Teratai yang Terawai
Arini pikir, dua pemeran utamanya adalah perwakilan orang-orang lelet khas Malang. Nyatanya, ia harus menarik pemikiran itu kembali saat dua pemeran utamanya sampai di lokasi.
Mereka berdua adalah Rika dan Aron, kakak sepupu Arini yang memang menetap di Malang. Gadis itu tertawa saat mendapati kedua sepupunya kini dipasangkan dalam proyek ini. Dengan kehadiran mereka berdua, Arini mulai tenang. Ia mulai merasa jika proyek ini bukanlah hal melelahkan seperti yang ia bayangkan.
Skenario film Teratai yang Terawai ini adalah, Aron yang berperan sebagai Riko untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Kota Malang, sementara Rika berperan sebagai Dila, mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia di UM yang dituduh oleh Riko sebagai pencuri dompetnya.
Adegan dari awal hingga akhir sepenuhnya berada di alun-alun. Pada adegan pertama, Arini menyorot dekat bunga hias di samping bangku taman, kemudian berangsur-angsur menampilkan Riko yang kebingungan mencari-cari dompetnya. Ramainya kendaraan di jalan raya menjadi latar belakang dalam film ini.
Namun, belum sampai adegan itu di-cute, tangan Arini sedikit goyah. Sehingga video yang dihasilkan seperti terguncang. Bayu maklum dengan hal itu. "Belum pernah pakai stabilizer, ya?" Bayu mengambil kamera dan stabilizer yang digunakan Arini.
"Berat banget, Kak," terangnya, membuat Bayu tertawa. Akhirnya, cowok itulah yang memegang kendali video.
Tak ingin Arini kehilangan kepercayaan dirinya, Gio menyuruh gadis itu untuk mengambil foto yang nantinya sebagai sampul depan. Walau hasil potretannya selama ini tak bagus-bagus amat, Arini lebih percaya diri ketimbang mengambil video seperti tadi.
*
Nyatanya, pengambilan video tak cukup jika hanya sehari. Proyek ini membutuhkan waktu tiga hari untuk masa production, dan Arini memutuskan tidak lagi hadir pada hari kedua dan ketiga.
Bukannya apa. Sumber uangnya selama ini—jasa ilustrasi—sedang ramai. Menjelang akhir tahun, banyak orang ingin memiliki foto mereka versi kartun, vector, ataupun vexel. Hal itu tak disia-siakan oleh Arini. Ia memilih bolos sekolah. Toh, sudah tidak ada lagi presensi sejak usainya Deklarasi Tumbler. Ia keluar dari grup proyek film, memblokir nomor Gio, Bayu, bahkan kedua sepupunya yang menanyakan keberadaan dirinya.
Hingga tepatnya malam tahun baru, Arini ke Alun-Alun Kota Malang sendirian. Orang tuanya tak akan curiga. Toh, usianya sudah 17 tahun dan sanggup menjaga diri sendiri.
Di alun-alun itu, Arini berjalan mengitari tugu dengan rasa bersalah. Ia malu karena tak membantu proyek hingga selesai, tetapi ia juga tak mau melewatkan para pelanggannya, sumber uangnya. Ia pikir, keluar dari proyek adalah pilihan tepat. Toh, proyek itu tak menghasilkan apa-apa selain pengalaman yang mana Arini tidak membutuhkannya.
Gadis itu mengeluarkan ponsel, membuka kamera. Sepertinya Arini kecanduan memotret teratai. Apalagi saat malam hari, lampu-lampu di sekitar alun-alun sangat mendukung untuk mendapatkan hasil foto yang bagus.
"Teratai. Dia ngelundungin ikan pas cuaca panas. Tempat hinggapnya serangga. Katak-katak kalo lompat selalu lewatin daun teratai. Dia indah, bermanfaat. Dan nggak mengharapkan imbalan atas apa yang dia berikan."
Arini menegang. Pemilik suara itu adalah Gio. Lantas Arini menoleh, mendapati cowok itu tersenyum dengan kedua tangan disembunyikan di belakang. Dengan cepat, Gio menyodorkan sebuah kamera mirrorless baru dengan sticky note di atasnya.
To Arini, teratai yang terawai:)
From Dari Sudut Kota Production.
"Jangan bilang aku nggak tau kalau kamu pengin punya kamera buat ngonten di rumah, 'kan? Aku tau pas kita VC dulu, Rin. Ada celengan khusus buat beli kamera, 'kan?"
Arini diam, tak membenarkan sekalipun itu benar adanya. Gio lalu berdiri di sampingnya. "Kamu itu kayak teratai. Bermanfaat buat kelancaran proyek kemarin. Tapi kamu pamrih. Yah walau nggak bilang secara eksplisit, sih. Terawai, aku nggak sengaja kenal kamu, tapi dengan sengaja narik kamu ke proyek."
Kini, kamera impian Arini telah berada di tangannya.
"Skenario yang kamu bikin dapet perhatian lebih dari PemKot. Katanya bener-bener nampilin eksotiknya alun-alun. Dan, kita dapet imbalan dari sana. Sekarang, imbalannya lagi kamu pegang."
Kontan Arini melotot. Tak diduganya jikalau hasil dari ketulusannya menulis skenario punya hasil yang tidak hanya mengantarnya lebih dekat, tetapi tepat mengantarnya kepada impian memiliki kamera. Ia berhasil mendapatkannya, dari sebuah sudut kota.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro