Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hanya Dikenang (Writing Prompt)

Aku membuka mata menatap langit malam yang menjadi saksi banyaknya peristiwa. Tersenyum pada bintang-bintang yang menyimpan banyak harapan orang-orang tentang sesuatu dan tetap diam walau harapan yang diminta tidak kunjung hadir.

Lelah.

Itu yang aku rasakan saat ini. Ketika hati yang sudah terisi oleh satu nama dihapus begitu saja oleh takdir yang menyedihkan.

"Hai."

Aku memalingkan wajah ke samping kanan melihat pria tinggi sedang berdiri menatapku. "Hai, siapa?"

"Aku boleh duduk di sini?"

"Sebenarnya aku pengen sendiri-"

"Oh, sorry." Dia berbalik badan ingin melangkah pergi.

"Eh, tunggu! Aku belum selesai bicara."

Pria itu kembali membalikkan tubuh melihat ke arahku. "Mau ditemani?" Ia bertanya dengan nada seolah-olah sudah tahu apa isi kepala ku.

Aku menggangguk-anggukkan kepala. "Hem... boleh."

"Kamu ngapain sendiri di sini? di taman yang ramai sama pasangan kayak gini?"

Aku mengayun-ayunkan kaki sembari meliriknya. "Kamu nggak punya pacar?"

Aku melihat kerutan di dahi pria itu. Meyakini kalau ia pasti sangat bingung dengan ku yang melontarkan pertanyaan privasi tanpa menjawab pertanyaannya lebih dulu.

"Cuma penasaran, aja. Hari ini Valentine, aneh aja kalau kamu sendiri di sini kalau punya pacar."

Pria itu mengangguk-anggukkan kepala menatap lurus ke depan. "Sampai dua hari yang lalu aku masih punya." Aku melihat dia tersenyum, senyum tipis yang tersirat kesedihan disana.

"Maksud kamu dua hari lalu? Kalian putus?"

Ia menyenderkan punggung pada bangku. "Lebih tepatnya dipisahkan."

Aku tersenyum miris. "Aku nggak mau membenarkan apa yang ada di kepalaku, tapi kalau itu benar. Mungkin pertemuan kita juga permainan takdir."

Sesaat aku dan dia saling mengunci tatapan. "Dia meninggal karena sakit," lanjutnya kembali menatap ke depan.

Aku tersenyum lebih lebar dengan skenario Tuhan yang luar biasa. "Alasan yang masuk akal kamu sendirian di sini."

"Hem... kalau kamu?"

"Dia kecelakaan waktu Valentine tahun lalu..." Aku melihat arloji di tanganku. "Tepat jam sembilan seperti sekarang." Mataku menatap lurus ke depan. "Di depan situ." Aku menunjuk jalan raya yang dipenuhi kendaraan tepat di depan taman.

Aku meliriknya sebentar untuk melihat ekspresinya. Wajah datarnya menatapku, membuat aku tertawa kecil. "Itu nyata," ucapku meyakinkannya.

"So? Kamu di sini buat dia?"

Setetes air mata jatuh di pipi ku. "Lebih tepatnya mengenang."

"Kamu menyaksikan itu semua?"

Aku menggeleng lagi. "Aku tahu setelah dia udah di rumah sakit dan Mama nya telepon aku."

"Kamu lagi di sini? Dan kamu nggak tahu dia kecelakaan di depan situ?"

"Bodohkan aku?"

Pria itu mengangguk cepat membuat aku tertawa kecil. "Aku dengar suara keras dari sini. Aku juga lihat jalanan ramai banget, tapi ntah kenapa aku kayak nggak peduli waktu itu."

"Kamu nggak peduli karena kamu lagi nunggu dia yang udah janji buat datang," ucapan pria itu aku benarkan dalam hati.

Aku menatap tanah yang ditumbuhi rerumputan di bawah kaki ku. Tatapanku mulai mengabur karena air mata yang sudah mengisi kelopak mata.

"Nangis, aja."

"Kamu juga nangis, aja." Aku menyentuh mata ku mengentikan air mata yang akan keluar, lalu menatapnya. "Aku udah melewatinya satu tahun lalu, tapi kamu baru dua hari tanpanya."

Aku menyentuh bahu pria yang tidak ku kenali untuk pertama kali. "Aku bisa jaga rahasia kamu sama seperti langit... tapi jangan minta apapun dariku karena aku tidak mau seperti bintang."

"Kenapa bintang?"

"Karena bintang menyimpan banyak harapan, tapi tidak mengabulkan." Aku tersenyum menatapnya yang juga menatapku. "Tapi aku bisa jadi pendengar terbaik kamu untuk malam ini."

Pria itu memajukan tubuhnya. Menatap tanah rerumputan seperti yang tadi aku lakukan. "Aku rindu dia," gumamnya terdengar sangat lirih.

"Kamu mau tahu apa yang paling menyedihkan untukku setelah dia pergi?"

Dia menatapku ragu dengan sisa air mata di pipi nya. "Rindu?"

Aku menggeleng lagi. "Dia milikku, tapi tidak disisiku."

"Mbak."

"Mbak."

Aku terbangun saat seseorang menepuk pundakku. Mata ku liar menatap sekeliling taman yang sudah sepi dari beberapa jam lalu aku datang.

"Sudah jam 11 malam. Nggak baik anak cewek tiduran di sini."

"Makasih-" Aku kaget saat melihat wajah pria di hadapan ku sama dengan pria yang ada di mimpi singkatku beberapa menit yang lalu.

"Saya permisi." Ia pergi begitu saja meninggalkan ku yang masih terdiam karena keterkejutan.

~Selesai

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro