Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

prolog

Tampaknya, seisi dunia sepakat bahwa batas lelahmu masih jauh untuk ditempuh.

***

Dua kulit yang sama hangatnya, saling menempel untuk menjadi simbol perpisahan sesaat sebelum bertemu kembali kala matahari lelap nanti. Ada rasa yang menjalar bersama sentuhan itu, menelisik hingga ke celah sempit hati. Meski tidak ada yang bisa melihat dengan nyata, karena ia hanya sebuah rahasia tak kasatmata. Akan tetapi, angin yang berembus pun tahu bahwa rasa itu saling memilin, tinggal lama di dalam sana untuk menjadi penguat bagi keduanya, pengingat bahwa kata sendiri tidak akan pernah ada. Mungkin, saat ini pun mentari tersenyum bukan hanya karena keharusan semesta, tetapi juga karena merasa beruntung menjadi saksi cinta terkuat di dunia.

Kepala salah satu dari mereka terangkat, menjauhkan punggung tangan dari kening untuk menyambut senyum cantik yang segera tersungging. Ia melakukan hal serupa, mencipta bulan sabit yang selalu cantik dipandang mata.

"Isy berangkat, ya, Bun." Isy, satu dari dua perempuan yang tengah membuat iri alam raya itu membuka cakap yang semula tak dibutuhkan, karena bungkam saja sudah cukup untuk mengartikan banyak hal.

Senyum Isy semakin merekah, bersamaan dengan tubuhnya yang dibawa mendekat oleh sang ibunda, dikecup ringan keningnya, seolah sudah menjadi ritual yang akan berakibat fatal jika dilewatkan sekali saja. "Hati-hati. Kalau harinya nggak baik, banyakin senyum, ya. Atasi sendiri, karena kamu yang paling bertanggung jawab. Kalau ada apa-apa, telepon Bunda."

Isy mengangkat tangannya sampai menempel di pelipis, memberikan tanda hormat. "Siap, Bunda. Isy jalan, ya. Assalamualaikum." Nada cerah terlontar, meski beberapa menit kemudian bisa jadi semuanya akan hilang.

Ternyata benar saja. Setelah dia berbalik, setelah perempuan yang paling dia cintai tak akan bisa memerangkap ekspresinya dalam ingatan, senyum dan binar di matanya tak lagi ada, karena yang tercipta hanya sorot datar seolah tak peduli akan bagaimana dunia memperlakukannya. Kontradiktif dengan langit yang menyambut dengan biru, atau liku yang tercipta pada simpulan tali sepatu di bawah sana.

Dia hanya tak mau peduli pada semesta yang akan berkaitan dengannya. Tak peduli bagaimana dunia akan memperlakukannya, karena menaruh atensi tak pernah membuat dunia adil, tidak kala pengkhianatan justru diterima. Seperti dulu, seperti saat harap masih membumbung mungkin hingga langit ketujuh, atau percaya yang diletakkan utuh-utuh. Yang malangnya tak menyisakan hal lain kecuali sepi ketika lutut bahkan lelah untuk bersimpuh.

Kini, terserah saja. Dia tidak peduli pada kerja dunia untuknya. Seperti yang diungkap sang bunda--satu-satunya insan yang masih bisa dia percaya--bahwa segala tanggung jawab atas diri kembali kepada pemiliknya. Dia berdiri, seusai tali di sepatu terikat kuat. Berdiri pada kaki sendiri, berjalan dengan pasti, tanpa menyadari bahwa beberapa menit kemudian, dia akan bertemu dengan insan yang lepas darinya tak pernah menjadi perkara mudah. Insan yang membuatnya berada dalam simpul serupa dengan apa yang ada di atas kakinya. Dua ujung bertemu selayaknya tali sepatu yang menjaga pemiliknya, saling bekerja dengan utusan simpul percaya. Akan tetapi, sedikit saja ia melonggar, timbullah petaka. Terciptalah jatuh ... dan luka.

Isy ... tampaknya, lukamu bukanlah apa-apa di mata dunia, hingga dibiarkannya dirimu kembali menempuh lelah yang sekali lagi, bagi dunia, masih jauh batasnya.

Sudah bohong sampai sejauh apa? Dan ... kepada siapa?

AN, di pedalaman luka yang tak hanya tersisa bekasnya.

March 15, 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro