Ajakan Gio Pratama
Ucapan Gio tak sedikit pun bohong. Setelah Deklarasi Tumbler, agenda sekolah minggu ini adalah classmeeting. Karena tak mengikuti satu pun kegiatan classmeeting, ia memutuskan untuk fokus ke ekskulnya yang berencana memajukan pembuatan majalah bulan ini.
"Edisi 73, tema majalah kita adalah Dari Sudut Kota."
Arini mendengarkan dengan seksama penjabaran ketua jurnalistiknya, Kak Clara. Setelah usai, Gio berganti berbicara di depan, mewakili ekskul teater. "Dari pihak teater minta hasil film pendek kita nantinya masuk ke majalah. Bisa, 'kan?"
Clara mengangguk. "Bisa masuk rubrik Rekomendasi Film. Rubriknya dipegang Arini."
Arini mengangkat tangannya. Gio menatap gadis itu sambil tersenyum.
"Dan, kita butuh script writer alias penulis naskah filmnya. Di sini ada yang bersedia?"
Clara mengangkat tangannya. Namun, Gio justru menyela. "Aku nyari kelas sebelas. Biar ada pengalaman."
Semua mata pun tertuju pada Arini. Tanpa disadari, ia kembali mengangkat tangannya. "Mau deh," ucapnya.
Di saat semua anggota Jurnalistik keluar, tersisa Gio dan Arini di ruang pertemuan. Mereka memutuskan untuk mengobrol di depan kolam ikan.
"Kenapa harus aku?" tanya Arini kepada Gio, membuat cowok itu terkekeh. "Lah, kamu sendiri yang angkat tangan."
Jawaban itu membuat Arini garuk-garuk kepala. "Iya juga. Tapi ... kenapa kamu nggak cari yang lain sih, Kak?"
"Buat apa cari yang lain, kalau terang-terangan cewek di depanku ini jago ngarang cerita? Aku sering baca cerpen-cerpenmu di IG ya, Rin."
Gio Pratama. Arini akui jika cowok di hadapannya saat ini begitu tampan. Kulitnya bersih, dan rambutnya hitam legam. Namun, ia tak pernah menyangka jika akan terlibat sejauh ini dengan Gio. Karena sejujurnya, Arini ingin lebih fokus mencari pekerjaan, sedikit-sedikit mencapai mimpinya memiliki kamera sendiri. Bukannya malah terjebak dalam sebuah proyek film pendek ini.
Kendati demikian, wajah Gio seakan menumpahkan segala harapnya kepada Arini. Sebagai gadis tak enakan, Arini mau-mau saja mengikuti alur kegiatan proyek film pendek itu.
"Temanya Dari Sudut Kota, sama kayak tema majalah tadi. Dan untuk tempatnya harus di kota Malang. Bisa, 'kan?"
"Hah? Kenapa musti Malang?"
"Karena kita diutusnya sama PemKot Malang. Kalau diutusnya sama KepSek, ya beda lagi," jawab Gio ngawur. Cowok itu kemudian mengeluarkan map berisi beberapa kertas, lalu menyerahkannya kepada Arini.
"Di map itu ada naskah tahun lalu, penjabaran tentang skenario film, dan sebutan-sebutan di dunia perfilman. Besok kita pertemuan sama yang lain. Bisa, 'kan?"
*
Usai mandi, Arini berkutat dengan laptop berisi skenario filmnya yang setengah jadi. Ia mengambil latar Alun-Alun Bundar, tempat tugu kota Malang berdiri. Hampir selesai dengan naskahnya, ponsel Arini menyala. Gio memasukkannya ke dalam sebuah grup.
+628xx: Ini scriptwriternya gi? @giopratama gila ppnya aja keren parah
+629xx: @Arinidelia bisa nih masuk DOP [*]
Kak Gio: Aslinya mau kumasukin situ emang, tp kita lbih butuh dia sbgai scriptwriter...
[*] DoP: Director of Photography, seseorang yang mengambil video dengan kamera film.
Belum sempat membalas pesan di grup itu, tiba-tiba Gio menelepon dengan panggilan video.
[Udah sampek mana, Rin?] ujug-ujug Gio bertanya. Arini lalu menunjukkan layar laptopnya, membuat Gio bergumam.
[Kirim malam ini bisa? Biar besok revisi sekalian persiapan berangkat ke Malang].
Arini melongo. Ia mengganti tampilan layar dengan wajahnya, membuat Gio mengetahui sekilas bagaimana ruang kamar gadis itu. "Malam ini pasti selesai. Tapi, seriusan besok langsung berangkat?" tanyanya risau.
Gio mengangguk. [Waktu kita nggak banyak].
Setelahnya, Gio menutup panggilan. Arini mendesah setelahnya, menduga bahwa proyek ini akan sangat panjang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro