5
20 Maret 2006
Hampir seluruh murid di SMA Lentera mengalami keracunan makanan. Sekarang para korban sudah mendapatkan penanganan di salah satu rumah sakit terdekat....
25 maret 2006
Seorang siswi SMA Lentera ditemukan tewas di atas gedung sekolahnya. Ditemukan puluhan luka sayatan di bagian tubuh korban. Selain itu, korban kehilangan kedua bola matanya....
30 maret 2006
Seorang guru SMA Lentera ditemukan tewas dalam keadaan mengenaskan dengan kedua bola mata yang hilang. Korban ditemukan di taman belakang sekolah yang jarang terjamah....
5 april 2006
Dua orang petugas kebersihan di SMA lentera ditemukan tewas dengan luka sayatan lebar di leher keduanya. Diketahui jika kedua korban kehilangan matanya....
10 april 2006
Tim penyelidik masih terus mencari pelaku pembunuhan yang terjadi di SMA Lentera. Namun penyelidikan kali ini sangat sulit dikarenakan tidak adanya jejak sang pelaku....
10 mei 2006
SMA Lentera ditutup oleh pemerintah karena peristiwa pembunuhan yang terjadi beberapa waktu terakhir. Semua siswa dipindahkan ke sekolah lain yang masih kekurangan murid...
Kasus pembunuhan di sekolah tersebut juga telah ditutup oleh kepolisian....
💦💦💦
5 April 2007.
"Gila, serem bener dah," ucap Leon.
"Lo dapat ini koran tahun lalu di mana, Le?"
"Nemu di kolong meja, Ci."
"Halah, nggak percaya gue sama yang gituan," kata Tio.
"Sok jago lo, Tai!" ujar Kenan sambil menjitak kepala Tio.
"Sekolah itu masih ada?" tanya Cici.
"Ada. Bangunan kosong nggak terawat di dekat jalan batu yang jarang dilewati orang. Itu bangunannya," ucap Ara.
"Lo tau, Ra?"
"Ada alamatnya di koran itu."
"Eh, Le. Gimana kalo kita berdua ke sana?" tanya Tio.
"Ogah gue. Bentar, katanya lo nggak percaya yang gituan. Kok, lo mau ke sana?"
"Penasaran aja, sih."
"Jangan ada yang ke sana," ucap Ara pelan.
"Kenapa?"
"Pembunuhnya masih ada."
"Tau dari mana lo?"
"Gue ngeramal."
"Ye. Pokoknya kita berlima wajib ke sana!"
"Gue ikut ajalah."
"Gue juga."
"Ikut!"
"Ra, lo ikut, kan?" Ara menghela napasnya dan mengangguk.
Keesokan harinya, kelima remaja itu mengunjungi sebuah bangunan tak terawat yang begitu kotor. Kelimanya berhenti di depan gerbang tinggi bercat hitam yang sudah berkarat. Kenan membuka pagar tersebut, suara besi berkarat yang didorong begitu memekakan telinga dan membuat gigi ngilu. Setelah terbuka, kelimanya memasuki sekolah itu. Cici memeluk kedua lengannya, oh, tempat ini benar-benar kelam. Bangunan usang yang masih berdiri kokoh meski beberapa bagiannya tampak rusak dengan cat pudar. Demi apa pun, Cici sangat ingin pulang.
"Woi, balik aja, yok. Nggak enak banget di sini." ucap Cici.
"Aduh, Ci. Di sini bakalan aman. Nggak akan ada apa-apa."
"Emang kita ngapain di sini?"
"Mengungkap misteri pembunuhan?"
"Le, kita bukan detektif Conan."
"Udahlah, Ci. Santai aja, bakalan seru, kok."
"Serah."
Kelimanya kembali melangkah. Kenan dan Cici memilih menuju taman belakang sekolah. Sedangkan Leon, Ara, dan Tio berjalan menuju ke atas gedung sekolah.
Koridor sekolah ini benar-benar menyedihkan. Banyak sampah dedaunan yang bertebaran, debu-debu yang memenuhi jalan dan jendela juga kelas-kelas kosong yang acak-acakan. Tunggu, acak-acakan? Bukannya sekolah ini sudah tak terpakai? Seharusnya kelas-kelas tersebut tidak berantakan.
Cici mengernyit memperhatikan kelas di sampingnya, sedangkan Kenan menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu di ujung lorong sebelum taman belakang. Di depan sebuah kelas kosong yang terletak paling ujung, ada seseorang berjubah hitam yang menarik sesuatu. Kenan mulai menajamkan penglihatannya, orang itu menyeret temannya.
"Ci. I-itu,"
"Apa, Nan?"
"T-tio diseret orang itu, Ci."
Cici mengalihkan pandangannya ke arah ujung lorong. Tapi nihil, tidak ada apa-apa.
"Halah, Nan. Ngigo kali, lo."
Kenan menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tidak mungkin ia salah lihat. Dengan rasa penasaran yang tinggi, ia menarik Cici menuju kelas yang paling ujung tadi.
Kenan berhenti di jendela sudut, mengintip ke dalam dan menemukan orang itu. Pisaunya berdarah, tangannya memegang dua bola mata, dan jubahnya dipenuhi darah. Tudung sialan! Tudung itu menutupi wajah si pelaku dan hanya memperlihatkan bagian bibirnya.
Seketika orang itu berbalik ke arah Kenan. Kenan menelan salivanya dengan cepat, ia menarik Cici yang ketakutan di sampingnya. Keduanya berlari hingga keluar dari sekolah dan menghubungi ketiga temannya.
Sebelum itu....
Tio berjalan di belakang Leon, sedangkan Ara entah berada di mana. Namun langkahnya terhenti ketika melihat sekelebat bayangan hitam.
Sedangkan Leon sudah sangat jauh.
Saat ia ingin mengejar, sebuah benda tumpul menghantam belakang lehernya. Pusing mulai mendera, napasnya tercekat, pandangannya berkunang-kunang, namun ia masih melihat jelas.
"Ar--"
"Shht ... I like your eyes..."
"Ar--"
"And I kill you!"
🔪🔪🔪
"Le, lo di mana?"
"Gue lagi mau jalan ke gerbang."
"Buruan ke sini, pembunuhnya ada di dalam. Cepat!"
Mendengar hal itu, Leon langsung berlari menuju lantai bawah dan bertemu dengan Ara. Leon merasa ketakutan, dan menarik Ara hingga keluar dari sekolah terkutuk itu.
Setelah keempatnya di luar. Mereka langsung tersadar, jika salah satu teman mereka hilang.
Ara, Cici, dan Leon panik. Sedangkan Kenan membisu.
"Nan, Tio nggak ada." ucap Leon.
"Gu-gue ngeliat kalo Tio diseret dan dibunuh sama orang berjubah hitam. Ci, lo ingat orang di dalam ruangan itu, kan? Dia ngebunuh Tio."
Seketika semua mematung.
Mereka memilih pulang menuju rumah Leon. Entah bagaimana dengan jazad Tio. Keempatnya masih ketakutan.
"Ra, lo tadi ke mana? Gue sendirian di atas masa." tanya Leon.
"Gue ke bawah. Ada hal aneh, makanya gue ikutin." balas Ara dingin.
"Jadi, gimana? Kita ke sana lagi atau berhenti?" tanya Kenan. Dirinya baru selesai menghubungi keluarga Tio, dan anehnya lagi mereka semua tidak peduli bagaimana nasib Tio.
Sungguh malang.
"Lo gila?"
"Gue mau ke sana." ucap Cici.
"Gue juga." Kata Ara dengan seringaiannya.
"Lo berdua mau mati?!"
"Tapi temen kita di sana, Le!" ucap Ara pelan.
"Besok jam 4 sore kita ke sana dan ingat! Jangan sampai mati."
Keesokan harinya, mereka kembali ke tempat terkutuk itu. Sungguh anak-anak keras kepala. Menentang maut dan mencari bahaya.
Keempatnya menuju ruangan di mana Kenan melihat Tio. Dan benar, kondisi Tio sungguh mengerikan dengan kedua bola mata yang hilang. Ada bekas lima tusukan dan parahnya lagi jemarinya hilang. Leon dan Kenan mendekat, tanpa sadar, Ara dan Cici sudah menghilang.
Usai memakamkan Tio di halaman belakang sekolah. Keduanya mencari Ara dan Cici. Lagi-lagi mereka harus kehilangan satu teman mereka. Ya, mereka menemukan tubuh Cici tergeletak begitu saja dengan bola mata yang hilang dan kakinya terlepas.
Menghela napas dan berusaha tegar, keduanya memakamkan Cici di tanah taman yang ada di samping mereka.
Kenan menelpon Ara. Ternyata gadis itu sudah ada di depan gerbang sambil duduk meringkuk dengan air mata yang membanjiri wajahnya.
"Ra, lo baik-baik aja?"
"Cici, Le. Cici."
Ketiganya memilih pulang dan berjanji tak akan menuju tempat itu lagi.
Malam harinya, mereka menginap di rumah Ara. Kebetulan Ara itu selalu ditinggalkan orang tuanya bekerja.
"Le, Nan. Gue ke supermarket di depan ya. Lo berdua tunggu di sini." ucap Ara.
Selepas kepergian Ara.
"Nan, gue curiga sama Ara,"
"Maksud, lo?"
"Dia suka menghilang. Gimana kalo kita cari bukti di kamarnya. Gue yakin dia pelakunya."
Keduanya melangkah ke lantai atas dan tertarik pada sebuah kamar bernuansa misterius. Sebuah kamar bercat kelam dengan barang-barang aneh di mana-mana.
"Le, lihat deh. Itu jari bukan, sih?"
"Gila. Bener, Nan. Sebelahnya ada puluhan mata."
"Ara, pembunuhnya?"
"Gue yakin dia."
Mata keduanya beralih pada sebuah jubah yang penuh bercak darah. Jubah milik pembunuh itu.
Tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka, membuat Leon dan Kenan berbalik. Di sana bukan Ara. Melainkan seorang lelaki aneh dengan tangan berdarah.
Mereka salah, bukan Ara yang membunuh. Bukan Ara yang berkhianat. Melainkan kakak laki-laki Ara. Ari.
"Kak, lo ...."
"Yeah, seperti yang kalian lihat. Tertarik, hm?"
"Dasar pembunuh!"
"Oh, kalian lupa jika tahun kemarin aku dipindahkan dari sekolah bodoh itu? Mereka bahkan tidak mengetahui pembunuhnya. Padahal aku ada di sana, di depan mata mereka."
"Lo kenapa membunuh mereka?"
"Ah, mata mereka begitu indah."
"Gila!"
"Bagaimana, Leon, Kenan? Ingin menjadi koleksiku? Apa lagi bola mata kalian begitu indah."
Lelaki itu mengeluarkan pisaunya, dengan cepat Kenan dan Leon berlari menuju pintu di belakang lelaki itu. Leon harus menerima sakit karena pisau itu mengenai lengannya. Keduanya berlari sekuat tenaga, keluar dari rumah terkutuk itu.
"Hei! Ini hanya pisau tumpul!" teriak Ari dari dalam kamarnya sambil tertawa.
"Psikopat!" teriak Kenan sambil terus berlari bersama Leon hingga keduanya berada di depan jalan.
Ara melihat Kenan dan Leo. Dengan cepat, ia menarik keduanya untuk memasuki supermarket.
"Lo berdua kenapa?"
"Kakak, lo, Ra."
"Gue tau."
Hening.
"Maafin gue. Seandainya gue jujur dari awal, kita nggak akan kehilangan Cici dan Tio." ucap Ara dengan lirih.
"Udah, Ra. Bukan lo yang salah."
Hening. Hanya isakan Ara saja yang mengisi. Hingga akhirnya, gadis itu berdiri.
"Gue balik, ya. Bye."
Ara mengucapkan selamat tinggal. Dan berlalu ditelan kegelapan malam. Rambutnya berkibar indah, ia berbalik ke arah Kenan dan Leon sambil tersenyum manis sebelum ia benar-benar menghilang. Dan setelah hari itu, ia tak pernah lagi terlihat.
Kenan dan Leon memutuskan untuk pergi dari kota itu.Melupakan segala kejadian mengerikan yang dilakukan kakak Ara.
10 tahun kemudian, sekolah itu dirobohkan. Ari si pelaku juga tertangkap ketika tetangganya mengetahui kedok lelaki aneh itu. Sungguh, dunia memang adil.
5 Mei 2016.
Bangunan SMA Lentera yang dulunya ditutup sudah dibongkar oleh pemerintah. Pelaku pembunuhan pun sudah tertangkap dan akan dieksekusi mati....
Ari dijatuhi hukuman mati. Dan kedua orang tuanya tidak menyangka jika anak laki-lakinya itu membunuh adiknya sendiri.
Ari menyukai angka lima. Oleh karena itu, pada tahun 2006 ia membunuh orang-orang sekolahnya dalam jarak lima hari. Begitu licik sekaligus lincah. Membunuh korbannya tanpa jejak juga belas kasihan.
Misteri SMA Lentera telah selesai dalam waktu 11 tahun. Sungguh miris.
Sebelum Ari dieksekusi mati, ia tersenyum sinis. Matanya memandang kedua orang tuanya, dan mengatakan, "Setidaknya kalian akan sendirian. Dan aku bersumpah, akan ada yang membunuh kalian berdua."
DOR!
Ari sudah mati dengan jubah hitamnya. Tepat pada tanggal 5. Angka kesukaannya.
💦💦💦
Aku nggak punya pengalaman nulis ginian. 😂
wattpadnewgroup
MilaDewita
thaliasafitri_
pelicheetah
yukealvina
Deeeeeb_
yoonys
darkwhite_fairytale
chindyas14
ErniKurnia6
MietaLestari
Nesavalentina
xiudare
Arn_31
adhesi14
NaelGoof
squeeZY99
Adhekkria
Syafira_Azifa
Rudeus-kun
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro