Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 21

Jimin POV

Hari itu ulang tahunku yang ke-7 tahun. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, hari itu tidak ada pesta perayaan, tidak ada kado, dan tidak ada teman. Aku bangkit dari tempat tidurku dan keluar dari kamarku di tengah malam.

Aku tidak dapat tidur, bukan karena sedih sebab gagal menyelenggarakan pesta ulang tahun, melainkan karena aku mendengar suara kedua kedua orang tuaku yang saling bertengkar.

Aku mendengar pecahan gelas, suara tamparan, dan mereka berteriak lantang seolah tidak memiliki tetangga yang tidurnya akan terganggu karena perdebatan kecil mereka.

Selama ini kupikir semua baik-baik saja. Namun, apa yang kelihatannya menyenangkan di permukaan, tidak semenyenangkan ketika kita menggali untuk mengetahui isinya lebih dalam. Kebahagiaan yang ditampilkan di wajah kedua irang tuaku, rupanya hanya kiasan. Kini, keluargaku di ambang kehancuran. Aku mendengar soal perusahaan ayah yang bangkrut dan menderita kerugian besar akibat ditipu oleh rekan kerjanya sendiri. Lalu, aku juga mendengar tuduhan ayah ke ibu, bahwa ibu selama ini berselingkuh dengan pria lain.

Aku tahu, saat ini, kondisi keluargaku sedang tidak sehat. Aku berlari menuju kamar adikku, lalu melihatnya meringkuk di bawah tempat tidur dengan wajah ketakutannya. Aku mendekatinya lalu memintanya keluar.

Aku mengunci kamarnya rapat-rapat dari dalam, kemudian aku membawa adik kecilku ke dalam pelukan.

"Tidak apa-apa, jangan menangis."

"Oppa? Appa dan Eomma kenapa marah-marah?"

"Appa dan Eomma itu orang dewasa, mereka sedang membahas masalah orang dewasa. Sebaiknya kita tidak ikut campur, ya?"

"Apa Eomma dipukuli Appa lagi?"

Saat adikku mengatakan hal itu, aku terkejut bukan main. Sejak kapan ayahku melakukan kekerasan terhadap ibu? Kenapa aku tidak mengetahuinya? Itu berarti, selama ini adikku tahu banyak soal pertengkaran keluarga. Aku jadi tidak yakin, mentalnya benar-benar kuat dan mampu menghadapi semua ini.

Tak berapa lama, pintu kamar adikku digedor-gedor. Adikku merapatkan pelukannya padaku, aku menatap takut ke arah pintu. Apa yang terjadi? Apakah benar bahwa pertengkaran orang tua selalu berujung dengan perpisahan mereka? Aku setiap saat mendambakan kehidupan keluarga yang harmonis. Ayah dan ibu yang menyayangiku dan adikku, dan mereka yang menjaga kami sampai kami dewasa. Namun, apakah ini hanya sekadar angan-anganku saja?

Dan benar. Saat itulah perpisahanku dengan adikku bermula. Semua yang pernah kudengar kini menjadi kenyataan yang menyakitkan.

Paginya, ayahku membawa adikku keluar rumah secara paksa. Mereka membawa koper, dan ibuku sempat terduduk dan menyeret kakinya menghalangi ayah pergi.

Aku berdiri dengan gemetaran. Aku tidak bisa menangis karena pada saat itu aku teringat ucapan ibu bahwa laki-laki sejati tidak boleh menangis. Namun aku tidak sanggup membendung air mataku ketika kulihat adikku merengek menatapku dengan mata penuh kesedihan. Kami bersama selama lima tahun, aku senang ketika adikku lahir ke dunia ini. Aku merasa pada akhirnya aku punya teman. Dan sekarang, ketika krisis ekonomi ini hadir ... keluarga kami terpecah.

Adikku, seberapa banyak luka yang telah kau saksikan?

Dan juga ibu, kau adalah perempuan terkuat yang telah melahirkan kami. Betapa menderitanya dirimu dan betapa tegar hatimu harus menyembunyikan semua lara yang telah ayah berikan?

Aku merasa gagal menjadi anak lelakimu. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik, melindungimu dengan baik, dan membahagiakanmu dengan baik.

Tahun-tahun berlalu kulewatkan bersama ibu. Kehidupan kami sederhana. Tidak kaya dan tidak miskin sebab ibu memiliki sedikit tabungan untuk menunjang keseharian kami.
Berkat kepandaianku, aku dapat menempuh pendidikan yang tinggi dan kuliah di universitas terkemuka di usia 17 tahun. Namun, di saat yang sama aku harus kehilangan ibuku karena penyakit kanker payudara yang dideritanya. Tanpa ibu, kehidupanku sungguh suram. Tetapi tetap saja, aku harus terus melanjutkan hidup dan membuktikan pada ibu yang ada di alam sana bahwa aku berhasil tumbuh menjadi anak lelakinya yang kuat dan pemberani.

Karena kondisi keluargaku yang menyedihkan, hal yang selalu aku ingin hindari adalah pem-bully-an. Selama ini aku bersekolah dengan damai-damai saja, aku jadi anak yang berprestasi. Tetapi setelah memasuki perguruan tinggi, semuanya berubah. Aku ditindas oleh seorang anak laki-laki yang merasa tersaingi, ayahnya memiliki kedudukan di sana dan posisinya sangat disegani. Aku dibenci karena statusku sebagai anak yatim piatu yang biasa-biasa saja, menurutnya aku tidak pantas berada di universitas itu.

Kemudian, Lee Minhyuk datang sebagai penolongku. Bagiku, dia adalah kakak senior sekaligus role modelku. Di masa-masa kuliah, Minhyuk begitu terkenal. Selain aktif berorganisasi, ia juga merupakan ketua BEM universitas dan setiap pendapatnya dihargai. Minhyuk juga yang melaporkan semua kelakuan negatif anak yang telah menindasku, hingga akhirnya anak itu dipindahkan ke sekolah lain oleh orang tuanya. Kehidupanku pun mulai tenang.

Sejak dekat dengan Lee Minhyuk, namaku pun ikut dikenal banyak orang. Mengikuti jejaknya, aku terpilih sebagai ketua BEM universitas di tahun berikutnya. Hingga pada akhirnya, tibalah hari kelulusan Minhyuk. Saat itu, aku diperkenalkan dengan adiknya yang bernama Sohyun. Minhyuk bilang, adiknya itu tertarik denganku sudah lama. Kami memang sempat bertemu beberapa kali ketika aku iseng bermain ke rumah Minhyuk, dan mungkin sejak saat itulah perasaan adiknya tumbuh.

Sohyun, dia gadis yang cantik dan manis. Tingkah lakunya menggemaskan. Hingga membuatku—yang sebelumnya tidak peduli pada perempuan—berpikir bahwa Sohyun asyik dijadikan pasangan.

Apa yang aku pikirkan?! Mana mungkin aku pantas mendapatkan adik dari sosok yang paling aku hormati? Sohyun pantas untuk mendapatkan lelaki yang lebih baik lagi.

Namun hari itu, menjelang musim dingin, Minhyuk menemuiku. Sebuah permintaan yang membuatku terkejut keluar dari mulutnya.

"Jimin, bisakah kau menjadi kekasih adikku?"

Aku tidak mengerti apa yang dia pikirkan. Kenapa harus aku? Kenapa tidak orang lain saja? Lalu, Minhyuk berkata, "Aku percaya padamu. Kita bersahabat kan? Aku mengenalmu dengan baik. Hanya kau yang bisa menjaga adikku."

Mengingat seluruh kebaikan yang pernah Minhyuk berikan padaku, aku pun menyanggupi permintaannya. Menurutku, tidak buruk juga menjadi kekasih Sohyun. Dia gadis yang sempurna. Lelaki mana pun, pasti juga akan jatuh cinta padanya.

Dan pada musim dingin itu, aku dan Sohyun resmi berpacaran.

Tidak ada yang membuatku tidak terpesona. Dari seorang Kim Sohyun, aku mengenal apa itu yang dinamakan cinta. Tidak kusangka, aku yang awalnya begitu dingin pada wanita berhasil ditaklukkan oleh Sohyun juga. Hubungan kami baik-baik saja. Selama setahun setengah, kami menjalin hubungan seperti pasangan pada biasanya. Namun, Sohyun itu gadis yang polos. Beberapa kali aku meminta sebuah ciuman darinya, ia selalu menolak. Aku tak pernah mempermasalahkannya karena itulah hal yang kurasa begitu istimewa dari dirinya. Sohyun, cantiknya tak tersentuh.

Setengah tahun berikutnya, adalah hari di mana perasaanku pada Sohyun mulai berubah. Selama 27 tahun ini, aku terus mencari keberadaan adikku. Dengan mengandalkan posisiku yang lumayan tinggi di sebuah perusahaan ternama, aku membayar seseorang untuk menelusuri jejak ayahku. Hingga, sebuah berita datang padaku bahwa 20 tahun lalu seorang gadis kecil ditelantarkan ayahnya di depan sebuah panti asuhan di pinggiran kota.

Sampai penelusuranku pun berakhir pada satu kesimpulan, saat itu juga, aku merasakan kehancuran keduaku. Gadis yang dititipkan di panti asuhan oleh ayahku yang kejam, gadis kecil yang dulu ternyata adalah orang yang kusebut sebagai adik, rupanya telah tumbuh dewasa dan sekarang ini menjadi pacarku sendiri!

Aku merasa bersalah dan sangat menyesal ini semua terjadi. Aku melakukan kesalahan, tidak sepantasnya kakak dan adik menjalin hubungan percintaan. Semua ini ... sudah sangat terlambat. Aku ... Park Jimin, telah jatuh cinta pada adikku sendiri yang bernama Kim Sohyun. Dosa besar apa yang telah aku lakukan?

Sikapku pada Sohyun pun berangsur menjadi dingin. Aku menjadi diriku yang sebenarnya, yang selalu abai terhadap perempuan. Namun Minhyuk menangkapku dengan pemikiran berbeda, ia menganggap bahwa diriku telah menyakiti adiknya. Minhyuk selalu memohon agar aku bersedia membuka hati untuk Sohyun. Tetapi, tanpa dia sadari, sesungguhnya pintu hatiku sudah terlanjur terbuka lebar untuk gadis itu. Sohyun terperangkap di hatiku sejak lama, namun aku yang terang-terangan menyembunyikannya. Dan sekarang, aku benar-benar harus mendepak Sohyun keluar dari kehidupanku untuk menghindari kesalahan ini lebih dalam lagi.

Sohyun, kau gadis yang gigih. Meskipun aku menyakitimu dengan berbagai cara, kau tidak pernah berhenti untuk bisa menarik kembali perhatianku. Aku tidak pernah lupa bahwa hari itu anniversary kita yang kedua. Aku tidak pernah benci saat kau membelikanku macaroon karena aku menyukai setiap hal yang selalu kau bawakan. Tapi ... hubungan kita terlarang. Aku tidak ada keberanian untuk mengungkap status kita yang sebenarnya karena kau juga sama sekali tidak mengingatku sebagai kakakmu.

Sohyun, maafkan aku. Aku mungkin terlalu egois. Jika aku bertindak lebih awal dan memberitahumu kebenaran hubungan darah kita, mungkin kau tidak akan sakit hati terlalu dalam. Kau harus tahu bahwa aku ... mencintaimu. Tidak pernah ada gadis lain yang berhasil mencuri hatiku selain dirimu, tidak juga dengan Seulgi.

Bagiku, kau satu-satunya. Bahkan, sampai akhir hayatku pun tiba, aku bertekad bulat tidak akan mengubah keputusan ini. Aku akan menentang takdir, biarpun Tuhan mengutukku dengan kematian, aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu. Sampai kapan pun.

Tapi, tidak pernah kuduga. Hukuman Tuhan datang secepat ini padaku. Maafkan aku, yang hanya mampu melihatmu terluka. Aku ingin membunuh diriku sendiri saat aku melihatmu dilecehkan orang lain. Aku ingin menyakiti diriku sendiri saat kudengar kau merintihkan namaku di tengah-tengah penyiksaan yang menderamu. Betapa tak berdayanya aku, untuk yang kedua kalinya, aku hanya bisa terdiam gemetar melihatmu menangis di depanku. Seolah de javu, pada saat itu aku seperti kembali ke masa lalu. Masa di mana kau diseret oleh ayah dan pergi jauh dariku.

Sohyun, jika ini adalah akhir, aku tidak ingin kehidupanmu diselimuti dengan kesedihan. Biarkan aku memberikan sedikit kebahagiaan yang bisa kuberikan. Jika ini adalah akhir, aku hanya ingin menyampaikan, kau ... Kim Sohyun, telah berhasil melalui misimu untuk mendapatkan hatiku. Kau tidak pernah gagal, gadis kecilku.

Aku mencintaimu.

Selamat tinggal.

***

Yoongi berdiri di luar kamar jenazah. Hatinya ikut teriris menyaksikan Sohyun menangis meraung-raung mendekap sebuah tubuh tak bernyawa yang baru saja menyerahkan benda paling berharganya. Yoongi, mata lelaki itu berkaca-kaca. Selama ini, ia berpikiran buruk mengenai Park Jimin. Selama ini, ia mengira Jimin telah menyia-nyiakan Sohyun kekasihnya. Namun ternyata, apa yang dirinya dan orang lain pandang benar-benar tak sesuai realita.

Park Jimin, pria itu berkorban banyak. Ia memendam rasa sakitnya sendirian. Kehilangan keluarga, kehilangan ibu, dan wajar jika ia begitu posesif karena takut kehilangan Sohyun juga. Mungkin kematian memang jalan satu-satunya untuk memutus rantai rasa bersalah Jimin. Untuk memberikan kebahagiaan pada adiknya, lelaki itu berkenan untuk mendonorkan jantungnya pada Minhyuk.

Yoongi ingat betul, saat ikut membantu tim medis membawa Jimin ke UGD, pria itu sempat berkata, "Tolong jaga Sohyun untukku." Tapi pria berkulit pucat itu tidak pernah tahu kalau kalimat Jimin akan menjadi kenyataan. Sebelum sekarat, Jimin pernah meminta kepada Yoongi. Jika keadaannya memungkinkan, Jimin ingin mendonorkan jantungnya pada sahabat sekaligus pahlawannya, Lee Minhyuk. Jimin juga lah yang menyampaikan semua kebenaran mengenai dirinya dan Sohyun kepada Yoongi, dan meminta Yoongi untuk membantunya menulis surat perpisahan. Jimin selalu berharap kebahagiaan datang kepada adiknya, sekaligus gadis yang dicintainya. Tapi malang telah merenggut segalanya, takdir begitu kejam memisahkan mereka dengan dinding kematian.

Yoongi berhenti melamun dan ikut masuk ke dalam, menyusul Sohyun.

"Sohyun, ikhlaskan kepergian kakakmu. Kau juga harus menerima kebenaran ini," ujar Yoongi.

Sohyun merosot di atas kedua lututnya. Ia hampir pingsan kalau saja Yoongi tidak menyangga tubuhnya.

"Kenapa?? Kenapa baru sekarang??" keluh Sohyun dengan suara khasnya ketika menangis. "Kenapa baru sekarang dia mengatakan bahwa aku adiknya? Kenapa harus di saat aku telah jatuh cinta padanya??"

"Sohyun ... jangan menangis. Ini bukan salah kalian," ucap Yoongi dengan lembut.

"Oppa...." Sohyun merengek dan menjatuhkan diri di dada bidang Min Yoongi. Gadis itu pingsan, seketika Yoongi berteriak dan para perawat pun datang membawa tubuh Sohyun keluar dari kamar jenazah.

"Halo?"

Di tengah kekacauan, sebuah telepon masuk ke ponsel Yoongi. Dengan segera ia mengangkatnya karena nama Namjoon tertera di sana.

"Ada apa kau meneleponku? Apa kau tidak tahu aku sedang sibuk?"

"Yoon! Gawat! Polisi akan datang ke perusahaan kita, sepertinya mereka sudah tahu soal jaringan mafia yang belakangan meresahkan kota."

"Aku segera ke sana!"

Yoongi menutup telepon dan beranjak dari rumah sakit.

"Tuan? Anda mau pergi ke mana?" cegah Beomgyu yang baru tiba. Tanpa sengaja, mereka berpapasan di lobi.

"Beomgyu, aku minta kau temui Sohyun di kamar 107. Dia pingsan, detailnya nanti pasti aku ceritakan."

"Apa? Noona pingsan??"

"Ya. Sekarang, bisakah kau menghubungi Nona Sungkyung untuk segera menemani Sohyun?"

"Baik, Tuan. Terima kasih informasinya! Aku akan segera menyampaikan ini pada Noona!"

"Anak pintar. Aku ada urusan, aku percayakan semua padamu, oke?"

"Oke."

***

Yoongi melajukan mobilnya dengan kencang. Ia merasakan ada keanehan dengan mobilnya, juga sebuah mobil tak bernomor plat mengikutinya terus dari belakang.

Yoongi berada di sebuah tikungan di pinggir jurang. Saat itu ia tersadar, rem mobilnya blong. Yoongi kesulitan mengendalikan laju mobilnya yang terlalu kencang. Jalanan cukup sepi, tidak ada seorang pun yang memperhatikan kerusakan pada mobilnya yang membuat mobilnya berjalan terseok-seok.

"Gawat! Ini pasti ulah Zack! Dia tahu polisi mencariku dan takut kalau aku akan membocorkan organisasinya! Dia pasti ingin membunuhku!"

Tak lama kemudian, ponsel Yoongi berbunyi. Dengan susah payah, Yoongi menjawabnya.

"Halo?!"

"Yoon? Kau di mana?! Ini jebakan! Polisi tidak benar-benar datang ke perusahaan kita, sebaiknya kau jangan tinggalkan rumah sakit! Tetap di sana!"

"Terlambat, Namjoon! Orang-orang Zack telah merusak mobilku!"

"Apa?! Kau di mana? Aku akan mengirimkan bantuan!"

"Namjoon, tolong lindungi Sohyun untukku!"

"Apa?! Kau bicara omong kosong apa?! Jangan meracau tidak jelas!"

"Lindungi Sohyun untukku jika aku tidak kembali!"

"Yoon!! Yoongi?!"

Sambungan Namjoon dan Yoongi terputus. Bersamaan dengan itu, mobil Yoongi menghantam sisi pembatas jalan dan langsung terperosok masuk ke dalam jurang.

Mobil sedan yang tadinya mengikuti Yoongi di belakang tiba-tiba berhenti.

"Halo, Bos? Tugas saya selesai, apa sekarang kau akan membantuku mendapatkan saham perusahaan Genius?"

"Kerja bagus, Seo Kangjoon. Pastikan bahwa pria itu benar-benar mati, baru kau kembali ke markas."

"Siap laksanakan."

Seo Kangjoon, direktur sekaligus pemegang jabatan tertinggi di Hi-Tech terlihat turun dari mobil mengenakan kacamata hitamnya. Dengan merapikan jasnya, ia menyunggingkan senyum.

"Pemilik perusahaan Genius, alias rivalku, sudah mati terbakar di sebuah kecelakaan mobil. Sampaikan ini ke media, pasti akan menjadi berita yang heboh nantinya," titahnya pada seorang anak buah yang berada di sampingnya.

Kangjoon menyalakan rokoknya selagi menyaksikan mobil Yoongi ringsek dan meledak di bawah sana. Kobaran api mengepulkan asap hitam yang menyesakkan, ia menatap senang pantulan asap hitam yang melayang di depannya itu dari permukaan sungai yang ada di dasar jurang.

"Mati kau, Yoongi!"













Tbc.

Good bye, Jimin. Tugasmu di cerita ini telah usai, terima kasih telah membahagiakan Sohyun ku...

Kalian mau Yoongi tetap hidup apa enggak? Baca part selanjutnya yaa ^^

Karena lama nggak update, hari ini aku double up. Semoga kalian puas ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro