Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 19


"Bagaimana, Dok, kondisinya?"

"Pendarahan di kepalanya cukup parah, hal ini membuat pasien tidak sadarkan diri untuk beberapa hari ke depan. Sampai kondisinya stabil, saya harap pasien tidak diganggu dan dibiarkan beristirahat dengan tenang."

"Lalu, bagaimana kondisi fisiknya yang lain? Apa ada luka serius selain di kepala?"

"Pasien sepertinya disetu-"

"Jangan lanjutkan, Dok! Saya tidak mau dengar bagian itu, tolong langsung ke intinya saja!"

"Daripada kelelahan fisik, saya justru mengkhawatirkan kesehatan mental Nona Sohyun. Saat ini, Nona butuh dukungan penuh dari anggota keluarga dan orang-orang terdekatnya."

Yoongi jalan sempoyongan, kakinya seperti tak ada lagi tenaga untuk dibuat berjalan. Pada akhirnya, pria itu memilih duduk di ruang tunggu dan menyangga kepalanya dengan kedua tangan dengan posisi siku menekan lutut. Seharusnya dia tidak terlambat mengetahui rencana pembunuhan itu, mungkin Sohyun tidak akan sampai terluka.

Pagi itu, Yoongi datang ke rumah sakit. Ia mencari Sohyun, barang kali gadis itu ada di sana setelah sebelumnya berdebat kecil dengan Yoongi. Daripada mendapati Sohyun, Yoongi justru melihat pria itu lagi. Pria yang sangat ia kenal bengis dari unit pembunuh bayaran. Seperti mencium adanya keanehan, Yoongi bersembunyi dan berniat menguping pembicaraan yang dilakukan oleh pria itu. Sayangnya, Yoongi tidak dapat melihat jelas dengan siapa pria itu bicara.

"Kami sudah menculik dan menyekapnya di suatu tempat. Dia bersama pacarnya, karena pacarnya telah melihat wajah kami, terpaksa kami membawanya juga. Apa yang harus kami lakukan sekarang?"

"Bunuh saja dua-duanya."

Yoongi terkejut mendengar suara yang memberikan perintah itu. Ini tidak benar kan? Mungkin Yoongi salah dengar. Berulang kali ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia salah sangka. Tapi, kenyataannya justru berkebalikan dan Yoongi sama sekali tidak bisa membantah.

"Baiklah, saya akan segera melakukannya."

Tidak bisa dibiarkan, terpaksa aku butuh bantuan polisi. Pikir Yoongi saat itu juga.

Yoongi segera menghubungi polisi setelah melihat Joohyuk meninggalkan rumah sakit dengan mobilnya. Selama Yoongi mengenal pria itu, hanya ada satu tempat di mana Joohyuk selalu menyiksa korbannya sebelum dibunuh. Dan seingat Yoongi, lokasi itu tidak jauh dari markas kebesaran Zack. Di sudut terdalam, di tengah hutan. Sebuah bangunan tua tak berpenghuni yang baunya busuk dan lantainya begitu banyak bercak darah yang mengering. Daripada disebut tempat eksekusi, bagbgunan itu lebih mirip tempak penjagalan manusia.

Setelah menghabisi sasarannya, Joohyuk biasanya membuang mayat itu ke suatu tempat, sampai tidak bisa ditemukan. Biasanya mereka adalah orang-orang terbuang, yang dibenci dan tidak dikehendaki hidup. Korbannya kebanyakan adalah kolega yang suka menyusahkan atau menjadi pesaing pengusaha-pengusaha besar.

Tapi ... kenapa kali ini Sohyun yang ditargetkan?

Sesampainya di lokasi, Yoongi mengumpat dan menendang sisi mobilnya. Bangunan itu kosong. Ia ceroboh, tidak seharusnya Yoongi langsung berpikiran bahwa Sohyun di bawa ke bangunan tua itu mengingat pembunuhan Sohyun adalah kasus yang berbeda. Apa sebenarnya tujuan Joohyuk?

Dengan bantuan polisi juga, Yoongi melacak keberadaan Sohyun. Hingga, tibalah ia di sebuah gudang penyimpanan berdebu yang letaknya jauh di pinggiran kota. Yoongi yakin, Joohyuk menyekap Sohyun di sana bukan tanpa alasan. Pinggiran kota bukan tempat yang cukup sepi untuk melancarkan adegan pembunuhan. Di sana justru dekat dengan pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Kenapa harus di sana?

Saat tiba pun, Yoongi harus berhadapan dengan banyak penjaga. Polisi datang jauh lebih lambat daripada dirinya. Namun, beruntung, di tengah perkelahian yang sengit—antara satu lawan empat—seketika suara sirine terdengar dari kejauhan. Beberapa penjaga itu ada yang lari ketakutan sementara lainnya berhasil diringkus polisi. Yoongi berhasil menerobos pertahanan, diikuti oleh dua orang anggota kepolisian di belakangnya, Yoongi membuka pintu yang terbuat dari besi itu. Matanya melotot tajam melihat kejadian Sohyun sedang dilecehkan.

Suara tembakan di udara terdengar sangat keras. Menghentikan tingkah Joohyuk yang terus menggerayang penuh hasrat.

"Angkat tangan! Tempat ini sudah dikepung oleh polisi!"

Joohyuk terpaksa menghentikan aksi tidak senonohnya dan berangsur berdiri sambil mengenakan pakaiannya. Yoongi yang menyadari itu, segera berlari menuju Sohyun dan melepas jasnya untuk menutupi tubuh setengah telanjang wanita itu.

"Sohyun, aku datang!! Maafkan aku!!" Yoongi berucap dengan rasa getir, hatinya merasa bersalah karena telah terlambat menyelamatkan wanita itu.

Dan beberapa saat kemudian, ambulans datang membawa tubuh Sohyun yang lemah, juga Jimin yang penuh luka ke rumah sakit terdekat.

***

Wanita itu merintih kesakitan. Nyeri di kepalanya dan di sekujur tubuhnya membuat dia tidak bisa bergerak dengan leluasa. Selain membuka kelopak matanya, tidak ada hal lain yang dapat ia lakukan.

Ia melirik ke setiap sudut ruangan, berusaha mengingat apa yang sudah terjadi padanya. Namun, semakin dibuat untuk mengingat-ingat, kepalanya semakin sakit seperti ditusuk jarum. Ia pun hanya bergumam tidak jelas seakan sedang memanggil nama seseorang.

Tak lama kemudian, pintu ruangannya terbuka. Muncul dua wajah yang ia kenali. Seorang lelaki dan seorang perempuan. Mereka datang dengan raut sedih, mungkin prihatin melihat kondisinya yang tak berdaya seperti ini. Selang infus yang menancap di punggung tangannya, serta selang yang masuk melalui hidung dan berakhir di lambungnya. Ia pikir, sudah berapa lama ia berada di atas ranjang rumah sakit ini?

"Sohyun, kau sudah sadar?"

Ingin sekali gadis yang dipanggil Sohyun itu menjawab, tapi suaranya begitu lemah. Ia pun hanya dapat menanggapi dengan senyuman kecil yang tertarik di kedua sudut bibirnya.

"Kami sangat mencemaskanmu, maafkan aku, aku tidak bisa melindungimu dengan baik."

Sohyun melirik lelaki yang hanya berdiri tegang di belakang kakaknya itu. Sejak kapan pria itu ada di sana? Kenapa harus dia? Di mana Jimin?

"J-Jim...." Sohyun menyerah, dia bahkan tidak bisa menyebut nama Jimin dengan lancar.

"D-dia ... Jiminmu...."

Sungkyung mengalihkan pandangan ke arah pria yang masuk bersamanya. Dia Min Yoongi. Orang yang telah mengabari insiden buruk itu dan menyelesaikannya dengan baik melalui jalur hukum.

"Jimin dipindahkan ke rumah sakit tempat Minhyuk dirawat," ungkapnya.

Aku mau ke sana! Bawa aku ke sana!

Seandainya Sungkyung bisa mendengar suara hati Sohyun, pasti gadis itu merasa sedikit lebih tenang. Dia hanya mencemaskan keadaan Jimin, pria yang terluka parah karenanya. Oh, tidak! Gadis itu lagi-lagi merasa bersalah.

Hari demi hari terlewati. Sohyun yang awalnya tidak bisa apa-apa, sekarang paling tidak sudah bisa duduk dan makan seperti biasanya. Meskipun rasa masakan di rumah sakit tidak seenak masakan bibinya, Sohyun tetap menelannya. Ini semua demi kesembuhan. Jika gadis itu cepat pulih, maka lebih cepat juga ia bisa menemui Jimin.

Ngomong-ngomong soal bibi, di mana bibinya? Apa wanita itu sama sekali tidak mengkhawatirkan Sohyun setelah mendengar kabar penculikan dan percobaan pembunuhan itu?

Selesai makan disuapi oleh Sungkyung, Sohyun memberanikan bertanya. Sekaligus memastikan, apakah benar ibu angkatnya itu tidak lagi peduli padanya?

"Eonni, kau di sini, lalu siapa yang menjaga Oppa?"

"Beomgyu ada di sana. Jangan resah."

"Bibi?"

Sungkyung menatap Sohyun begitu lama. Ada pergolakan pikiran yang memaksanya untuk memilih antara menyampaikan kebenaran atau menyembunyikannya untuk sementara waktu sampai semua masalah mulai membaik?

"Eonni, aku bertanya padamu. Tolong jangan diam saja."

"Sohyun, kau jangan kaget ya, dan tolong jangan marah."

"Kenapa? Kenapa aku harus kaget dan marah? Eonni, bicaralah yang jelas padaku."

Perasaan Sohyun mulai tidak enak. Apa ini berhubungan dengan bibinya? Apa bibinya sungguh akan menelantarkannya hanya gara-gara ia tidak punya pekerjaan? Bisanya menyusahkan, bukannya membantu biaya perawatan Minhyuk, ia justru menambah biaya pengobatan untuk dirinya sendiri? Apa Bibi Lee sudah tidak sanggup lagi untuk menjadi ibu angkat Sohyun? Kabar apa?? Kabar apa yang akan membuatnya kaget dan marah kalau bukan itu?

"Sohyun, penculikan dan pembunuhan berencana itu sesungguhnya ...," kalimat Sungkyung terpotong. Wanita itu terlihat frustrasi, terbukti dengan gerakan kepalanya yang menunduk dan tangannya yang tidak berhenti menjambak rambutnya sendiri.

"Apa, Eonni? Lanjutkan!"

"Penculikan dan pembunuhan itu sesungguhnya ... Eomma yang merencanakan."

***

Sembilan tahun yang lalu, seorang ibu terlihat keluar dari ruangan dengan tampang letih. Ia sudah bertahan semaksimal mungkin dengan semua ujian hidupnya ini. Hingga di satu titik, dokter yang merawat putranya mengatakan bahwa nyawa putranya itu berada di ujung tanduk.

"Jika keadaannya tidak membaik, kita harus segera melakukan operasi. Jangan sampai pasien mengalami gagal jantung, atau itu akan merenggut nyawanya lebih cepat. Sebaiknya, segera kita harus temukan pendonor."

Operasi? Penyakit jantung? Kenapa putranya harus berhadapan dengan itu semua? Ia tidak masalah jika harus kehilangan semua uangnya, tapi ... tidak dengan putranya! Wanita itu menjanda cukup lama setelah ditinggal sang suami. Suaminya meninggal dengan penyakit yang sama, dan sekarang anaknya pun juga?

Tentu. Ibu mana yang menginginkan anaknya mati dengan penuh penderitaan? Begitu pula Lee Junghyun. Wanita empat puluh tahun itu mencintai anak-anaknya. Ia akan mengerahkan seluruh tenaganya hanya demi melihat ketiga anaknya bahagia.

Seperti yang dikatakan sang dokter, menemukan donor jantung memang tidak mudah. Dengan bantuan putri sulungnya, Junghyun memasang iklan dan poster di internet. Bagi siapapun yang bisa membantu putranya, ia akan memberikan imbalan yang setimpal. Tetapi, bukannya bantuan, wanita itu malah kena penipuan yang justru membuatnya rugi jutaan won.

Akibat kelalaiannya, Junghyun terpaksa menjual rumah peninggalan suaminya dan memilih tinggal di apartemen sederhana—yang kecil dan kumuh—bersama kedua anaknya. Putranya, Lee Minhyuk, pada akhirnya hanya berbaring berbulan-bulan di rumah sakit.

Menjelang tahun baru, tak sengaja Junghyun bertemu teman lamanya. Mereka mengobrol banyak hal, terutama Junghyun yang banyak mengisahkan tentang kemalangan nasibnya. Saat itu pula, Junghyun bertemu dengan gadis remaja berusia hampir tujuh belas tahun. Gadis yang cantik dengan dua mata besarnya, serta tulang pipi yang terlihat menonjol saat gadis itu tersenyum, membuatnya semakin manis.

"Namanya Kim Sohyun, 12 tahun lalu seorang lelaki menitipkannya di sini karena mengaku tidak bisa membiayai hidupnya."

Junghyun terenyuh mendengar kisah masa lalu gadis itu. Banyak anak yang mendapatkan kasih sayang orang tua di dunia ini, namun gadis itu malah kehilangan satu-satunya keluarga baginya. Lagi-lagi masalah uang dan perekonomian.

"Apa tidak ada yang mau mengadopsinya? Dia gadis yang cantik," tanya Junghyun saat itu.

"Tidak, bukannya tidak ada. Justru banyak orang tua yang ingin menjadikannya tuan putri mereka, tapi Sohyun menolak."

"Kenapa?"

"Karena menurutnya, belum ada yang bisa membuatnya merasakan seperti apa kehangatan keluarga. Sohyun gadis pintar, dia tahu mana keluarga yang benar-benar membutuhkan anak dan mana keluarga yang ingin mengadopsinya hanya untuk kepentingan pribadi seperti perjodohan bisnis, atau menutupi ketidakmampuan sebuah keluarga dalam memiliki anak, namun setelah berhasil diadopsi anak itu justru disiksa habis-habisan. Sohyun mengamati banyak hal di sini. Aku juga tidak bisa memaksanya untuk segera pergi, meskipun usianya sudah dewasa dan sebentar lagi aku dan panti asuhan ini menyerahkan seluruh tanggung jawab hidupnya untuk gadis itu sendiri."

Mendengar penjelasan sahabatnya, Junghyun semakin kasihan dengan Sohyun. Maka, ketika ada waktu, Junghyun selalu mengajak gadis itu pergi bersamanya ke rumah sakit untuk menjenguk putranya yang masih dirawat intensif. Suatu hari Sohyun bertanya, "Bi, Oppa itu sakit apa?"

"Sakit parah. Yang jelas, sangat sulit disembuhkan."

"Andai Sohyun bisa membantu," ucap gadis itu dengan tulus.

Lama-kelamaan, Sohyun merasa akrab dengan keluarga kecil Junghyun. Ia sering berkunjung ke rumah sakit untuk menemani Minhyuk, atau bermain dengan Beomgyu si bungsu. Sohyun merasa damai. Bersama keluarga Junghyun, ia mengerti apa itu sebuah keluarga. Saling mengasihi, melindungi satu sama lain, dan pengorbanan, tiga pelajaran itu ia dapatkan dari mereka.

Sampai di suatu hari, Junghyun menanyakan, "Sohyun, kalau putraku mengatakan ingin memiliki adik perempuan, apakah kau bersedia menjadi adiknya?"

Tanpa pikir panjang, merasa bahwa dirinya telah mengenal dekat keluarga Lee Junghyun, Sohyun pun menjawab dengan pasti, "Tentu saja, Bi. Aku bersedia karena kalian adalah sebuah keluarga yang ideal. Aku ingin merasakan menjadi bagian dari kalian, mendapat cinta dan dicintai."

Dan saat itu juga, Sohyun mendapat pertanyaan yang aneh.

"Sohyun, apa golongan darahmu?"

"B negatif. Kenapa, Bi?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja ... golongan darahmu sama dengan putraku. Jadi, apa kau bersedia aku adopsi?"

"Jika Bibi memintanya, maka ... aku tidak akan menolak kali ini."

Seiring berjalannya waktu, dan tahun telah berganti memasuki musim semi, Minhyuk dinyatakan pulih dan sehat. Setelah dirawat berbulan-bulan hingga menguras biaya, pria berusia 22 tahun itu dapat terbebas dari rumah sakit. Meskipun banyak obat yang harus dia konsumsi, dia tak mengeluh. Karena, apa yang dia dapat hari itu adalah seorang adik perempuan yang selalu menemaninya mengobrol selama di rumah sakit. Ya, Kim Sohyun resmi menjadi anggota keluarga Lee di awal musim semi. Junghyun baru menyelesaikan seluruh berkas-berkas pengadopsian Sohyun dan telah mengurus akta kelahiran gadis itu.

Sohyun yang malang tidak tahu, bahwa ada maksud tersembunyi ketika Junghyun mengambilnya sebagai anak angkat. Sohyun ada untuk menjamin keberlangsungan hidup Minhyuk. Dan, sama sekali tidak ada yang mengetahuinya melainkan dirinya sendiri, Lee Junghyun.

***


"Tidak mungkin! Eonni jangan berbohong! Bibi tidak mungkin melakukan hal sekejam itu! Kasih sayangnya tulus.... Aku bisa merasakannya sampai ke hatiku."

Sohyun berucap menahan perih di dadanya. Apakah masuk akal? Seorang ibu mengorbankan anaknya yang lain untuk menyelamatkan anaknya yang satu lagi? Walaupun tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi. Rasanya akan sangat mungkin jika yang berkorban itu adalah anak angkat alias bukan anak kandung, dan yang diselamatkan adalah seorang anak kandung yang lahir dari rahim ibunya sendiri. Perasaan tega sudah pasti ada. Anak angkat hanyalah orang asing yang menumpang hidup, bukankah begitu? Tetapi Sohyun menyangkalnya. Ia tidak begitu yakin kalau Bibi Lee adalah pelaku di balik insiden buruk yang menimpanya.

"Sohyun, bukan kau saja yang tidak percaya. Aku juga ...," timpal Sungkyung. Tampaknya gadis itu juga terlukai oleh tindakan kejam ibunya sendiri. "Meskipun dia ibu yang telah melahirkanku, aku tidak bisa menolak bukti-bukti dari kepolisian yang menyatakan bahwa Eomma bersalah."

"Kenapa? Kenapa harus Bibi orangnya?"

Sakit. Sohyun sakit hati mendengar wanita yang dulu menawarkan diri menjadi ibunya, ternyata adalah orang yang sama—yang menginginkan kematiannya.

"Jika Bibi Lee memintaku untuk memberikan jantungku pada Oppa, pasti akan kuberikan. Aku tidak akan menolaknya karena aku tahu, ini adalah bentuk pengorbanan yang bisa kurelakan untuk keluarga kita. Aku mau mati demi kalian, demi kebahagiaan kalian, tapi kenapa harus dengan cara begini?"

Sohyun, tidak ada pisau setajam apapun yang bisa melukai perasaan gadis itu. Tapi kasih sayang ibu angkatnya sendirilah yang bisa berubah menjadi senjata makan tuan. Kebahagiaan yang selama ini ia dapatkan telah fana. Hanya karena satu fakta menyakitkan ini, hidupnya terasa menderita. Tahu akan begini, sebaiknya Sohyun hidup sendiri saja dari dulu. Ia tidak butuh yang namanya keluarga jika yang ia rasakan hanyalah luka penghianatan. Hidupnya terasa penuh tipuan. Tidak ada orang yang benar-benar mencintainya tanpa ada timbal balik. Lagi-lagi, seorang anak panti diadopsi hanya demi kepentingan pribadi. Sohyun belum menemui kasus ini sebelumnya, dan sepertinya, ia lah gadis pertama yang menjadi korban.

"Sohyun, maafkan kami, maafkan aku dan juga Eomma," pinta Sungkyung. "Aku juga sakit hati, tapi bagaimana pun juga, wanita itu yang merawat kita. Tolong ampuni kesalahannya ini, aku mohon padamu."

Sungkyung mewakili ibunya, meminta maaf dan menyentuh kaki Sohyun. Sementara, gadis itu termenung, membayangkan wajah ramah wanita yang seharusnya ia panggil 'Eomma' itu saat menjemputnya pertama kali di panti asuhan.

Sentuhan hangat Bibi Lee yang mengelus rambutnya, genggaman tangannya yang terkesan protektif, kelembutan suaranya ... jadi selama ini Sohyun terlena? Gadis pintar itu sampai tidak tahu maksud tersembunyi Bibi Lee yang ingin memanfaatkannya. Haruskah Sohyun menyesal telah masuk ke dalam keluarga Lee? Tapi kenapa? Kenapa meskipun rasa sakitnya berlapis-lapis, Sohyun tetap tidak mau meninggalkan keluarga Lee yang telah menipunya itu?

"Eonni tidak perlu meminta maaf! Bukan Eonni yang salah, tapi wanita itu," tegas Sohyun.

"Sohyun, kau tidak membencinya kan? Apa kau memaafkannya?"

"Memaafkan orang yang sudah membuatku hancur, apa menurut Eonni itu mudah?" sanggah Sohyun. "Aku kehilangan harga diriku, hampir kehilangan nyawa orang yang aku cintai. Selama ini aku dibohongi dengan kasih sayang palsu, menurut Eonni, apa ini bisa dimaafkan?" tanya Sohyun meyakinkan. "Tidak semudah itu Eonni. Meskipun aku telah memaafkan Bibi, rasa sakit yang ditinggalkannya tetap akan membekas. Dan ... aku belum sanggup memberi naafku untuk sekarang."

Sohyun menahan gejolak yang ada di dakam dadanya. Ia ingin menangis histeris, tapi di hadapan Sungkyung, itu akan terlihat memalukan. Sohyun bukan gadis lemah, dia kuat. Dia tahan banting, hanya karena kasus ini, ia tidak boleh terpuruk. Sohyun mencoba untuk tetap tegar.

Ketika dua orang itu sedang saling bersedih di dalam ruangan, tiba-tiba seseorang masuk tanpa permisi dan menyela pembicaraan.

"Mister! Tidak bisakah Anda mengetuk pintu terlebih dahulu?" sergah Sohyun.

"Maaf! Tapi ini darurat!"

"Ada apa, Tuan Yoon?"

"Minhyuk, adikmu ... dia dalam kondisi kritis sekarang!"












Tbc

Wah, aku diam-diam baca komen kalian lo. Dan nggak nyangka ada yang bisa nebak alurnya👍







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro