Chapter 5
"Kak, ingin sarapan apa?" tanya Devian dari dapur.
"Buatkan aku roti lapis selai kacang dan juga telur mata sapi," ucap Erros dari ruang makan. "Oh ya, jangan lupa buatkan coklat hangat."
"Baiklah," Devian segera meracik pesanan Erros. "Kak Andreas, bagaimana denganmu?"
Andreas yang baru saja datang ke ruang makan segera duduk di kursi. "Tolong buatkan aku roti lapis selai coklat."
"Baiklah."
Butuh beberapa menit bagi Devian untuk dapat menyelesaikan pesanan mereka dan memberikan pada sang pemesan.
"Terimakasih," ucap Erros saat pesanannya datang, sedangkan Andreas hanya menganggukkan kepala saat Devian menaruh piring di meja. Sedangkan untuk dirinya sendiri, Devian membuat roti lapis selai bluberi dan langsung melahapnya.
Semua terjebak dalam pemikiran masing masing. Erros berpikir strategi yang cocok ia gunakan untuk menerobos penjagaan Dé Mafia. Devian berdoa dalam setiap kunyahannya agar Erros dan Andreas berhasil menyelamatkan Seravian tanpa ada yang terluka. Sedangkan Andreas, seperti biasa ia memikirkan waktu yang tepat untuk memberitahukan kebenaran pada Lyn.
"Devian," panggil Andreas. Devian menghentikan aktivitasnya dan menatap Andreas. "Bolehkan aku meminta sesuatu padamu."
"Apa itu, kak." kata Devian. "Katakan saja, mungkin aku dapat melakukannya untuk membalas budi karna telah merubah pikiran kak Erros."
"Jangan pernah ucapkan kata kata yang membuat mentalmu jatuh, Andreas." ancam Erros.
"Tidak," sangkal Andreas. "Aku hanya ingin meminta, jagalah adikku selagi aku dalam tugas kali ini."
"Maksudmu?" tanya Erros. "Bukankah sudah ku katakan untuk tidak mengucapkan hal yang menjatuhkan mentalmu?!"
"Bukan itu maksudku," pengelakan Andreas itu membuat Erros bingung. Jika bukan karna Andreas yang pesimis tidak akan kembali, lalu apa maksud ucapannya. "Kau tahu bukan, jika aku telah banyak merenggut nyawa orang yang tak bersalah, entah itu karna bayaran yang menggiurkan atau karna perintah Bos?"
"Aku tahu," jawab Erros. "Aku juga sama denganmu."
"Tidak," Andreas lagi lagi mengelak. "Kita berbeda. Semua yang memiliki hubungan darah dengan target telah kau habisi. Sedangkan aku... aku pernah menyisakah anak pertama dari keluarga yang ku bantai. Dan kini aku sadar jika aku telah salah karna membiarkan rasa kemanusiaanku muncul."
"Lalu?" tanya Erros. "Anak itu akan balas dendam padamu?"
"Ya."
Mendengar gurauannya itu dibenarkan Andreas, Erros terkejut. Belum pernah ia mendengar jika seorang pembunuh bayaran akan menjadi sasaran balas dendam mantan targetnya. Belum pernah seumur hidupnya. Apa lagi Andreas adalah anggota mafia yang memiliki rekam jejak brutal. Mana ada orang yang akan membalaskan dendam keluarganya pada pembunuh bayaran, kecuali dia adalah orang gila.
"Kau bercanda?" Erros berusaha keras agar semua yang dikatakan Andreas adalah sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu.
"Aku tidak bercanda." ucapan Andreas membuat Devian dan Andreas ingin sekali tertawa. Namun ini bukanlah sebuah lelucon, melainkan bahaya besar. "Beberapa kali pemuda itu hampir menjadikanku makan malam pistol tuanya."
"Benarkah?" tanya Devian. "Jadi kau menitipkan adikmu karna takut dia akan menjadi pelampiasan dendamnya?"
Andreas mengangguk. "Firasatku tidak pernah meleset."
"Lalu," tanya Devian. "Mengapa tidak kau bawa adikmu bersamamu?"
"Aku..." Andreas sedikit ragu untuk menceritakan ini. Namun ia harus, jika ingin adiknya terlindungi. "Aku tidak ingin adikku tahu jika kakaknya adalah seorang mafia."
"Ha?!" Devian terkejut. Dirinya saja sudah mengetahui jika Erros adalah mafia. "Kau tidak memberitahukannya?"
Andreas mengangguk. "Aku selalu ingin menjadi kakak yang sempurna bagi Chellyn." Andreas menunduk. "Namun nyatanya, aku hanyalah seorang kakak yang penuh darah."
"Harusnya kau memberitahukan itu pada adikmu."
"Kalian memang kakak beradik yang sehati." Devian menatap Erros penuh tanya. "Sebelumnya Erros yang mengatakan itu dan sekarang kau yang mengatakannya."
"Tunggu!" ucap sela Erros. "Bukankah kalian mempunyai keluarga? Mengapa tidak kau titipkan Lyn pada keluarga kalian?"
"Keluarga, ya?" gumam Andreas namun mesih terdengar Erros dan Devian. Kata keluarga membuat memori masa lalu yang telah ia kubur dalam dalam muncul ke permukaan. "Aku masih memiliki keluarga. Namun, Chellyn tidak."
"Maksudmu?" tanya Erros bingung. "Bukankah kau dan Lyn sedarah? Seharusnya keluargamu adalah keluarganya juga, bukan?"
"Seharusnya."
"Seharusnya?" kata kata seharusnya itu terdengar aneh ditelinga Erros. "Maksudmu?"
"Lyn selalu salah dimata orang tua kami." kata Andreas. "Bahkan, mungkin mereka pikir melahirkan dan membesarkan Lyn adalah kesalahan besar."
"Mengapa itu bisa terjadi?" tanya Erros penasan. Selama hidupnya, baru ini ia mendengar orang tua yang tak mengingikan anaknya. "Oh, maaf. Jika kau tidak ingin membicarakannya tak apa."
"Sebenarnya," Andreas menceritakan memori yang kini menyeruak keluar. "Aku memiliki seorang kakak. Saat Lyn berumur lima tahun ia tak sengaja memutus rem sepeda kakakku dan membuatnya kecelakaan hingga merenggut nyawanya."
"Jadi," simpul Devian. "Orang tua kalian membenci Lyn karna anak pertama mereka adalah anak kesayangan dan karna Lyn yang tak sengaja memutus rem sepeda kakakmu, mereka menganggap Lyn pembunuh sehingga berpikir jika melahirkan dan membesarkan Lyn adalah kesalahan, Begitu?"
"Begitulah." Di sudut hati Andreas, sebenarnya ia merasa bersalah karna mengumbar kejelekan orang tuanya. Namun mengingat perlakuan mereka pada Chellyn, Andreas mengubur perasaan itu dalam dalam
"Pikiran mereka begitu sempit." kritik Erros.
"Ya," sahut Andreas. "Maka dari itu aku tidak bisa menitipkan Lyn pada mereka. Jadi... apa kau berkenan menjaga Lyn untukku?"
"Baiklah," putus Devian. "Aku akan berusaha."
***
Salam,
Marina
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro