi leher itu mulai menerbitkan senyum paksa untuk tiap-tiap mata yang memandang. Ia tidak suka pesta, pun keramaian. Tetapi inilah cara agar dapat bertahan di dunia bisnis yang ia geluti.

"Cantik." Vokal berat yang familier itu tertangkap rungu Shira, membuatnya menoleh seraya mendengus. "Meski dengan gaun tertutup dan warna yang suram untuk sebuah pesta ulang tahun perusahaan, kau selalu tampak cantik bagiku."

Wajah pria yang tak pernah bosan membuntuti Shira itu muncul tiba-tiba di tengah acara, bahkan begitu lancang meraih jemarinya. Lantas, Shira menepis jemari pria itu. Shira selalu menghindari kontak fisik dengan pria yang menaruh perhatian padanya.

"Ya, ampun. Kau masih saja galak seperti dulu?" Namjoon terkekeh lucu.

Boleh tidak, sih, aku memukulnya?

Namjoon tidak pernah ragu untuk menyatakan perasaan cintanya, tetapi Shira tak pernah mengerti dari sisi mana perasaan itu bisa muncul. Mereka lebih cocok disebut sebagai rival. Persaingan remeh temeh sebatas menjadi murid paling disayangi guru semasa sekolah hanya bagian dari awal sejarah permusuhan di antara Shira dan Namjoon. Keduanya selalu saling mengejar dalam hal prestasi, meski Shira banyak kalahnya. Kecerdasan Namjoon itu alamiah, sedangkan dirinya mesti belajar mati-matian untuk memperolehnya. Hal inilah yang menjadikan Namjoon terlihat lebih istimewa dibanding dirinya, dan Shira tak menyukai kenyataan itu. Jadi, bagaimana bisa dua anak manusia yang sering bertikai ini tiba-tiba punya rasa cinta?

Meski sering menyatakan cinta, nyatanya Namjoon tak suka mengalah pada Shira. Namjoon malah selalu menghancurkan angan gadis penuh ambisi itu pada masanya. Lulus dari sekolah menengah pertama, Shira pikir kehidupannya akan lebih tenteram tanpa kehadiran Namjoon. Tetapi kabar buruknya, ia satu sekolah lagi, satu kelas pula, bahkan satu organisasi. Entah mengapa pria itu selalu mengikutinya kemanapun Shira sekolah dan kuliah. Belum cukup sampai di situ, sampai sekarang pun Namjoon masih saja gemar menghantui hidupnya. Namjoon yang baru saja mendirikan perusahaan tepat di seberang perusahaan Shira adalah hal yang paling tidak bisa Shira pikirkan alasannya, sebab lahannya terlalu sempit dan kurang menguntungkan bagi perusahaan baru Namjoon.

Cerita permusuhan ini bahkan harus berlanjut sampai pada acara ulang tahun perusahaan Shira malam ini. Dan coba tebak, apa yang tiba-tiba pria itu katakan selanjutnya?

"Kau tahu? Aku datang ke sini untuk melamarmu. Aku membawa ayahku."

Ini mungkin bisa saja membuat Shira hampir terkena serangan stroke. Tetapi Shira pandai menyembunyikan keterkejutannya.

"Oh, ya? Memangnya kenapa kalau kau membawa ayahmu? Lagipula, kenapa kau bisa ada di sini? Siapa yang mengundangmu?"

"Kau tahu sendiri, 'kan, apa posisi ayahku di perusahaanmu?"

"Lalu?"

Namjoon mengeluarkan undangan resmi dari balik saku jasnya sambil tertawa menang. Senyum andalannya yang berhiaskan lesung pipi manis itu paling menyebalkan bagi Shira. Shira melupakan fakta bahwa ayah Namjoon adalah calon investor besar di Panache.

"Aku hanya mengundang ayahmu saja, kau tidak kuundang."

Shira susah payah menahan lonjakan emosinya ketika Namjoon mengabaikannya dan justru memanggil ayahnya untuk mendekat. Puncaknya adalah ketika pria itu merogoh saku celana dan mengeluarkan sebuah kotak berlapiskan beludru hitam berisi sebuah cincin dengan permata amethyst. Tak cukup sampai di situ, ia bahkan mengumumkan pada seluruh tamu undangan tentang lamarannya pada Shira, gadis itu pun mulai kehilangan kontrol dirinya.

"Menikahlah denganku, Shira," ajak Namjoon dengan wajah penuh pengharapan.

Shira hanya diam tanpa ekspresi untuk waktu yang cukup lama. Namjoon kembali mengulang kalimatnya, dan ini cukup menyedot atensi seluruh tamu undangan yang hadir.

"Aku tidak pernah ingin menikah. Sepertinya kau tahu itu, 'kan?" bisik Shira melotot.

"Han Seokjin bilang, kau sekarang mulai mencari calon suami, tetapi tidak menemukan yang cocok. Bukankah kita pasangan yang cocok? Seorang anak investor dan seorang direktur utama?"

Shira sontak mengedarkan pandangan dan temukan sosok Seokjin, sekretaris sekaligus penasihat pribadinya sedang menautkan kedua tangan sembari memasang wajah memelas padanya dari lantai dua, sambil memberi isyarat agar Shira menerima lamaran Namjoon. Shira membalas pandangan Seokjin dengan tatapan yang menusuk, tetapi sepersekon kemudian memberikan senyum termanis pada Namjoon. Terdengar helaan napas Namjoon yang sedikit lega ketika melihat senyum indah Shira.

"Oh, tidak!" seru Seokjin gelagapan. Pertanda buruk muncul ketika Shira mengeluarkan senyum yang manis bagi banyak orang, tetapi menyeramkan bagi Seokjin.

Melihat situasi saat ini tak menguntungkan, Seokjin terbirit-birit berlari menghampiri Shira dan Namjoon sampai tersandung kakinya sendiri dan jatuh dengan bodoh.

"Bahkan ayahku juga sudah hadir di sini untuk membantuku melamarmu! Menolak lamaranku bukankah sama saja dengan menghancurkan perusahaanmu? Jadi, apa kau masih bersikeras untuk menolakku, Choi Shira?" bisik Namjoon.

Namjoon menyiratkan senyum kemenangannya. Alisnya terangkat seolah menantang gadis di hadapannya. Lagi-lagi pria itu memperlihatkan kekuasaannya seolah itu adalah hal yang absolut dan berhasil menekan Shira. Itulah alasan mengapa Shira sering kali merasa dongkol jika sedang bercakap dengan Namjoon.

Menanggapi itu, Shira tertawa kering sembari menelengkan kepalanya. Tangannya mengepal kuat menahan lonjakan emosi. Gadis itu hampir saja meninju wajah Namjoon karena telah menggunakan ayahnya yang seorang calon investor besar Panache untuk mengancamnya secara halus demi menaklukkannya kali ini.

Namun, Shira lebih memilih mengambil segelas jeruk di meja saji ketimbang mengotori tangannya. Dalam sekejap, ia menyiramkannya ke wajah Namjoon. Tak cukup sampai disitu, kotak cincin itu dihempaskannya hingga jatuh. Tak hanya menepisnya hingga jatuh tergelinding di lantai, ia bahkan menendang cincin itu hingga memelesat jauh di antara sepasang kaki tamu undangan.

"Apa kau sudah gila, Namjoon?"

Astaga, ini sungguh berlebihan. Tetapi Shira menyukainya, karena tindakannya barusan sukses membungkam mulut Namjoon yang congkak karena berpikir bahwa Shira akan merasa terancam dengan kehadiran ayahnya.

Tanpa ia sadari, gedung itu menjadi lebih hening dari sebelumnya. Seokjin buru-buru menghampirinya dengan wajah pucat. Ia mencengkeram kedua bahu Shira dari belakang, mencoba menjauhkan Shira yang sudah kehilangan kontrolnya saat ini. "Ayo, kita bicara dulu, Shira," bujuk Seokjin pelan-pelan.

Situasi mencekam di tengah-tengah acara membuat Shira mengedarkan pandangannya, meneliti tiap sudut mata yang memandang. Semua tampak terkejut, termasuk ayah Namjoon yang masih syok melihat anaknya disiram air jeruk. Terkecuali satu makhluk yang tampak familier bagi Shira di ujung sana yang masih asik dengan kegiatannya sendiri.

Lelaki tampan itu sibuk membungkus makanan di meja saji ke dalam kantung plastik. Kedua mata Shira membidiknya tajam sampai lelaki itu merasa sedang diperhatikan dan ia pun menoleh. Ketika netra kedua manusia ini saling bersirobok satu sama lain, lelaki itu lantas kaget dan membatu. Kim Taehyung itu sungguh datang lagi seperti ucapan terakhirnya meski tak diundang oleh Shira.

Kali ini, kedatangannya sukses mengejutkan Shira. Bukan karena ia membungkus makanan saji, sebab itu tak mengherankan sama sekali jika Kim Taehyung yang melakukannya. Tuksedo hitam dengan celana senada yang ia kenakan kali ini nampak berkelas—tidak seperti pakaian biasa yang ia kenakan, lusuh dan kotor. Penampilannya hari ini luar biasa, wajah tampannya semakin memukau untuk dipamerkan pada tiap tamu undangan, dan khususnya Namjoon. Lantas, Shira cukup gegabah ketika memutuskan untuk berlari ke arah pria tersebut.

"Kalau pun harus menikah, aku akan menikahi pacarku!"

"Oh, tidak...," cicit Seokjin yang hanya bisa menundukkan wajahnya karena tak mampu melihat tingkah Shira yang lagi-lagi melakukan sesuatu sesuka hatinya tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi ke depannya. "Kenapa kau sulit sekali diberitahu, Shira...," gumamnya lemas.

Shira sebenarnya benci sekali berurusan dengan makhluk bernama pria. Apalagi jika harus menggunakan eksistensi seorang Taehyung yang selalu menempel seperti benalu padanya akhir-akhir ini. Tetapi, demi membuat Namjoon yang sudah sinting itu menyerah dan malu, Shira rela menahan rasa risi itu.

"Bersandiwaralah dengan baik, kalau benar-benar butuh pekerjaan, Kim Taehyung," bisik Shira sambil tersenyum percaya diri.

Sesungguhnya, Shira juga sedikit khawatir kalau-kalau Taehyung ternyata....

"Hei?" Taehyung mengernyit bingung. "Aku bukan pacarmu," sambung Taehyung seraya melepaskan gandengan Shira.

Dan kekhawatiran itu menjadi kenyataan. Taehyung sungguh tak bersahabat. Wajar saja itu terjadi jika mengingat belakangan Shira selalu memandang rendah padanya serta mengabaikannya.

Shira hanya bisa melongo kaget tatkala Taehyung sekonyong-konyong menyingkirkan Shira dari tubuh jangkung pria itu. Memang tak ada sepakat di antara mereka untuk sandiwara ini. Tetapi siapa sangka jika selanjutnya tindakan gegabah Shira justru disambut oleh sandiwara yang lebih hebat lagi saat Taehyung kembali menariknya ke dalam dekapannya dan mengelus lembut ubun-ubun Shira yang hanya setinggi dada Taehyung.

"Aku ini... calon ayah dari bayi kita, 'kan, Sayang?"

Ti-tidak... bukan begini yang aku inginkan....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro