Bab 25 [END]
Perkembangan globalisasi menuntut pasar ekonomi terutama di bidang teknologi semakin sibuk. Berbagai produk dengan tipe baru dan fitur-fitur yang lebih bervariasi mulai dikembangkan dan diluncurkan. Persaingan mulai ketat, kecenderungan untuk tidak percaya diri berdiri di tengah perusahaan besar pun tak terelakkan. Tetapi berbeda dengan lelaki itu, ia menjalaninya dengan santai dan profesional.
Kepintarannya dalam mengatur bisnis dan mengembangkan ide, membuat perusahaannya sekali lagi semakin dikenal. Genius Inc, selamanya akan menjadi legenda. Produk yang dipasarkannya menyentuh kancah internasional, banyak negara mengakui ketenarannya.
Di tengah kesibukannya hari itu, Namjoon tiba-tiba datang menghampirinya dengan raut tergesa.
"Yoon!"
"Kau lupa kita di kantor? Bicaralah dengan formal. Sebentar lagi meeting, apa yang kau lakukan? Apa persiapan sudah selesai? Aku mau PPT yang kemarin diperbaiki. Hari ini, dua perwakilan kolega dari Jepang datang dan aku mau semuanya sempurna."
"Yoon, kau harus ke rumah sakit!"
"Hah? Kau serius?! Bukankah seharusnya masih beberapa minggu lagi?"
"Cepatlah, kau mau pergi tidak? Rapat biar aku minta Jihoon yang handle!"
"Baiklah! Tolong, ya. Kuserahkan semua padamu, aku harus melihatnya!"
Min Yoongi meninggalkan meeting. Bagi pria yang terlalu strict dengan jadwalnya, menyelewengkan kewajiban adalah hal paling tidak bertanggung jawab dan memalukan. Meskipun Yoongi dikenal sebagai bos yang disiplin, namun saat ini dirinya tidak bisa mengabaikan pesan dari Namjoon.
Langkahnya lebar menuruni lantai demi lantai gedung Genius, lift berjalan serasa lambat. Yoongi dilanda kecemasan, seseorang sedang membutuhkannya di sana untuk berjuang.
"Mana mobilku?"
"Tuan, mau saya antar?"
"Lupakan! Aku akan berangkat sendiri, serahkan kuncinya!"
"Silakan, Tuan."
Yoongi melonggarkan dasinya. Duduk di kursi kemudi, mengenakan sabuk pengaman dan menyalakan mesin serta menancap gas. Dia hanya butuh waktu 15 menit, untuk 25 menit yang biasa ia habiskan. Harus mengebut, jika tidak, maka ia akan kehilangan momen berharga ini.
Tak menunggu lama, mobilnya pun memasuki area AMC. Setelah memarkirkan mobil di basement, Yoongi menelepon seseorang. Menanyakan sebuah ruangan tempat seorang wanita sedang ditangani.
"Hyung, di mana? Baik, aku akan segera sampai. Tolong tunggu aku tiba," pesannya.
Kemudian, Yoongi berlari. Tidak peduli pandangan orang yang merasa terganggu oleh tindakannya.
Sungguh tidak peduli! Yang jelas, hari ini ia akan menjadi ayah!
***
"Yoon, masuklah! Dia menunggumu di dalam. Sejak tadi memanggil namamu."
"Terima kasih, Hyung!"
Setelah mengenakan pakaian khusus berwarna hijau, dan juga penutup kepala, Yoongi menuju sebuah ruang yang disterilkan. Mirip ruang operasi. Di sana, wanita itu berbaring penuh keringat, ekspresinya tampak kesakitan.
Perutnya yang buncit dan membesar, sebentar lagi akan hilang. Bayinya akan keluar. Betapa bahagianya Yoongi hari ini.
Lelaki itu pun menghampiri istrinya. Menggenggam tangannya erat, lalu menciumnya sejenak untuk menenangkan.
"Jangan takut, aku sudah di sini."
"Yoon, rasanya sakit sekali."
"Sayang, tahan sebentar ya, demi si kecil."
Proses melahirkan berlangsung dramatis. Dalam kisaran waktu lima jam itu, penantian Yoongi dan istrinya tidak sia-sia. Ketika tangis seorang bayi pecah, perasaan lega muncul di hati keduanya. Yoongi memeluk istrinya yang menangis haru. Dokter menunjukkan wajah si mungil yang masih kemerahan, Yoongi pun mencium bayinya. Kemudian, bergantian mencium istrinya dengan penuh sayang.
"Terima kasih, Sohyun. Kau memberiku putri yang sangat cantik sepertimu," ungkapnya.
Kondisi istrinya, Kim Sohyun, sekarang lemah dan butuh istirahat. Dokter segera memindahkannya ke ruangan lain dan di lain waktu bayi yang baru lahir itu dibersihkan agar bisa segera ditimang dan disusui.
Keluar dari ruang operasi, Yoongi disambut keluarga iparnya. Mereka pun menunggu dengan harap-harap cemas.
"Yoon, bagaimana? Ibu dan bayinya selamat? Sehat?"
"Noona, Sohyun dan bayinya baik-baik saja. Sekarang, kita bisa tenang," jawab Yoongi dengan bangga.
"Selamat! Kau sudah jadi ayah, dan aku pamannya. Tapi Yoon ... apa kau–"
"Hyung, jangan katakan apapun lagi. Aku dan Sohyun sudah menikah, dia sekarang anakku. Tidak boleh ada orang lain yang mengaku sebagai ayahnya kecuali aku."
"Kau benar, kau ayahnya. Selamat ya!"
Minhyuk merangkul Yoongi dengan semangat.
"Di mana Beomgyu? Apa dia tidak ingin melihat keponakannya? Paman kecil itu...."
"Sudahlah. Dia cukup stres dengan ujian. Tapi aku rasa, dia sangat senang mendengar kabar ini. Pasti akan datang nanti," jelas Sungkyung.
"Ngomong-ngomong, Noona. Seseorang masih menunggu jawaban kepastian darimu. Apa kau akan menolaknya?"
Sungkyung tersipu malu. Mendengar pertanyaan Yoongi, kedua pipinya memerah. Memang sungguh di luar dugaan ada seorang pria yang jauh lebih muda malah jatuh cinta padanya.
"Buruan, dia lumayan banyak yang mengantre."
"Haruskah aku menerimanya?"
"Oh, jelas! Dia pria bertanggung jawab, keren, cerdas, dan yang jelas punya daya tarik tinggi. Kau menyesal jika menolaknya nanti," bujuk Yoongi.
"Baiklah, katakan pada Namjoon, aku akan menemuinya malam ini di Grand Royal."
"Call!"
***
"Lihat, dia sangat cantik. Sepertimu," goda Yoongi.
Ia sekarang berada di ruangan tempat Sohyun dirawat. Wanita yang tadi sangat bahagia, wajahnya saat ini terlihat sedih. Ia hanya menatap kosong bayinya yang menggeliat dan menguap.
"Hey, kau tidak senang? Bayimu lahir selamat, kita harus merayakannya saat pulang nanti."
"Bayiku, iya. Dia memang bayiku," ketus Sohyun.
"Kau marah? Katakan, kali ini apa kesalahanku? Kau suka sekali ngambek tidak jelas."
"Kenapa kau sangat menyayanginya padahal dia bukan–"
"Sst ... bukannya kita sudah sepakat? Setelah menikah, maka bayi ini adalah milikku. Milik kita berdua, dan lagian, aku sudah memikirkan nama yang pas untuknya."
"Oh ya? Kau mau menamainya siapa?"
"Karena dia putriku, jelas, marganya harus Min. Dan karena aku ingin anak ini menjadi gadis yang bijak dan anggun, aku akan menamainya Min Ji Ah. Bagaimana menurutmu?"
"Jiah? Nama yang cantik. Aku suka."
"Apa kau tidak ingin menggendongnya? Sepertinya dia haus."
Sohyun termenung sesaat. Haus? Tentu saja. Dia seorang ibu sekarang, sudah menjadi tugasnya untuk menyusui si kecil. Tetapi, Sohyun sangat malu. Meskipun ia dengan Yoongi telah menikah, perasaan yang Sohyun bangun untuk lelaki itu belum cukup kuat.
Mereka sepakat, kalau Sohyun akan belajar lebih mencintai Yoongi ketika mereka telah menikah. Dan Yoongi tidak akan memaksakan kehendaknya terhadap Sohyun. Usia pernikahan mereka mengikuti usia kehamilan Sohyun, dan selama hampir sembilan bulan itu mereka belum pernah melakukan apapun.
Bisa dibayangkan, betapa sabarnya Yoongi menunggu saat-saat Sohyun akan menyerahkan dirinya. Sohyun merasa gagal sebagai istri. Tapi, ia juga merasa beruntung telah mendapatkan laki-laki sebaik Yoongi. Pria yang mau menerima dirinya apa adanya. Pria yang berjuang keras mempertahankan hubungannya.
Awalnya, Yongchul—ayah Yoongi—tidak menyetujui keputusan putranya untuk menikahi wanita yang telah hamil. Namun apa boleh buat, tekad Yoongi sudah bulat, keputusannya bahkan tidak bisa ditentang. Dan Yongchul mengerti, kebahagiaannya adalah kebahagiaan putranya. Maka, dengan terpaksa ia menerima Sohyun sebagai menantu.
Kemudian, perlahan demi perlahan, kekerasan hati pria tua itu runtuh setelah melihat betapa lemah lembutnya sosok Sohyun. Gadis yang sangat tulus dan tegar dalam menghadapi hidup. Meski berasal dari panti asuhan, Sohyun bukan tumbuh menjadi gadis liar. Justru, ia berkepribadian, pintar, dan mandiri. Yongchul pun menyukai setiap karakter menantunya.
Hanya saja, hari ini, pria yang menyandang gelar kakek itu belum dapat menemui cucunya dikarenakan perjalanan bisnis ke luar negeri.
"Apa sebaiknya kita kirim foto ke Abeoji?"
"Boleh. Ayahmu pasti tidak sabar melihat wajah cucunya."
Kemudian, mereka pun berfoto. Dengan senyuman, Yoongi merangkul pundak istrinya dan si kecil yang tertidur berada di tengah-tengah keduanya. Tak sampai tiga detik, wajah mereka bertiga tertangkap layar kamera.
"Lihatlah, lucu sekali," seru Yoongi menunjukkan foto mereka.
"Abeoji, ini adalah Min Jiah, putriku yang paling cantik," ketik Yoongi melalui ponsel keluaran terbarunya.
"Terkirim!"
***
Dua tahun berlalu. Kehidupan rumah tangga antara Sohyun dan Yoongi semakin harmonis. Sejak Sohyun melahirkan, Yoongi telah merenovasi apartemennya menjadi hunian yang menyenangkan. Pria itu mendekorasi ulang ruangannya agar membuat Sohyun merasa nyaman.
Keadaan tidak berubah. Yoongi masih sibuk seperti biasanya. Hanya saja, Min Jiah bertambah besar, ia tumbuh jadi anak yang menggemaskan.
Hari itu, Sohyun ngomel-ngomel di dapur. Lagi-lagi Yubi membuat Jiah menangis, anak itu selalu menggoda adiknya. Dan ujung-ujungnya, Sohyun harus meninggalkan wajan dan pancinya di atas kompor.
"Yubi-ah, kau membuat adikmu menangis lagi?"
"Eomma, dia sangat lucu, aku hanya mencubit pipinya."
"Jiahku masih kecil, kau membuatnya kesakitan, mengertilah."
"Eomma, maaf," sesal Yubi. Mukanya memelas dan bibirnya mengerucut.
"Astaga, apa kau sendiri tidak sadar? Kau juga sangat menggemaskan!"
Sohyun menarik hidung Yubi dan membuat anak itu protes.
"Eomma, aku sudah besar. Jangan perlakukan aku seperti anak kecil!"
"Iya, iya. Kau kan sudah dewasa sejak lahir, dasar anak ini!"
Sohyun tertawa lalu merangkul putranya. Hidup sesederhana ini, begitu membuatnya sangat bahagia. Setelah apa yang ia lalui sebelumnya, pada akhirnya ia mendapat porsi untuk tersenyum. Bersama Yoongi, Jiah, dan Yubi, keluarga kecilnya terasa lengkap.
"Oh, ya, hari ini ... hari peringatan kematian ayahmu. Kita ke makamnya, ya?"
"Benar. Appa pasti tidak sabar ingin melihatku."
Setegar apapun Yubi, meskipun ia terlihat dapat menerima kenyataan dengan gamblang, Sohyun tetap bisa melihat kemurungan anak itu. Kehilangan orang tua adalah hal paling menakutkan dalam hidup. Sohyun pun mengalaminya, maka ia dapat ikut merasakan emosi yang Kim Yubi rasakan saat ini. Kerinduan.
"Baik, kita tunggu ayahmu pulang dari kantor. Lalu, kita pergi ke makam. Bagaimana?"
"Setuju!"
"Ya sudah, sekarang bantu Eomma menyiapkan makanan di meja makan. Eomma yakin, sepuluh atau lima belas menit lagi, si bos besar akan datang," ujar Sohyun berbisik.
"Siap Eomma! Ayo kita sambut CEO tercinta kita," seru Yubi.
"Anak pintar!" Sohyun senang lalu mengacak-acak rambut remaja 12 tahun itu.
***
"Tidak bisa!"
Sohyun membuang muka dan melemparkan tiket pesawat itu di atas kasurnya. Wanita itu kemudian menyilangkan tangannya di dada, mengabaikan, menghindar setiap kali Yoongi berusaha menatap wajahnya.
"Kenapa marah? Sayang, ini perjalanan bisnis. Tidak mungkin aku mengajak Jiah dan Yubi sekaligus. Lagipula, kan ada ayahku yang akan membantu mengurus mereka."
"Mereka anak-anakku, mana tega aku meninggalkan mereka sendirian? Mereka masih kecil. Bagaimana kalau Jiah menangis mencariku di malam hari saat dia tidur?"
"Sohyun, kau bisa telepon mereka kapanpun. Ya? Kau mau kan? Temani aku, aku ini suamimu. Kau selalu memperhatikan anak-anakmu tapi tidak dengan suamimu, menurutku ini tidak adil."
"Kau sudah besar, untuk apa diperhatikan?"
"Oh ya?? Hey, pria besar ini juga butuh belaian!"
Sohyun terkejut saat Yoongi melingkarkan lengannya di perutnya yang langsing. Yoongi berusaha merayunya, itu sangat jelas. Tapi, Sohyun adalah wanita yang dingin sejak dia menikah. Kejam, karena sama sekali tidak tersentuh dengan hal-hal romantis yang Yoongi siapkan.
"Jangan manja! Kau tahu, aku tidak pernah lengah dalam mengabaikanmu."
"Jahat. Sungguh wanita yang jahat. Tapi ... kau sangat menggoda entah bagaimanapun sikapmu padaku."
"Kau mulai lagi."
"Sayang, kapan lagi kita bisa bulan madu?"
Sohyun menaikkan alisnya, tersenyum miring. Sudah ia duga, perjalanan bisnis hanyalah modus belaka. Tujuan Yoongi adalah ingin menghabiskan waktu berdua bersama Sohyun. Licik sekali.
"Kita kan bisa bulan madu di Korea, kenapa pesan tiket ke Eropa segala?"
"Mana seru! Aku sudah bosan di sini, aku ingin ke luar negeri bersamamu. Banyak tempat yang bisa kita kunjungi dan kita bisa buat banyak anak."
Sohyun meloloskan diri saat Yoongi menyebut kata 'anak'. Pria itu sedikit kecewa, tetapi dia memakluminya. Mungkin masih sulit menerima pria lain, walaupun Yoongi hampir-hampir tidak percaya bahwa saingannya adalah orang yang seharusnya jadi kakak iparnya sendiri. Dan orang itu telah tiada sejak dua tahun lalu.
"Aku tahu, Jimin tidak tergantikan."
"Kenapa kau selalu mengungkit soal itu? Aku sudah bilang, aku menerimanya sebagai kakakku! Aku juga sudah melupakan perasaanku padanya yang terlalu berlebihan!"
"Hey, jangan marah," bujuk Yoongi. Ia lalu duduk di atas ranjang menyejajari Sohyun. Posisi wanita itu memunggunginya.
"Kalau begitu, apa alasan yang membuatmu terus menolakku?"
"Aku ... aku tidak ingin membahasnya."
"Sohyun? Kita sudah menikah. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Aku minta kau terbuka padaku, dan mempercayaiku."
Yoongi membalik tubuh Sohyun, ia mengangkat dagu istrinya agar Sohyun tidak lagi mengelak untuk berkata jujur. Sudah dua tahun, dan hubungan mereka belum berkembang sama sekali. Mereka menikah di atas kertas. Hanya Yoongi yang menyukai Sohyun, tapi Sohyun? Entahlah. Pria itu bingung dengan sikap istrinya yang tertutup.
"Katakan padaku, apa yang menjadi ketakutanmu?"
Sohyun gelisah, bola matanya tidak berhenti bergerak seakan menyiratkan ingin segera mengakhiri perbincangan yang mulai serius ini.
"Sohyun, aku mencintaimu. Apa itu tidak cukup?"
"Tidak. Tentu saja, itu lebih dari cukup. Kau pria yang sangat sempurna, hanya saja ...," potong Sohyun.
"Hanya saja?"
"Aku masih trauma. Setiap kali kau memintaku untuk melakukannya, adegan itu terlintas di pikiranku. Aku takut," paparnya.
Yoongi menghela napas. Jadi inilah kekhawatiran yang selalu menjadi pembatas perkembangan hubungan mereka berdua. Memori buruk, kenangan yang membuat Sohyun takut setiap kali membayangkannya. Benar, tentu berat bagi wanita untuk melanjutkan hidup setelah sebelumnya mengalami pelecehan seksual. Yoongi menyadarinya betul.
"Aku tidak akan memaksamu, Sohyun. Kita jalani pernikahan ini dengan pelan-pelan, aku akan selalu menunggumu."
"Tapi kita sudah dua tahun menikah, rasanya ... aku gagal menjadi istrimu. Tidak bisa membuatmu bahagia tapi kau lah yang selalu membahagiakanku."
"Siapa bilang? Melihatmu tersenyum bersemangat setiap hari saja, itu cukup menjadi hiburan bagiku. Kau tahu, saat kau tertawa kecantikanmu menjadi berlipat-lipat."
"Mister Yoon? Kau menggodaku lagi."
"Memang itulah peranku, menggodamu."
Yoongi terkekeh karena berhasil mengerjai istrinya. Pria itu tiba-tiba bangkit. Sohyun yang melihatnya merasa sedikit terkejut.
"Mau ke mana?"
"Menyimpan tiketnya, siapa tahu Namjoon dan Noona membutuhkannya. Kau tidurlah, aku masih ada pekerjaan."
Yoongi hampir meninggalkan tempat, kemudian, tangan Sohyun mencegahnya pergi. Yoongi menoleh ke belakang dan menyaksikan raut muka istrinya yang merah padam.
"Ada apa?"
"Tidak perlu bulan madu ke luar negeri."
"Iya, iya. Aku tidak memaksamu, ngomong-ngomong, Namjoon sangat ingin liburan bersama kakakmu."
"Tidak perlu bulan madu lagi."
"Hah?"
"Kita akan melakukannya di sini."
"Tunggu, apa??"
"Ayo kita coba. Aku ingin buat anak yang banyak."
Percakapan itupun menutup pembicaraan Yoongi dan Sohyun. Yoongi mengunci pintu kamarnya, menanggalkan pakaian dan melupakan pekerjaannya.
Pokoknya, malam itu adalah miliknya. Titik.
🙈🙈🙈
END
Finally, Oca come back again dan berhasil menyelesaikan satu cerita lagi.
Sebenernya banyak scene yang belum aku tambahkan. Terutama, tentang nasib ibu angkat Sohyun yang ada di penjara, dan juga nasib ayah kandung Sohyun yang entah ada di mana.
Mungkin aku tambahkan di epilog aja ya, biar nggak ada kesan plot hole di sini :))
Jadi, ceritanya Sohyun itu hamil karena pelecehan seksual yang dia alami waktu diculik dulu. Anaknya Joohyuk. Mungkin ada yang masih belum ngerti sama alurnya, jadi aku sampaikan di sini.
Terus, kejutan tak terduga tentang Namjoon yang diam-diam naksir sama Lee Sungkyung, kakak angkatnya Sohyun.
Terus gimana nasib Dokter Kim?
Dia ....
Dia nikah di cerita selanjutnya guys *eh wkwk.
Nanti ya, kalo aku udah yakin mau up, aku bakal up ceritanya.
Hm, hint aja deh. Ada bumbu fantasy. Dan married life.
Cuma, karena aku belum pengalaman nikah :") aku masih mendalami kayak gimana sih kehidupan pernikahan yang sesungguhnya tuh, dan biasanya aku cari tahu lewat cerita lain kalau enggak ya baca-baca lewat komik wkwk.
Ya udah, sekian dulu dari Oca.
Mohon dukungannya buat cerita baru, biar draftku nggak menggunung jadi pingin ku publish satu-satu hehe.
Selamat sore~~
Salam dari Oca, bucinnya Taehyung❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro