Bab 5
Nb. Pertama dan yang paling utama, aku mau minta maaf yang sebesar-besarnya buat kalian karena harus menunggu update-an ceritaku yang lamanya kebangetan. Belakangan lagi banyak pikiran juga lagi minggu-minggu UAS.
Ternyata bener ya, semakin tua umur, semakin panjang urusannya. Tapi, karena aku udah bertekad buat terus belajar nulis dan menyuguhkan cerita yang baik ke kalian semua, maka selama apa pun menghilangnya diriku, kuharap kalian tetap sabar menanti. Karena percayalah, kalian (para pembaca) itu motivasi dan energinya para penulis :)
Aku percaya kalian dan semoga kalian mempercayai bahwa aku akan tetap kembali. Wattpad adalah jalanku pulang, dan ketika aku sedang letih dan kacau pikiran, kalianlah obatnya (plak).
Ya ampun, curhat. Maaf ... Hehe. Ini kulanjutin.. selamat membaca💜
.
.
.
"Ini ... apa?"
Sohyun merapatkan kedua kakinya. Manik matanya tertuju pada sebuah kotak bekal berwarna biru. Ia membawanya dari rumah. Mungkin kondisinya sudah dingin, tapi dapat dijamin kualitas rasanya oke dan tidak berubah.
Sudah dua kali Sohyun dipaksa melakukannya. Bukan kehendaknya sendiri untuk membawakan bekal makan siang pada bos barunya itu. Sebut saja bibi Sohyun terlalu berlebihan. Sebagai wujud syukur dan ucapan terima kasihnya, beliau menitipkan bekal makan siang sang bos melalui Sohyun. Entah sampai kapan.
Beruntungnya, Min Yoongi tidak sama dengan bos besar pada umumnya. Yang begitu angkuh dan ogah bergaul dengan bawahannya sendiri. Lelaki itu betul-betul dikelilingi kebaikan. Kini Sohyun tidak perlu merasa ragu lagi untuk dapat bekerja di sana.
"Sebenarnya Anda tidak perlu repot-repot begini. Saya terbiasa makan siang bersama karyawan saya yang lain."
"Eh, maksud saya ... saya tidak berniat menolak masakan ibu kamu. Hanya saja, saya merasa merepotkan."
"T-tidak, Mister. Saya maupun ibu saya sungguh tidak terepotkan oleh hal ini. Kami merasa senang karena Mister mau menerima pemberian kami yang bukan seberapa."
Bahkan tak terasa, terhitung sejak saat itu, sudah tiga hari terlewat. Sohyun mulai bisa beradaptasi dengan kesibukan barunya sebagai sekretaris. Namun, entah mengapa, pagi itu lebih sibuk dari biasanya.
Semua orang mondar-mandir dengan tugasnya masing-masing. Telepon berdering di sana-sini. Sampai sesekali bahu Sohyun bertabrakan dengan bahu karyawan lain yang sedang berjalan. Lebih tepatnya berjalan tergesa-gesa.
"Permisi, ini ada apa, ya? Kok semua kelihatan sibuk?" tanyanya pada salah seorang office boy yang kebetulan lewat dan berpapasan.
"Nona, tidak tahu? Kabarnya akan ada tamu penting berkunjung ke perusahaan ini. Dengar-dengar terbang langsung dari Amerika."
"Kok Bapak bisa tahu? Padahal, saya yang bekerja di sini saja nggak tahu apa-apa," ucap Sohyun dengan menahan malu.
"Saya beritahu, Nona. Bekerja di Genius itu tidak mudah. Segala informasi kalau tidak dicari sendiri, maka ya nggak akan tahu apa-apa. Saya permisi."
Sohyun menatap kepergian OB itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apakah ia baru saja sedang dididik oleh seorang OB?
"Sohyun! Apa yang kamu lakukan di sana? Bukankah seharusnya kamu merombak jadwal pertemuan Mister hari ini, ya? Kamu nggak tahu bakal ada tamu penting?"
Hani mendatanginya tiba-tiba, membuat gadis itu terkejut seketika.
Bahkan Nona Hani tahu kalau hari ini perusahaan kedatangan tamu? Ke mana aja aku selama ini?
"Kamu pasti bingung. Maaf, saya lupa ngasih tahu sebelumnya. Sekarang, yang penting kamu atur ulang jadwal Mister Yoon. Saya akan ngurus urusan reservasi hotel dan yang lainnya. Oke?"
"B-baik, Bu."
"Aduh, dibilangin kalau lagi berduaan jangan panggil saya 'Ibu'. Kita kan sudah berteman."
"Ah, iya. Maaf, Eonni."
***
"Ini. Tolong nanti sore kamu telepon petugas delivery dari restauran langganan saya. Jangan sampai terlambat, ya. Saya dan tamu penting saya sedang berencana untuk makan di kantor."
"Baik, Mister. Apa ada hal lain lagi?"
"Tidak. Kamu bisa pergi."
Sohyun undur diri dari hadapan bosnya. Masih ada satu jam lagi untuk menghubungi pihak delivery. Badannya terasa lesu dan pegal-pegal. Akhirnya, ia memutuskan untuk tidur sebentar selagi menunggu waktu.
Sohyun menyimpan baik-baik kartu nama yang tadi diberikan oleh Yoongi agar tidak hilang. Kemudian, ia melelapkan dirinya tanpa perlu menahan terlalu lama.
Tiriring.... Triringg....
Sohyun terbangun dari tidur kilatnya akibat suara telepon di meja kerjanya yang terus berdering. Dengan segera ia mengangkatnya, kalau-kalau itu telepon penting.
"Halo, dengan saya Sohyun. Ada yang bisa dibantu?"
"Sohyun, ini saya. Apa kamu sudah menelepon petugas delivery tadi saya minta? Kamu tinggal konfirmasi ulang karena saya sendiri yang telah melakukan pemesanan."
Bodoh! Ini jam berapa? Astaga!! Aku lupa! Aku ketiduran!
"B-baik, Pak. M-maksud saya, s-sudah, Pak. Sudah saya ker ... jakan."
"Bagus. Habis ini, saya ke kantor dan kamu bisa langsung pulang. Saya mau ruangan saya steril. Untuk selanjutnya, Hani yang akan mengurus semuanya."
"Baik, Pak."
Telepon terputus. Dengan panik Sohyun mencari-cari kartu nama yang sudah ia simpan sejam yang lalu. Namun, tak kunjung ketemu.
Gadis itu sampai mengobrak-abrik meja kerjanya. Hingga kemudian, sebuah kertas berukuran kecil terjatuh di lantai.
"Akhirnya! Terima kasih, Tuhan! Sekarang, harus segera kutelepon agar aku juga bisa pulang."
Sohyun menekan tombol angka di ponselnya, hingga akhirnya tersambung ke seseorang.
"Halo? Apakah ini tukang delivery dari Royal Resto yang sebelumnya sudah dihubungi oleh Tuan Min Yoongi? Bisa segera antar pesanan kami, Pak? Sebentar lagi tamu penting kami akan tiba. Mohon kerjasamanya, ya."
"Mau yang pakai rose atau jasmine, Nona?"
Hah? Pakai lilin aromaterapi, ya? Boleh juga nih pelayanan restorannya.
"Ehm ... a-apa aja lah, Pak. Nanti biar Bos saya yang milih sendiri."
Jangan-jangan, tamu penting yang dimaksud itu cewek cantik. Pantas saja Mister Yoon memperlakukannya spesial. Pakai pesan makanan di restoran yang menyediakan lilin aromaterapi segala. Lalu, Nona Hani siapanya Mister Yoon?
"Alamat?"
"Di Gedung perkantoran Genius Corporation."
"Baik, saya akan segera ke sana."
Selesai! Tugasku selesai, sekarang aku bisa pulang.
Sohyun mengemasi barangnya. Kemudian, sebuah telepon dari orang yang dikenal masuk di ponselnya.
"O-oppa?"
"Ah, apa benar ini dengan Nona Sohyun? Saya tidak tahu harus menelpon ke mana lagi karena hanya nomor Anda yang ada di panggilan terakhir."
"Ini siapa?"
"Saya kebetulan lewat, dan melihat pria ini pingsan di jalan. Jadi saya berniat menghubungi Anda."
"Baiklah. Saya akan segera ke sana. Tolong jangan dibawa ke mana-mana."
***
Rasanya baru sebentar Sohyun meninggalkan perusahaan lamanya, Hi-Tech, namun seolah-olah ia tak bertemu Jimin hampir seabad.
Benar. Sejak sehari sebelum hari pertamanya bekerja di Genius, Sohyun kesulitan bertemu dengan kekasihnya itu. Dinding penghalangnya selalu sama, yaitu kesibukan.
Jimin terlalu sering lembur dan menghabiskan waktu di kantor. Sementara, lelaki itu lupa akan janjinya untuk selalu mengunjungi Sohyun di jam makan siang. Sudahlah, Sohyun tidak marah karena Jimin mengabaikan ikrarnya. Tetapi, menyiksa diri sendiri sampai sakit begini? Bukankah pria itu sudah kelewatan?
Masih baik password apartemen Jimin tidak berubah. Sepertinya, lelaki itu sangat kecapaian. Daripada membawanya ke dokter, Sohyun lebih memilih untuk merawat kekasihnya di apartemen itu.
Sohyun dibantu oleh petugas penjaga dan membaringkan Jimin di atas tempat tidurnya. Lalu, ia ke dapur untuk mempersiapkan kompres.
"Oppa pasti sangat lelah, kan? Maaf selalu mendesakmu untuk menepati janji. Kali ini, aku tidak akan menuntutnya lagi," ucapnya seraya meletakkan kompres di atas dahi Jimin.
"Tolong jangan sakit. Daripada Oppa, lebih baik aku saja yang sakit. Orang penting seperti Oppa, kalau sakit sangat disayangkan. Lebih pantas, aku yang pecundang ini."
Sesekali Sohyun mengusap pipi Jimin dengan penuh kelembutan. Lelaki itu sama sekali tak bergerak.
Sakitnya Jimin justru mampu menghancurkan hati Sohyun. Bagaimana pun juga, lelaki bermata malaikat itu lah titik kelemahannya.
"Sekali ini saja, aku akan melakukannya, Oppa. Tolong kau cepat sembuh."
Sohyun mendekatkan wajahnya, hendak mendaratkan bibirnya di pipi kekasihnya. Namun ....
"S-Seulgi?"
Sohyun menghentikan dirinya ketika nama gadis lain terucap dari mulut Jimin yang tidak sadarkan diri.
"Jadi ... karena wanita itu?"
Sohyun membatalkan kecupannya. Ia memalingkan wajah. Percuma saja mau menangis, malah membuang-buang air mata. Gadis itu sudah letih.
Sia-sia kah ia menunggu begitu lama kalau kenyataannya bukan dirinya, melainkan gadis lain yang dibutuhkan Jimin saat ini?
"Sejujurnya aku sakit hati, Oppa. Tapi apa boleh buat. Jika mencintaimu ada banyak jalan, sudah pasti kutempuh dengan cara lainnya. Lalu, kenapa jalan yang kutemui selalu jalan tersakiti seperti ini?"
"Kau tahu, aku mungkin gadis keras kepala. Apa yang ada dalam genggamanku, tidak akan mudah kulepas begitu saja. Termasuk Oppa. Aku akan terus berusaha sampai hatimu menjadi milikku. Sampai hari itu tiba, tolong jangan mundur dariku."
Drrtt ... drrt ....
"Siapa sih nelpon di saat yang tidak tepat?"
"Halo?"
"Sohyun! Kenapa yang datang malah tukang pijat? Mana makanan saya?"
Tukang pijat?!
Ingatan Sohyun terlintas, mau yang rose atau jasmine, Nona?
"TUKANG PIJAT?!"
Sohyun, ini tukang pijat langganan bibi. Kalau kamu capek, kamu bisa telepon ke nomor ini, Nak. Belakangan kamu sangat sibuk, bibi jadi khawatir pada kesehatanmu.
"Ya ampun! Salah ambil kartu nama, dong!"
"Sohyun? Kamu masih di sana? Halo?"
Gawatttt!
Tut. Sohyun mematikan teleponnya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Astaga...."
Di sisi lain, Yoongi tampak dikejar-kejar oleh pria berbaju tradisional yang membawa minyak urut di tangan kanan dan kirinya.
"Tuan, mau yang rose apa jasmine? Tuan? Tuan? Jangan pergi."
"Sial sekali hari ini! Hushh. Pulang sana, saya tidak butuh tukang pijat!"
"Tuan?"
"Tidaakk!"
Tbc.
Apaan sih? Receh banget😂 niatnya mau aku bikin romcom. Setuju nggak? Masa mau nyesek mulu nungguin Jimin suka sama Sohyun wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro