Di Jalan
Dea menatap layarnya ponselnya dengan serius. Mulutnya sesekali berteriak atau bersenandung mengikuti irama lagu di dalam video. Tak lama kemudian muncul notifikasi yang dalam sekali lihat saja dia sudah bisa menebak isinya.
Mark.Entong : mirip darimananya bajigur? Lo liat dari jaman Einstein kali wkwk
axie.ty : Eh, mereka tuh ga plagiat anj. Nonton aja diem gausah protes ribet amat lu. Dahlah gausah nuduh-nuduh ga jelas deh, hapus ga komentar lo, gue bunuh lo lama-lama
Jeno.ng : Tau, sirik aja lo!
IstrinyaLucas : Tau, mentang-mentang BTS udah go internasional, NCT gue lo hina. Sombong banget. Liat dong, bayaran NCT lebih mahal buat tampil di iklan daripada BTS. Suami gue apalagi, cuma iklan kopi doang bayarannya ratusan miliyar. BTS mah apaan kayak upil
PacarnyaTaeyong : lo Army ya? Ck dasar fans baru seumur butiran debu aja belagu sok sokan tau segalanya
SelingkuhanJeno : elo ya yang punya akun haters NCT?! Sirik ae lo
Warwar : ayo war!!!! Army vs nctzen!! Gue taruhan stay yang menang, carat yang nonton di lapangan
PacarnyaTaeyong : salah fandom lu bangsul
TenTenGanTeko : wih perang! Mana nih si Dedey? Ga berani ya ditantang sama nctzen haha, pengecut!
Tuh, 'kan. Dasar netizen maha-sok tahu-benar. Belum disimak benar-benar sudah menjadikannya kambing hitam. Dea hanya berkomentar "Wah konsepnya mirip sama lagu Blood Sweat & Tears nih dark dark gitu, tapi keren uwu, luv it❤" pada video musik terbaru salah satu idolanya. Namun, baru satu detik sudah ada yang menghujatnya.
Tenang, Dea sudah berpengalaman untuk masalah seperti ini. Dia tidak akan menghapus komentarnya itu karena dia tidak salah sama sekali. Sepertinya orang-orang itu harus mengulang pendidikan TK supaya bisa membaca dengan benar. Kalau perlu dipecut belajar membaca oleh ayahnya yang super duper galak soal pendidikan, biar tahu rasa.
Dea memilih untuk mengabaikannya dan tetap pada aktivitasnya. Melihat ketampanan idola-idolanya yang baru saja comeback dengan lagu yang menurutnya keren-banget. Sambil mendengarkan suaranya, Dea memandangi pria-pria dalam video dan berteriak kegirangan.
"Dea!"
Pluk!
Ponselnya terjatuh tepat di wajahnya, meninggalkan sensasi nyeri di tulang hidungnya. Dea segera menyingkirkan ponselnya dan keluar dari kamarnya.
"Iya–"
"Nih, buruan beliin, jangan main hp mulu."
Tanpa aba-aba, ibu tercintanya menyodorkan kantung kain bergambar kartun Doraemon berwarna biru. Tak sempat Dea menolaknya, dia jadi terpaksa mengiyakan. Duh, padahal sedang asik menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Ah, sudahlah, lebih baik Dea cepat melaksanakan titah sang ibu supaya lebih cepat kembali ke aktivitasnya yang tertunda.
Dalam perjalanan ke supermarket di dekat rumahnya, Dea membaca catatan belanja yang diletakkan di dalam tas itu. Banyak sekali. Dea jadi bertanya-tanya ibunya mau memasak atau membuka warung dadakan. Tak bisa dipercaya. Dea pun mempercepat langkahnya, menghiraukan kejadian-kejadian klise di sekelilingnya.
Dea melihat sekilas dengan ekor matanya ada seekor anak kucing yang mengacak-acak sampah di depan sebuah rumah dan berakhir disiram air oleh pemilik rumah. Padahal kalau wanita itu mau memberi makan sedikit kucing itu dia tak perlu menghabiskan tenaga memarahi kucing yang jelas-jelas tak mengerti bahasa manusia. Kasihan sekali anak kucing itu.
"Balikin mainan aku!"
"Emangnya aku pegang, apa?"
Dea melirik sebentar dua anak laki-laki di taman. Sempat dia lihat anak lelaki yang memakai kaos biru melempar mobil-mobilan hot wheels ke dalam saluran air di belakangnya. Tapi, anak itu bertingkah seperti tak tahu apa-apa dan berkata bohong pada anak lelaki yang memakai kaos merah.
Wah, masih kecil sudah berbuat kriminal. Dea jadi teringat salah satu peribahasa yang pernah dia pelajari enam tahun lalu. Peribahasa yang berbunyi, lempar batu sembunyi tangan. Artinya, berbuat kurang baik kepada orang, lalu berpura-pura tidak tahu. Cocok sekali menggambarkan perilaku anak berbaju biru tadi.
Dea sebenarnya ingin sekali menghajar anak nakal itu dan menolong anak satunya supaya berhenti menangis. Tapi, keadaannya tidak memungkinkan. Pangeran-pangeran dari negeri ajaib sudah menunggunya di rumah. Oh, astaga. Dea benar-benar tidak sabar melanjutkan aktivitas rutinnya setiap hari.
Kali ini, Dea melihat segerombolan anak kucing di jalan. Suara mereka seperti suara pangeran berkuda mikrofon impiannya saat menyanyikan lagu favoritnya. Suara surga yang memabukkan. Oh, menggemaskan sekali mereka.
Dinn! Din!
Dari arah berlawanan, ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan sedang. Dea memandangi anak kucing tadi yang ternyata masih di tempatnya.
"Minggir, cing! Nanti kalian kelindes!"
Sontak Dea berteriak pada anak kucing yang masih di tempatnya. Mereka tak menggubrisnya sama sekali. Dasar kucing, tidak tahu ya kalau sedang dalam bahaya.
Dea memandangi anak kucing dan mobil bergantian. Pikirannya dipenuhi kata terlindas. Malang sekali nasib anak kucing itu. Jika dilihat dari ukuran tubuhnya, sepertinya belum lama ini mereka baru lahir. Bagaimana ini, mobilnya semakin mendekat. Kemana perginya ibu dan ayah kucing, kenapa mereka tega mebiarkan anaknya lepas dari pengawasan mereka. Orang tua macam apa.
"Ini lebih horor dari film Kuntilanak."
Dea menutup matanya dengan kedua tangannya ketika mobil itu melintasi jalanan di hadapannya. Tempat anak-anak kucing tadi bersenda gurau. Dea ingin menangis, membayangkan tubuh anak kucing yang berdarah saja ia tak mampu.
"Kucing..." lirihnya dengan suara parau. Beberapa detik selanjutnya dia mengintip dari sela-sela jari untuk mengetahui keadaan anak kucing tadi.
"Dea!"
"Huaa!" Dea hampir terjatuh saking kagetnya mendengar seseorang memanggilnya. Ternyata salah satu temannya, Suci.
"Kamu ngapain nutupin muka di jalan? Main petak umpet?"
"Ci, kucingnya mati–eh?" Dea terpelongo memandangi makhluk imut berbulu itu masih di sana dengan keadaan sehat walafiat. "Wah! Kucingnya selamat, Ci! Syukur banget," ujar Dea girang.
Suci, terheran-heran memandangi Dea. "Apaan, sih? Kamu kenapa, deh?"
"Ci, tadi ada mobil lewat. Aku kira anak kucing itu bakalan mati kelindes, tapi syukur ternyata engga."
"Oalah. Kukira kenapa kamu daritadi diem di pinggir jalan kayak anak ilang."
"Eh, Ci. Kalo dipikir-pikir, kok bisa ya anak kucingnya masih hidup. Kan mobilnya udah lewat?"
"Dea, kamu pasti abis nontonin k-pop ya?"
Mata Dea berbinar-binar. "Iya, kok tau, sih? Tadi aku tuh abis dengerin lagu terbaru NCT 127. Gilak, mereka keren banget! Makin cinta, deh!"
Suci menggelengkan kepalanya prihatin. "Pantes, otak kamu jadi ngga jalan kayak seharusnya."
"Hah? Maksud kamu?" sahut Dea cepat, menghentikan halusinasinya yang berkeliaran.
Suci mendengus kasar. "Dea, kamu rabun apa bodoh, sih? Anak kucing itu ada di pinggir jalan ya jelas ga kelindes, lah!" dumelnya. Suci benar-benar tak habis pikir dengan Dea. Gadis itu beneran jadi bodoh karena terlalu sering berhalusinasi.
"Hah? Apa iya?" Dea otomatis menoleh dan semua perkataan Suci ternyata benar. Meski dia sudah mengucek matanya beberapa kali, fakta tidak berubah. Aneh, Dea yakin sekali tadi kucing itu ada di tengah jalan. Apa Dea bermimpi sambil berjalan? Mana mungkin. "Lah, kok bener, sih? Kok aku beneran bodoh, ya? Atau aku rabun?"
"Yang jelas, kamu harus kurangin nonton k-pop. Sewajarnya aja, Ya'. Jangan sampe kebawa jiwa, sampe-sampe kucing di pinggir jalan dibilang ada di tengah jalan. Kayaknya otak kamu harus pake kacamata biar ga minus."
"Ih, apa, sih? Otak aku cuma perlu pake kacamata item biar ga pecah mata aku liatin cogan-coganku, hihi."
Suci memutar matanya malas. "Terserah. Oh, iya. Kamu mau kemana? Bawa-bawa tas belanja segala, kalo cuma mau menggila mending di rumah aja–"
"Oh, iya! Aku mau belanja!"
Dea memacu langkahnya, namun sebelum sempat melangkah, tangan Suci lebih dulu menahannya. Dia sampai hampir jatuh lagi gara-gara Suci.
"Kenapa lagi? Ayo, dong, aku lagi buru-buru, nih."
"Tugas kelompoknya gimana? Lusa udah harus dikumpulin."
Dea mematung di tempat. "Aku pikir dulu." Dea kemudian teringat kalau dia sedang buru-buru. "Nanti aku chat kamu aja, ya!" Dia pun melaju dengan kecepatan kilat. Meninggalkan Suci yang keheranan memandangi kepergiannya.
-Tamat-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro