02_(don't) care about
Kita selalu memiliki pilihan untuk melihat atau mengabaikan, termasuk atas usaha seseorang. Jangan persoalkan perihal kejahatan, karena terkadang ia adalah satu-satunya usaha untuk bertahan.
***
"Temen-temen tolong isi form di link yang aku share ini, ya. Nanti bakal dibuatin spreadsheet juga buat isi jadwal. Semoga aku dan Temen-temen Sosmas BEM bisa nyesuaiin jadwal supaya nggak mengganggu prioritas Temen-temen yang lain, apalagi yang ikut semester antara."
Di tempatnya, di tengah-tengah barisan partisipan FISIP Heroes lainnya, Isy menyimak dengan saksama. Kini, ponsel di tangan sudah menampilkan laman browser, yang dia gunakkan untuk mengetikkan URL yang dimaksud Jaza, yang tertampil jelas melalui layar proyektor.
Sejak eksplanasi mulai keluar dari lisan lelaki di depan sana, yang tidak lain adalah ketua pelaksana FISIP Heroes, sekaligus orang yang dia temui di dekanat tadi, Isy memilih untuk mengganti fokus saja. Dia tidak lagi memikirkan bagaimana Jaza, karena memang tidak penting. Kini pun, satu-satunya hal yang dia beri atensi adalah pertanyaan dalam form yang harus dijawab, juga pertanyaan dari Tiara dan Nawang--temannya yang juga mengikuti kegiatan ini--tentang beberapa hal di formulir yang sedang mereka isi.
Hingga sebuah suara kembali menyapa rungu, membuat Isy menghentikan pergerakan jarinya sebentar dan memberikan fokus ke depan.
"Nanti Temen-temen yang ikut semester antara bakal dimasukin ke kelompok tugas bareng yang semester antara juga. Karena bakal lebih sering bolak-balik buat ke kampus juga, transportasinya bisa sharing, ya. Nanti kita buatin plotting-an juga buat memudahkan, dengan pertimbangan jadwal," ungkap Jaza panjang lebar.
Ingin rasanya Isy menanggapi pernyataan itu, sebab ketidaksetujuan tengah melandanya. Dia tidak keberatan jika pulang-pergi sendiri ke lokasi, dan justru tidak setuju jika harus dipasangkan seperti yang Jaza ungkapkan. Kenapa tidak dibuat opsional saja? Silakan jika ingin pergi bersama, tetapi tidak semua orang harus serupa, begitu pikirnya. Akan tetapi, yang dilakukan Isy justru hal sebaliknya. Dia memilih kembali memandangi layar ponsel saja.
Bukan karena dia tidak yakin dengan pendapatnya, takut salah atau tidak diterima forum, melainkan karena dia malas terlihat. Malas ketika orang-orang akan menoleh ke arahnya ketika dia mengangkat tangan, lalu mengingatnya sampai berhari-hari ke depan. Kalau saja bukan karena terpaksa, dia juga enggan berada di forum besar ini.
"Eh, Sy. Kamu gantiin Mada sampai semuanya selesai atau gimana, deh? Atau sampai Mada balik aja?" Itu pertanyaan Tiara, yang membuat Isy harus menghentikan pekerjaan untuk kedua kalinya.
Isy tak banyak berpikir, karena hal ini sudah dia ketahui dari ketua bidangnya. "Kemungkinan besar sampai selesai."
"Oh. Iya, sih, yang ikut briefing segala macem juga kamu, nanti ribet, ya, kalau digantiin gitu aja." Tiara menyahut lagi, sementara Nawang yang turut melongok dari sebelah Tiara sana, menganggukkan kepala tanda mengerti. Begitu pun Isy, yang menggerakkan kepala sebagai isyarat nonverbal bahwa pernyataan Tiara bernilai benar.
Ini yang dia maksud sebagai sebuah "keterpaksaan". FISIP Heroes atau akronim dari FISIP Hero of Education and Social merupakan program kerja Departemen Sosial dan Kemasyarakatan BEM FISIP, dengan melibatkan perwakilan seluruh organisasi mahasiswa di FISIP. Mereka akan mengajar di desa binaan Sosmas BEM FISIP, juga memberdayakan desa itu dengan beberapa program.
Itulah yang menjadi sebab organisasi tempat Isy bernaung--yakni Himpunan Mahasiswa Sosiologi--harus mengirimkan delegasi. Malangnya lagi, Mada yang sedari awal memang sudah ditempatkan untuk amanah ini, harus mempresentasikan esai yang dia lombakan di luar kota untuk kurang lebih satu pekan. Alhasil, Isy yang harus menggantikan lelaki itu.
Bukan program ini yang membuat Isy menyempilkan kata malang. Sebenarnya, dia justru senang harus terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Akan tetapi, ruang kerja yang luas dan melibatkan banyak orang dari sepenjuru FISIP, membuatnya sedikit keberatan. Alasannya sedari awal bergabung dengan HMS--Himpunan Mahasiswa Sosiologi--pun untuk meminimalisir ruang gerak dan interaksinya. Tentu saja, hal seperti ini menjadi sesuatu yang tidak begitu dia senangi.
Namun, apa boleh buat? Dia sudah mengiakan, dan ini juga bukan opsi terencana. Jadi, jalani saja, bukan? Cukup dengan menjadi Isy yang seperti biasa, bekerja tanpa harus menonjolkan diri, berbaris di antara rerumputan yang dari atas sana tidak akan ditemukan perbedaan antara helai satu dan lainnya. Alasan agar dia tidak mengangkat tangan di forum ini pula, meski ada sesuatu yang ingin dia sanggah.
Namun, kini, sesuatu dengan urgensi paling tinggi yang harus dia beri tempat adalah satu pertanyaan, tentang ... kapan kiranya pekerjaan mengisi formulir ini akan berhasil jika lagi-lagi ada suara yang menginterupsi? Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa Isy tidak merasa benar untuk menampilkan kesal karena memang ini bukanlah hal besar. Akhirnya, dia memilih menoleh saja.
"Anyway, Sy," Tiara berucap dengan mendekatkan bibir ke arah Isy, membuat Nawang turut merapatkan posisinya dengan mereka, "Jaza dari tadi ngelirik ke sini mulu. Ke aku kali, ya?"
Lalu, sedetik kemudian Tiara mengaduh, akibat pukulan buku yang didaratkan Nawang di kepalanya. "Apa, sih, Wang?" gerutu Tiara.
Lalu, kali ini Nawang yang giliran melontarkan kata, mengambil perhatian Isy. "Kamu nggak usah main-main lah sama dia. Terkenal suka ghosting orang gitu. Nanti kena korban, nangis-nangisnya ke aku."
"Yeee ... kamu juga kalo nggak ada duit buat beli album, suka nangis-nangis minjem ke aku. Gantianlah?"
Tiara tampaknya tidak mau kalah, tetapi Nawang sama gigihnya. "Gemblung! Maksudnya kamu dengan suka rela mau jadi korban dia?"
"Dih, ya nggak! Ini tuh, siapa tahu aku jadi tempat tobatnya."
"Ngroso ayu ngono kui? Ngimpi kon." (Ngerasa cantik, gitu? Mimpi kamu.)
"Koe kui, koyok kirik." (Kamu itu, kayak anak anj*ng.)
Isy hanya bisa menggelengkan kepala sembari meringis tipis. Bukan hal yang baru mendapati dua orang itu berdebat ke sana kemari. Bahkan, sepertinya sudah menjadi rahasia umum di HMS. Maka, daripada menyaksikan drama yang entah kapan akan berakhir itu, Isy memilih memalingkan wajah.
Tanpa sengaja matanya mengarah ke depan sana, sebelum menjemput layar ponsel ke pandangan mata. Bola mata hitam bersih dengan bulu mata lentik yang membingkai, tengah mengarah padanya--atau seseorang yang dekat dengan posisinya, Isy tidak tahu. Satu hal yang pasti, dia merasa bahwa kontak mata terjadi di antara mereka, membuat gadis itu memutus dengan segera. Refleks, karena tak ada hal penting yang membuatnya harus menatap ke sana semakin lama.
Mungkin sedang mengarahkan netra kepada orang lain? Tidak ada yang tahu.
***
FISIP Heroes Jaza Data di form waktu itu udah diolah, dan kayaknya kita banyak jadwal kuliah yang bareng.
FISIP Heroes Jaza Kamu sharing transport sama aku aja, ya. Keberatan, nggak?
Entahlah ini percakapan keberapa--baik langsung atau termediasi media--setelah pertemuan pertama mereka hari itu. Akan tetapi, respons Isy tetap sama, tidak terlalu memedulikannya. Kali ini pun, dia memilih meletakkan ponsel dan kembali mengerjakan satu karangan--yang harus dikirim ke perusahaan tempatnya mengambil pekerjaan freelance--di laptop yang terbuka.
Dia tidak sebuta itu untuk melihat bahwa Jaza sedikit mendekat. Akan tetapi, saat ini hidupnya sudah cukup indah, dan tidak ada yang dia perlukan lagi di sana dari orang lain. Terutama dari lelaki, kaum yang pernah membuat kehancuran mendalam di hidupnya.
AN, tempat tanpa ruang peduli di dalamnya.
March 17, 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro