Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9

Sohyun membantu OB meletakkan gelas air putih di atas meja rapat. Bukan rapat besar, hanya saja dihadiri oleh dua orang penting, yaitu rekan kerja Yoongi bersama dengan sekretarisnya. Dan tugas Sohyun adalah mencatat setiap hal penting selama rapat—atau lebih pasnya disebut diskusi—berlangsung.

Sohyun mengedarkan matanya ke pintu ruangan Yoongi. Setengah jam lagi, diskusi akan dimulai namun pria itu belum menampakkan keberadaannya. Usai membereskan ruang diskusi, Sohyun berjalan mendekati ruang kerja Yoongi dan berniat mengetuk pintunya.

"Mister? Anda di dalam?"

Tidak ada jawaban. Sohyun mengangkat kedua bahunya lalu dengan asal membuka pintu tanpa izin.

"Kamu nggak perlu memberikan tas semahal ini padaku, tasku sudah banyak, Yoon."

"Jadi nggak diterima? Padahal aku sudah susah-susah mengimpornya dari Paris. Kau tega membuang-buang uangku?"

"Lagi pula, siapa yang memintamu untuk membelinya hah? Dasar tukang boros."

Sohyun merasa membuka pintu disaat yang tidak tepat. Sebuah kesalahan karena kedatangannya justru membawa canggung antara dua orang yang sedang berdebat kecil—entah soal apa—di dalam sana. Sohyun membungkukkan badan lalu mengucap maaf. Ia baru akan keluar, namun Hani mencegah.

"Hei, mau ke mana? Bukankah kau ada keperluan dengannya?" ucap Hani sambil menunjuk pria di sebelahnya.

Sohyun tak merasakan adanya keformalan. Hani bicara seperti biasanya—ketika mereka hanya berdua saja—seolah sudah terbiasa. Sayangnya, reaksi berbeda datang dari Min Yoongi. Pria itu tidak suka aktivitasnya diganggu, apalagi dengan suasana sok akrab yang Hani ciptakan untuk ketiganya.

"Maaf mengganggu, Bu Hani. Saya hanya mau memberitahukan kepada Mister Yoon bahwa setengah jam lagi akan ada diskusi dengan perwakilan perusahaan eksportir Gammaleon."

"Dan Anda lupa mengetuk pintu?" tanya Yoongi dengan sopannya.

Oh, ya. Sohyun lupa. Min Yoongi yang kasar dan sombong akan berubah menjadi baik di siang hari. Gadis itu menggigit bibirnya dalam, setelah ini, apa yang akan terjadi nanti malam? Tampaknya Sohyun tak bisa berharap banyak untuk mendapat sedikit kebaikan Yoongi sesudah apa yang dilakukannya barusan.

"Maaf, Mister. Saya tidak akan mengulanginya lagi."

"Ya sudah, tidak masalah. Sebaiknya, kita segera ke ruang diskusi saja," respon Yoongi. "Hani, kau bisa lanjutkan pekerjaanmu."

"Baiklah, Mister. Saya permisi."

***

"Produk notebook G11 rencananya akan kami luncurkan besok lusa. Setelah peresmian, kami harap perusahaan Anda bersedia meng-handle kegiatan ekspor ke luar negeri, terutama fokuskan ke Indonesia."

"Baiklah, Tuan Yoongi. Lalu, penawaran atau keuntungan apa yang kami dapat jika produk Anda berhasil kami ekspor dan promosikan melebihi target?"

"Kami pasti akan memberikan 50% dari keuntungan penjualan. Juga, sebagai kompensasi jika rencana tidak mencapai prediksi, kami akan mengembalikan modal yang perusahaan Anda pakai sebanyak dua kali lipat. Bagaimana? Apakah perusahaan Gammaleon bersedia menerima penawaran dari Genius?"

"Baiklah, Tuan. Kami menyetujuinya. Senang bekerjasama dengan perusahaan teknologi terbesar di Korea Selatan ini."

"Terima kasih, Tuan Yongsuk. Anda berlebihan. Perusahaan kami yang justru merasa beruntung dapat bekerjasama dengan Gammaleon."

"Kalau begitu, apakah kita dapat mengakhiri diskusi singkat kita hari ini? Hasil diskusi akan segera kami sampaikan ke pimpinan perusahaan."

"Tentu saja, Tuan. Semoga kerjasama kita saling menguntungkan."

Sohyun memijat pergelangan tangannya yang pegal-pegal. Diskusi singkat katanya? Sohyun saja sampai gemas memerhatikan Yoongi dan si Tuan Yongsuk itu bernegosiasi soal pembagian untung dan kompensasi. Sohyun hampir mengira keduanya tidak menemukan titik temu. Baguslah, karena ini sudah berakhir. Daripada Sohyun harus melewatkan waktu istirahatnya yang berharga jika diskusi singkat itu berlangsung lebih dari tiga jam.

Gadis itu mendesah seraya merapikan catatannya yang nyaris berceceran di atas sofa tempatnya duduk saat diskusi tadi. Ruangan sudah sepi, menyisakan atasan dan bawahan yang sibuk masing-masing.

Sohyun selesai menata catatan pentingnya, sementara dilihatnya Yoongi sedang sibuk menelepon seseorang. Orang penting memang tidak punya banyak waktu luang, pikir Sohyun.

"Sohyun, ke ruangan saya dulu, ya."

Tap. Detak jantungnya seakan berhenti ketika mendengar permintaan Yoongi. Tunggu, itu permintaan atau perintah ya? Sohyun mencari-cari ada-tidaknya tanda seru di belakang kalimat yang Yoongi ucapkan tadi.

"Sekarang, Mister?"

"Sekarang."

Aduh, ada apa ya? Apa Mister akan berubah jadi monster lagi?

***

Yoongi meminta agar Sohyun duduk manis di sofa yang ada di ruang kerjanya. Sedangkan, Yoongi sudah mengambil duduk di kursi kebanggaannya. Tak lama kemudian, pintu kaca itu diketuk dari luar. Yoongi mempersilakan orang itu masuk.

"Selamat siang, Mister," sapa orang itu penuh hormat. Hah. Tidak tahu saja dia, Yoongi itu aslinya seperti apa.

"Ah, Pak Jaeyong. Ada yang bisa saya bantu?"

"Maaf sebelumnya, Mister. Saya tahu, seharusnya saya ... em ... tidak boleh meminta hal ini, tetapi ini sangat darurat," ucap orang itu ragu-ragu. Sohyun dapat melihat ada sirat ketakutan di kedua mata lelaki pertengahan 40-an itu.

"Bapak jangan sungkan. Kalau ada masalah, bisa langsung disampaikan kepada saya. Saya ini kan pemimpin, saya berjanji akan membantu sebisa mungkin."

Sohyun terfokus pada bibir Yoongi. Dengan bibir setipis itu, Sohyun akui bahwa Yoongi pandai berkata manis. Sungguh handal dalam menyembunyikan perangai buruknya selama ini. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa ia terlibat dengan bos macam itu.

"Begini, Mister. Saya ingin meminta cuti–"

"Cuti? Apakah ibu Anda sakit lagi?"

Pria bernama Jaeyong itu menunduk lesu, lalu mengangguk dengan pasrah dan malu. Pria itu mungkin telah mempertaruhkan keberlangsungan kerjanya di Genius. Ia berulangkali meminta cuti dan meminjam uang ke Yoongi untuk membiayai biaya perawatan dan pengobatan ibunya di rumah sakit.

"Apakah penyakit tuberculosis ibu Anda kambuh lagi?"

"Iya ... Mister."

Yoongi bangkit dan menuju ruang pribadinya. Sebuah ruangan yang ada di balik pintu—di belakang meja kerjanya. Sohyun pernah memasukinya sekali, yaitu saat Yoongi memerintahnya untuk mengambilkan setelan kemeja putih santainya dari dalam almari.

Yoongi pun keluar dengan tangan yang tidak kosong. Ia membawa sebuah cek. Sohyun tidak percaya ini, apakah Yoongi—si bos gilanya itu—akan meminjamkan uang kepada karyawannya?

"Pulanglah Anda, Pak. Bawa ibu Anda ke rumah sakit, ini ada sedikit dari saya. Semoga bisa membantu," kata Yoongi sambil menyodorkan kertas persegi panjang itu. Sohyun ingin tahu berapa nominal yang tertulis di atasnya, sayang tidak kelihatan.

"Mister, ini terlalu banyak. Saya jadi tidak enak."

"Nyawa ibu Anda jauh lebih penting dibandingkan uang yang saya berikan. Tidak perlu merasa tidak enak."

"Saya sungguh berterima kasih, Mister. Saya berjanji akan segera mengembalikan uangnya, kalau perlu, Mister dapat memotong gaji saya selama satu tahun ke depan."

Satu tahun ke depan?! Hei, sama saja dengan gajinya selama dua belas bulan. Memang sebanyak apa sih uang yang Mister pinjamkan?

"Pak, saya tidak bilang kalau saya meminjamkan uang ini. Jadi ... tidak usah dikembalikan."

Apa?! Benar-benar ... licik. Siapapun pasti tidak akan pernah menyangka, berpikir negatif sedikitpun juga tidak mungkin jika melihat secara langsung topeng kebaikan Mister Yoon pada para karyawannya. Hei, aku menderita di sini sendirian? Ah, kenapa juga aku harus tahu rahasia Mister setiap malam?

Sohyun hanya bisa meratapi kesialannya seorang diri. Menggerutu dalam hati dan memendam kesal yang tak dapat ia tunjukkan dengan bebas.

***

Sepulang dari kantor, Sohyun tak langsung pulang. Firasatnya berkata buruk. Tentu saja karena Min Yoongi, bos barunya itu.

Ngomong-ngomong, Sohyun sudah bekerja di Genius hampir tiga minggu. Yang jelas, tak seharusnya Sohyun menganggap Yoongi sebagai bos baru lagi. Benar, Sohyun harusnya sudah bisa mulai adaptasi di sana. Terutama dengan pria bernama Min Yoongi, atasannya sekaligus CEO Genius Inc yang telah menerimanya sebagai sekretaris.

Entah Sohyun harus bersyukur atau merasa sial telah menerima posisi itu. Tapi ... bukankah apa yang ada harus dihadapi dengan lapang dada?

"Masuk," seru Yoongi yang tiba-tiba muncul dengan membawa mobil BMW-nya.

Sohyun terkesiap. Ia memutar pandangan, memastikan tidak ada orang yang melihatnya masuk ke mobil Yoongi. Apalagi itu sudah jam pulang. Pasti tak sedikit karyawan yang membubarkan diri dari komputer mereka. Sohyun tidak mau timbul gosip yang membawa namanya dengan nama sang atasan.

"Cepat! Jangan lama kayak keong, dong!"

Hah. Dan Sohyun sadar. Mister Yoon-nya ini telah berubah menjadi iblis sejak menginjakkan kaki ke luar gedung kantornya sendiri.

"Baiklah, baiklah."

Di dalam mobil, seperti biasa. Keduanya diam, tak saling bicara. Yoongi sibuk menyetir mobilnya dengan sebuah handsfree putih melilit di telinganya.

"Kita mau ke mana, Mister?"

"Jangan cerewet! Diam saja!"

Sohyun memajukan bibirnya, komat-kamit seakan menirukan ucapan Yoongi tanpa suara.

"Nggak usah meledek kau! Mau kukubur hidup-hidup di bawah salju? Atau kupotong-potong tubuhmu untuk makanan anjing laut?"

"Maaf."

***

"Nah, sampai. Ayo, turun!"

Yoongi mematikan mesin mobilnya. Kemudian, ia melirik ke samping. Sebuah decakan lidah pun terdengar keras saat Yoongi mengetahui sekretarisnya itu ketiduran. Ia berusaha membangunkan Sohyun. Mulai dari menepuk pipinya, mengguncang tubuhnya, sampai mencubit lengannya. Namun, reaksi Sohyun hanya menggeliat dan kemudian ia tak sadarkan diri lagi. Yoongi meloloskan napasnya dengan panjang, lalu berpikir. Ah, dia punya ide. Dengan ini, pria itu yakin, Sohyun akan segera terbangun dan menemukan mimpi buruknya yang berubah jadi nyata.

"Hei, bangun pemalas!" teriaknya. "Bangun!"

"Hoek! Bau apa ini?" Sohyun langsung terbangun dan menutup hidung begitu indra penciumannya serasa ditusuk aroma tidak menyenangkan. "Aduh!" Dahi Sohyun terantuk dashboard saking terkejutnya dia.

"Mister, itu apa?!"

"Aku ingat pernah meletakkan kaos kaki basah di bawah kursi kemudiku. Dan setelah sebulan berlalu, aku baru menemukannya," ucap Yoongi dengan entengnya sambil mengangkat kaos kaki berwarna hitam itu tinggi-tinggi. "Akhirnya, dia berguna juga untuk membangunkan kerbau sepertimu," sindirnya.

Sohyun masih mengelus-elus dahinya yang kemerahan. Rasanya sakit sekali. Kemudian, ia mengerjapkan mata berkali-kali. Barusan, apa yang Yoongi katakan?!

"Mister! Teganya Anda...."

"Makanya jangan jadi kerbau! Cepat keluar, atau kaos kaki ini akan kusumpal ke mulutmu itu, dasar cerewet!"

"J-jangan! Iya-iya. Saya keluar sekarang, Mister." Sohyun pun mengalah.

***

"Seleramu buruk sekali," komentar Yoongi. Mereka berdua tengah berada di sebuah pusat perbelanjaan. Yoongi menepati janjinya untuk membantu Sohyun. Sekarang ini, ia mengantar gadis itu untuk membeli pakaian yang lebih bagus.

Yoongi mendesah berulang kali. Sohyun sungguh gadis yang buta fashion. Pantas saja pacarnya tidak menyukainya. Mungkin saja karena penampilan Sohyun yang kampungan. Tidak punya style, kuno.

Sambil meraup wajahnya dengan sebelah tangan, Yoongi berucap, "Jangan yang itu, please. Ayolah, kau ini wanita zaman sekarang atau manusia purba sih? Di mana sense berpakaianmu? Atau perlu kucarikan kain goni dan kuberikan pada designer untuk membuatkan pakaian yang sesuai kriteriamu?"

Sohyun cemberut. Ia menggaruk kepalanya yang memang gatal. Gatal dengan pikiran-pikiran ingin menyumpah-serapahi Yoongi. Mencabik-cabik muka dingin lelaki itu. Merobek-robek mulutnya yang suka mengejeknya sembarangan. Huh, tenang Sohyun. Jaga emosimu baik-baik, jangan sampai kau keriputan.

"Terus yang mana, Mister? Ini sudah setelan yang ke-56. Tapi menurut Mister masih jelek juga," keluh Sohyun.

"Hei, jangan berani-beraninya mengeluh padaku, ya!"

Sohyun terdiam. Kini, saatnya Yoongi yang bergerak. Tangan pucatnya terlihat menggapai-gapai gantungan pakaian yang letaknya saling berhimpitan itu. Gaun dan pakaian di sana indah-indah, hanya saja bagi Sohyun itu terlalu pendek. Kurang bahan. Tidak sopan. Ia memang gadis sederhana, pakaiannya tidak berlebihan, apalagi sampai terlihat mencolok di mata orang-orang. Prinsip Sohyun masih begitu tradisional. Ia bahkan tak memahami trend fashion zaman sekarang.

"Coba yang ini." Yoongi menyerahkan sebuah dress di atas lutut berwarna red velvet. Sohyun menatapnya dengan mengangkat kedua alis. Dress itu membuatnya pening.

"Tidak! Bagaimana saya bisa memakai dress berpotongan rendah? Dan lengannya digantikan dengan seutas tali? Kalau talinya putus...." Sohyun membayangkan. "Ewhh, habislah saya."

Yoongi memutar bola matanya. Ia tak membalas protesan Sohyun, tangannya masih dengan sigap mencarikan dress lain yang lebih mendingan.

"Kalau ini?" Yoongi mengangkat sebuah dress berwarna peach. Kali ini respons Sohyun seperti orang jijik. Matanya menyipit, keningnya mengernyit, bibirnya ... yah begitulah. Meringis seperti melihat sesuatu yang sangat tidak sesuai dengan seleranya.

"Saya nggak mau memperlihatkan perut. Lagian ... perut saya juga nggak semulus kelihatannya."

Yoongi refleks menatap Sohyun yang sedang mengguncang-guncang bagian perutnya. Kini, giliran Yoongi yang meringis geli. Begitu, ya ... tidak semulus kelihatannya. Dasar babi. Banyak lipatan lemaknya.

Setelah berkutat cukup lama dari satu toko ke toko pakaian yang lain, akhirnya Sohyun berhasil menemukan dress yang—paling tidak— sudah menyinggung sedikit dari kriterianya. Yaitu, panjang roknya selutut, berlengan, tidak ketat, dan tidak terbuka. Terkesan lebih anggun dan elegan.

Mereka pun masuk ke dalam mobil. Sepertinya Yoongi berbaik hati karena ia dengan senang hati akan mengantarkan Sohyun pulang.

"Besok, aku akan minta Hani buat mengajarimu cara berdandan. Wajahmu itu ... harus dipermak dikit," ujar Yoongi. Entah angin apa yang membuat lelaki itu mau membuka pembicaraan terlebih dahulu.

"Baiklah. Terima kasih atas bajunya, Mister."

"Itu karena aku menepati janjiku. Makanya, kau juga harus menjaga rahasiaku baik-baik."

"Siap!" tegas Sohyun sambil mengangkat tangannya, membentuk hormat.

"Bisa kau tolong ambilkan rokokku di dalam dashboard?"

"Mister perokok?"

"Jangan banyak tanya!"

Ah, selalu begini.

Sohyun pun dengan segera—walaupun tidak benar-benar ikhlas—membantu mengambilkan rokok Yoongi yang ada di dashboard. Tangan gadis itu meraba-raba karena pengelihatannya di malam hari cukup buruk, apalagi di dalam mobil tersebut hanya diterangi cahaya yang remang-remang.

"Jangan lupa sama koreknya!"

Sohyun masih merogoh dashboard itu. Kenapa sulit sekali sih menemukan sekotak rokok yang Yoongi simpan di dalam sana? Perasaan, ruang di dalam dashboard tidak luas-luas amat.

"Ah, ketemu!" Sohyun dengan senyum lebarnya memberikan kotak rokok itu pada Yoongi, tak lupa dengan pematiknya.

Yoongi setelah menerimanya, matanya terbelalak. Ia mengerem mobilnya tiba-tiba, membuat Sohyun sekali lagi nyaris mendaratkan dahinya pada dashboard yang ada di depannya.

"Aduh, Mister. Kenapa selalu ngerem mendadak sih? Saya hampir melukai kening saya lagi, loh."

"Kau ini bego apa goblok sih? Kau nggak tau ini apa?"

Yoongi menyodorkan bungkusan kotak yang ada di tangannya. Sohyun mendengus kesal.

"Itukan bungkus rokok yang Mister minta! Salah ya?"

"Astaga! Sepertinya kau perlu kuajari semuanya dari awal. Ini namanya kondom!"

"K-kondom?"

"Aish! Ini pasti kerjaan Namjoon! Dia selalu meninggalkan jejak di mobilku, sialan!"

Sohyun terpaku pada satu pertanyaan yang menggelayut di pikirannya. Dengan sekali ceplos, ia pun bertanya, "Kondom itu apa?"

Yoongi terbatuk. Lelaki itu hampir kehabisan napas dan terkena serangan jantung akibat pertanyaan Sohyun yang terlalu polos.

"Ternyata kau memang bodoh, ya. Ya Tuhan, maafkan aku jika aku mengajari gadis ini yang tidak benar," gumam Yoongi. "Kondom itu alat yang dibutuhkan pria saat berhubungan badan dengan wanita. Biar wanitanya tidak hamil, si pria membungkus kelaminnya dengan alat ini."

Muka Sohyun memerah. Ah, dia salah menanyakan hal itu pada laki-laki. Tetapi untungnya, ia tidak pernah bertanya ketika kakinya menginjak di sebuah supermarket. Sohyun seringkali melihat benda itu terpajang di sana, dan selama itu pula, Sohyun mengiranya adalah bungkus rokok.

"Lupakan! Jangan bilang ... kau juga tidak tau apa itu make out?"

"Make out?" Sohyun tampak sedang berpikir. "Oh, yang buat dandan itu, ya? Aku tahu!"

"Goblok! Itu make up! Ah, sudahlah! Pusing bicara denganmu."

Yoongi menyerah dan memilih untuk menyalakan kembali mobilnya dan mengantar gadis itu ke habitatnya. Yoongi yakin, hanya dalam sehari bersama gadis itu, semua rambutnya bisa rontok. Matanya akan cekung dan menghitam, serta tubuhnya tinggal tulang dan kulit karena saking lelahnya Yoongi memberi penjelasan dan pelajaran baru pada Sohyun.

"Mister, boleh tanya?"

"Hmm...."

"Make out itu apa?"

Tbc.

Heheh. Apa sebaiknya aku beri part ini rate 19+? Wkwk. Untung nggak sefrontal itu sih :") Ini masih batas wajar kok, jangan khawatir.

Lanjut??😜





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro