Bab 12
Hari itu Sohyun kelihatan aneh. Ia menatap wajahnya di cermin terlalu lama. Mukanya memerah dan terlihat lingkar hitam di sekitar matanya—efek kurang tidur. Apa mungkin semua itu karena ciuman impulsifnya ke Jimin semalam? Hah, pusing! Sohyun terlalu sibuk memikirkan bagaimana pendapat Jimin soal ciumannya. Dan, disaksikan oleh banyak orang itu sangatlah memalukan. Belum lagi soal Yoongi yang ternyata mengantarnya pulang ke apartemen setelah pesta berlangsung, parahnya Sohyun dalam keadaan mabuk. Ibunya mempertanyakan siapa itu Yoongi, dan sempat tidak percaya setelah mengatakan kalau Yoongi merupakan atasannya di kantor.
Sohyun rasanya tak punya muka untuk berangkat bekerja pagi ini. Pasti orang-orang akan membicarakannya.
Namun, apa boleh buat. Ia masih mau bekerja di Genius. Hanya gara-gara dua masalah, membolos pun bukan solusi yang tepat. Ia harus menghadapinya, ya, harus! Sohyun pasti bisa bersikap normal seolah tak terjadi apa-apa. Kalau rekannya bertanya soal Jimin, ya ... tinggal jawab saja, "Dia kekasihku, tidak salah kan kalau kami berciuman?"
"Yeobo! Kau tidak segera berangkat nih?"
"Astaga, Oppa! Jangan muncul seperti hantu! Sejak kapan ada di sana?"
"Sejak Jimin terus meneleponku agar kau keluar apartemen. Dia menunggumu."
"Hah, apa?"
***
Sohyun mengelap keringat imajinernya, mengusap pelipisnya kasar. Jantungnya tidak mau tenang, padahal ia harus menghadapi lelaki yang berada di dalam mobil sedan putih memukau itu. Sohyun, langkahkan kakimu, kenapa kau malah diam di sana?
Hingga sang pemilik mobil pun turun dan menjemputnya. Barulah Sohyun sadar, sudah hampir sepuluh menit ia hanya berdiri dan menatap kosong di depan lobi apartemennya sendiri. Ia menelan ludah saat Jimin telah berdiri tegak tepat di hadapannya.
Sama halnya dengan Jimin. Pria itu bertingkah aneh. Seperti orang tidak punya percaya diri, seperti murid hendak menghadapi soal ujian. Jimin hari itu tak seperti Jimin di hari-hari sebelumnya, yang begitu dingin dan tidak pedulian. Jimin terus-terusan menggaruk tengkuknya dan memainkan bola matanya, menatap ke segala arah—seakan menghindari tatapan Sohyun. Yah, walaupun gadis itu juga cuma pura-pura memperhatikan Jimin untuk memendam malu.
"Mau ... berangkat bersama?" tawar Jimin.
"Ya?"
Sohyun kali ini lebih serius. Ia menangkap wajah Jimin yang entah mengapa hari itu terlihat lebih manis dari biasanya, seperti gula kapas berwarna merah muda yang sering di jual di pasar malam. Sohyun tersenyum lebar, hampir mempertontonkan semua giginya. Pipinya semakin memerah meskipun ia telah menyapukan blush on di kedua sisinya. Spontan, gadis itu mengusap kedua daging chubby itu sebagai bentuk pelampiasan rasa gemasnya terhadap Jimin.
"Baiklah, kalau Oppa nggak keberatan," jawab Sohyun akhirnya. Tanpa ragu lagi, Sohyun melingkarkan tangannya pada lengan kanan Jimin. Menarik pria itu menuju ke mobilnya yang hanya berjarak sepuluh langkah.
Di mobil, Jimin sengaja menyetel radio. Suasana sepi dapat memperkeruh keadaan canggung antara dirinya dan Sohyun. Makanya Jimin mengambil langkah itu segera setelah dirinya duduk di kursi kemudi.
Suasana pagi di Ilsan begitu sejuk. Tidak sedingin biasanya, es juga sudah mulai mencair. Sepertinya, musim semi yang hangat akan segera menyapa. Sohyun membuka kaca jendela mobil, membiarkan embusan angin menerpa wajahnya yang panas.
Jimin diam-diam melirik. Mencoba mencari topik pembicaraan, sayangnya seluruh kemampuan berbicaranya enyah entah ke mana. Tapi ... bukankah selama ini Jimin juga tak terlalu banyak bicara pada Sohyun? Jelas sekali, niat ingin mendengar suara Sohyun itu tiba-tiba melintas kuat di kepalanya, hingga berkembang menjadi sebuah obsesi lemah. Jimin berusaha menyingkirkan obsesi itu, namun sepertinya akan sangat sulit sejak Sohyun berani menciumnya kemarin malam.
"Sohyun?"
"Iya?"
Sohyun memalingkan wajah sepenuhnya ke arah Jimin. Gadis itu senang, tentu saja. Jimin terlihat sangat sopan dan lembut padanya.
Ketika Jimin hendak membuka mulutnya, perhatian Sohyun justru tertuju pada alunan suara yang bergema dari radio. Bukan musik, melainkan sebuah berita. Ya, Jimin lupa mengganti stasiun radio yang memperdengarkan lagu-lagu lokal. Alih-alih menimbulkan suasana romantis, suasan di antara keduanya malah terkesan formal.
"Pagi para pendengar setia Zona Berita. Hari ini sebuah berita menghebohkan datang dari perusahaan infrastruktur terkemuka, Yoosan Group. Telah terjadi sebuah perampokan besar-besaran di gedung perkantoran Yoosan pada hari Sabtu malam sekitar pukul 01.00 dini hari. Kerugian finansial diperkirakan mencapai 290 juta won. Akibatnya, beberapa karyawan tetap Yoosan Group terancam diberhentikan untuk mengatasi keuangan yang anjlok karena musibah tersebut.
Direktur utama Yoosan Group, Kim Daewoo, mengatakan bahwa perusahaannya selalu memperketat keamanan. Maka, berdasarkan pernyataan tersebut, kepala kepolisian Seoul menyatakan bahwa pelaku di balik perampokan ini bukan sembarang orang. Kemungkinan besar adalah sekelompok orang intelek yang punya pengetahuan lebih mengenai ilmu IT.
Selain itu, kepala kepolisian Seoul juga mengimbau pada perusahaan besar lainnya untuk berhati-hati. Sebab, kasus serupa rupanya juga terjadi sekitar seminggu yang lalu dan menimpa Spectra Engineering yang berada di pusat Kota Daejeon.
Sekian Zona Berita hari ini, semoga hari Anda menyenangkan dan jangan lupa tetap waspada."
"Sohyun?" panggil Jimin.
Saking fokusnya mendengarkan berita, Sohyun jadi tidak tahu kalau Jimin memanggilnya berkali-kali. Perasaannya khawatir sekarang. Bukankah Genius Inc. adalah perusahaan teknologi terbesar di Korea Selatan? Kalau begitu, sangat memungkinkan kan bila terjadi perampokan di sana suatu hari nanti? Sohyun mengingatkan dirinya agar ia menyampaikan informasi penting ini kepada Yoongi saat di kantor. Mereka harus lebih waspada lagi.
"Sohyun, kita sudah sampai. Apa yang kau pikirkan sedari tadi?"
"Eh, nggak ada, Oppa. Nggak ada, kok. Bukan hal penting juga," respons Sohyun gelagapan. Gadis itu pun buru-buru keluar mobil ketika gedung Genius yang luar biasa megah terpampang di lensa matanya.
"Hei! Tunggu," cegah Jimin. Sohyun pun berbalik, memastikan apakah ada barangnya yang ketinggalan hingga Jimin mencegahnya masuk?
"Iya, Oppa? Apa ada barangku yang tertinggal?"
Jimin berjalan mendekati Sohyun, "Semoga harimu menyenangkan," ucapnya selagi kedua lengannya yang kokoh merengkuh tubuh Sohyun dan membawa gadis itu ke pelukan Jimin yang nyaman. Sohyun hampir dibuat tak percaya!
Jimin melepas pelukannya. Kelihatannya, pria itu juga tampak malu-malu. Oh, baiklah. Apa mungkin Jimin baru pertama kali memeluk wanita? Sohyun rasa tidak. Sudah tak terhitung berapa kali Jimin harus menyapa klien dengan sebuah pelukan selama ia bekerja di Hi-Tech. Mengherankan saja mengetahui Jimin tiba-tiba berubah lugu.
"Nanti ... kujemput, ya?"
Sohyun yang masih hilang akal, menganggukkan kepalanya tanpa sadar. Jadi, begini rasanya dipeluk Jimin? Sebuah kehangatan yang selalu ia dambakan.
"Baiklah, aku pergi dulu," pamit Jimin. Tangannya yang berjari mungil itu mengusap lembut puncak kepala Sohyun, membuat Sohyun semakin terkesima.
Perlahan, mobil Jimin mulai menjauhi gedung Genius. Sohyun yang menahan hasratnya untuk tidak berteriak pun akhirnya dapat melampiaskan teriakannya. Ia sangat senang! Saking senangnya, Sohyun melompat-lompat kegirangan. Lupa kalau dirinya memakai high heels meskipun tidak terlalu tinggi. Akibatnya, ia keseleo dan nyaris menubrukkan tubuhnya di atas tanah.
"Hati-hati, bagaimana kalau sampai kau terluka? Apa aku juga yang harus memberimu kompensasi? Padahal ini kan salahmu sendiri," ujar seseorang yang telah menolong Sohyun. Tubuh gadis itu ditopang olehnya, alhasil, Sohyun tak jadi jatuh tersungkur di depan gedung tempat bekerjanya hanya karena sebuah alasan konyol—salah tingkah.
"Mi–Mister?"
"Ya, itu aku. Apa wajahku yang menawan ini masih terlihat buram di matamu? Sepertinya kau harus periksa ke dokter mata."
Sohyun mendengkus mendengar perkataan Yoongi. Kemudian, ia meringis. Merasakan ngilu pada kaki kanannya ketika digerakkan.
"Kau kenapa masih di sana? Cepat masuk. Seharusnya, sekretaris yang datangnya lebih awal daripada bosnya," sindir Yoongi.
Meninggalkan Sohyun di belakang, Yoongi melanjutkan langkah memasuki lantai dasar Genius. Setidaknya, perhatikan bawahanmu yang kakinya terkilir itu, Yoon. Sohyun menderita karena tidak bisa menggunakan kakinya untuk berjalan. Dan, lebih parahnya lagi, hak di sepatunya patah karena lompatannya yang tidak jelas tadi. Sohyun mendesah, lalu ... tiba-tiba tubuhnya terangkat.
"Oh, astaga!" pekiknya. "Mister?! Apa yang Anda lakukan?"
Ternyata Yoongi berbalik dan menggendong tubuh kecil Sohyun masuk ke dalam gedung. Gadis itu mengumpat di dalam hati. Yoongi sama sekali tidak menggubris permintaannya untuk diturunkan. Mereka sudah seperti pengantin baru yang baru menyelesaikan ritual di pelaminan.
Penghuni gedung Genius mulai heboh. Pagi-pagi sudah disuguhkan pemandangan Mister mereka yang menggendong tubuh seorang wanita—yang tidak lain adalah sekretaris barunya yang terkenal akibat kejadian ciuman semalam.
"Mister, tolong turunkan saya. Saya bisa jalan sendiri," pinta Sohyun dengan berbisik.
"Aku kan sudah bilang, tidak seharusnya sekretaris itu datang lebih lambat dari bosnya. Makanya, lebih baik, kita masuk bersama-sama biar kau tidak dianggap lalai oleh yang lain."
"Tapi ... tapi tindakan Mister ini malah membuat saya semakin malu, lihat, kita jadi pusat perhatian."
"Hah, siapa peduli? Ini kantorku." Yoongi tersenyum miring.
***
"Apa hari ini saya ada jadwal?" tanya Yoongi yang duduk menatap laptop dari meja kerjanya. Sohyun duduk di sofa ruangan Yoongi sejak diturunkan dari gendongan tadi.
"Eum, untuk hari ini tidak ada, Mister. Namun, seorang klien dari Busan memindahkan jadwal pertemuan yang seharusnya besok lusa menjadi besok pagi. Apakah Mister menerima pemindahan jadwal ini?"
"Besok pagi, ya ... baiklah, tidak masalah. Kalau begitu, tolong panggilkan Hani ke sini. Sekalian, saya minta kamu mengurus urusan saya selama saya berangkat ke Busan bersama Hani nanti sore."
"Siap, Mister."
"Kau bisa jalan?"
Sohyun keluar dan baru akan menutup ruangan Yoongi. Jalannya masih tertatih-tatih. Namun, dengan percaya diri Sohyun memanggutkan kepala dan menghilang dari balik pintu. Tentu saja karena ia tidak ingin bosnya menggendongnya untuk yang kedua kali nanti.
***
"Sohyun, kau baik-baik saja? Kudengar kakimu terkilir tadi pagi," sapa Hani ketika Sohyun sampai di ruangannya. Tepatnya, ruangan mereka berdua karena mereka sama-sama sekretaris Yoongi.
"Nggak papa, Eonni. Oh, iya. Mister memanggilmu ke ruangannya, ada hal penting yang mau dibicarakan terkait urusan bisnis."
"Oh, begitu. Oke, aku akan ke sana. Dan ... sebentar, di mana ya aku menaruhnya?"
Hani kelihatan bingung sendiri mengobrak-abrik area sekitar mejanya. Wanita itu berjongkok dan merogoh sesuatu dari bawah meja. Hingga, setelah apa yang ia cari ketemu, wanita itu bersorak dan memanggil Sohyun dengan gembira. "Sohyun, kemarilah!"
"Iya?"
"Ini, kau bisa pakai. Masih baru kok, jangan khawatir. Sepertinya ukuran kaki kita sama."
Sohyun memperhatikan kedua tangan Hani yang mengangkat sepasang sepatu. Sepatu yang indah, warna peraknya membuat kedua mata Sohyun silau. Lalu Sohyun tersadar. Setelah gaun, sekarang sepatu mahal? Maksudnya, apakah Hani sedang banyak uang sampai ia tega membagi-bagikan barang berharganya? Berapa gaji yang Hani butuhkan untuk membeli itu semua?
"Enggak, Eonni! Aku nggak mau menerimanya," cegah Sohyun.
"Loh, kenapa? Lagian sepatuku sudah banyak, aku tidak membutuhkannya. Apa kau akan memakai sepatu yang kedua heels-nya patah begitu? Come on, ini Genius Inc. Kalau orang luar melihatmu seperti ini, hancurlah reputasi perusahaan kami."
Benar juga kata Eonni. Apa sebaiknya aku terima?
"Iya, iya. Aku akan menerimanya, tapi Eonni harus mengizinkanku mengganti harganya. Aku tidak mau memperoleh barang secara cuma-cuma padahal aku kan juga punya penghasilan."
"Nggak usah. Nggak usah ganti uangnya. Lagian, sepatu itu kudapatkan gratis dari seseorang. Mengerti?"
"G-gratis? Tapi–" kaget Sohyun. Gratis? Semahal itu gratis? Ah, yang benar saja! Apa mungkin dari kekasih Hani? Apa begini gaya berpacaran orang kaya? Rela memberikan apapun secara cuma-cuma? Ini baru yang namanya nggak perhitungan sama pacar! Tapi ... Sohyun masih tidak percaya. Andaikan Jimin memberikannya barang, apapun, berapapun harganya, Sohyun pasti akan senang.
"Eonni? Loh, udah pergi, ya?"
Sohyun mengangkat bahunya dan memilih untuk kembali ke meja dan menyelesaikan pekerjaannya.
Sayang sekali, padahal sepatunya pasti akan jauh lebih indah bila dipakai di kakinya Eonni. Sohyun membatin selagi memasangkan sepatu perak itu ke telapak kakinya. Benar-benar pas.
***
Sohyun berdiri di sebelah mobil yang ditunggangi Yoongi. Kali ini, pria itu tidak menyetir. Ia membawa seorang sopir karena ia tahu, perjalanan jauh itu sangat melelahkan. Apalagi, Yoongi berangkat ke Busan untuk bekerja, bukan bersenang-senang.
"Sohyun, selagi aku pergi, kau yang bertanggungjawab atas ruanganku, ya. Jika kau butuh apa-apa, kau bisa menghubungi Namjoon. Dia orang kepercayaanku."
"Tentu, Mister. Anda bisa berangkat dengan tenang karena saya akan menjaga kantor dengan baik."
"Ngomong-ngomong ... kau ... pantas memakai sepatu itu," puji Yoongi. Kedua netranya melirik ke sepatu keperakan yang begitu mencolok saat Sohyun kenakan.
"Oh, ini ... Bu Hani yang memberikannya. Tapi saya sudah janji mau mengganti uangnya."
"Kau tidak perlu menggantinya. Lagian, dia mendapatkan itu secara gratis dari seseorang."
Sohyun tersentak. Kenapa ucapan Yoongi mirip sekali seperti yang dikatakan Hani tadi? Seolah-olah Yoongi mengetahui asal-usul sepatu perak tersebut.
"Kalian membicarakan apa? Serius sangat," sela Hani saat tiba di depan gedung. Benar, Yoongi menunggu wanita itu, ia sangat membutuhkan dokumen penting yang Hani bawa. Dan selama menunggu Hani keluar gedung, Yoongi menyempatkan mengobrol dengan Sohyun. Entahlah, sepertinya sepatu perak itu telah mencuri perhatiannya.
Kemarin gaun, dan sekarang sepatu itu. Ternyata aku salah. Selama ini aku berpikir hanya Hani yang cocok memakai apapun yang kubelikan. Rupanya ... tidak juga. Dua kali aku kalah telak dari gadis ini.
"Mister? Apa ada lagi yang Anda butuhkan?"
Lamunan Yoongi buyar saat Hani mengajaknya bicara.
"Tidak. Tidak ada, semua sudah lengkap. Kita bisa berangkat sekarang," kata Yoongi. "Sohyun?"
"Ya, Mister?"
"Tolong kau simpan ini baik-baik."
Yoongi menyerahkan sebuah kunci kepada Sohyun. Sohyun penasaran, kunci apakah itu?
"Itu kunci sangat penting. Kau harus menjaganya baik-baik. Kunci itu adalah nyawa dari perusahaan ini. Kalau sampai hilang, mungkin aku bisa memecatmu."
Sohyun menelan salivanya dan hampir tersedak. Sepenting itu? Wah, bahaya juga. Berarti, masa depan Sohyun sedang dipertaruhkan di sini.
"Ya sudah, kami berangkat dulu. Kami akan sampai kantor besok di jam makan siang. Usahakan tidak ada kabar buruk yang harus kudengar."
"B-baik, Mister."
Selepas kepergian bosnya, Sohyun kembali ke lantai atas ruangannya. Ia harus mengambil tas, dan memastikan semua dalam keadaan aman. Terutama, ruangan bosnya.
Sampai di tujuan, tak disangka, Sohyun bertemu dengan pria itu lagi. Pria yang menyapanya di hari pertama bekerja. Yang ia temui di cafetaria. Siapa namanya? Sohyun lupa.
"Hai!"
"Eng....," gumam Sohyun.
"Kau memang pelupa, ya? Aku Jeon Jungkook, astaga!"
"Ah, iya. Itu namamu, ya? Maafkan aku. Aku tidak mudah mengingat nama orang lain."
"Tidak masalah, kuharap sehabis ini kau selalu mengingatku," katanya dengan senyum seperti kelinci.
"Eh, ngomong-ngomong, kenapa barusan kau keluar dari ruangan Mister?"
Jungkook sedikit tercengang. Kemudian, ia menjawab spontan. "Oh ... itu. Tadi, kukira kakakku masih ada di dalam."
"Kakak? Mister Yoon?"
"Eh, bukan! Bukan Mister Yoon. Tapi, Hani adalah kakak sepupuku. Maaf, aku belum memberitahumu soal ini."
Jadi, Kim Hani adalah sepupu dari Jeon Jungkook? Dan Sohyun baru tahu informasi ini setelah berminggu-minggu bekerja di sana. Ah, memalukan. Padahal, Hani sudah dianggapnya seperti kakak sendiri. Tapi, pengetahuan Sohyun tentang keluarga Hani masih sangat minim.
"Kau tidak pulang?"
"Pulang, kok. Sebentar lagi. Aku harus beres-beres ruangan Mister."
"Mau kubantu?"
"Eh, nggak ngerepotin?"
"Santai. Aku bakal bantu apapun buat teman baruku."
Keduanya pun tertawa. Di tengah beres-beres ruangan, sesekali Jungkook bercanda dan membuat Sohyun terhibur. Hingga, Jimin pun mengirim pesan agar Sohyun segera turun. Kekasihnya telah menjemputnya untuk pulang bersama.
***
Pagi itu, perusahaan Genius terlihat heboh dan ramai orang. Sohyun yang baru saja tiba bersama Jimin, merasa bertanya-tanya. Apa gerangan yang telah terjadi?
Jantung Sohyun berdebar tidak karuan saat ia melihat ada beberapa mobil polisi. Juga para jurnalis dan kilatan kameranya. Beberapa reporter tampak memegang mic, seperti sedang melaporkan kejadian kriminal dari tempat kejadian perkara.
Tunggu! Kriminal? Apa ini ada hubungannya dengan kabar berita dari radio kemarin?
Menyadari ada yang tidak beres, Sohyun segera berlari, menembus kerumunan massa dan mendapati Yoongi dan Hani telah berdiri di lobi. Yoongi tampak sedang diwawancara. Wajah pria itu terlihat letih, juga ada gurat kecemasan. Sohyun memegang dada kirinya yang semakin tidak tenang.
"Saya pergi ke Busan kemarin sore untuk urusan pekerjaan. Lalu, mendapat kabar dari pihak kepolisian tadi pagi bahwa perusahaan saya dibobol perampok. Semua uang dan emas yang ada di brankas kantor lenyap. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana."
"Bukankah perusahaan Anda adalah perusahaan teknologi? Seharusnya, keamanannya juga jauh lebih canggih dan lebih terjamin."
"Semua hal bisa saja terjadi. Tidak peduli, secanggih apa keamanan yang saya berikan, jika memang ada keteledoran, maka kecelakaan seperti ini tidak dapat terhindari."
"Jadi, menurut Anda ada seseorang yang menjadi penyebab di balik kejadian ini? Sebuah keteledoran dari siapa, Tuan Yoongi?"
Yoongi menghindari kamera. Tangannya menutup lensa kamera itu dan ia bergegas pergi dari sana. Namjoon ikut membantu menghambat gerak para wartawan dan jurnalis yang gencar mengerubungi Yoongi. Sementara, Hani mengekori Yoongi menuju ke lift.
Oh, tidak. Apa yang telah terjadi? Sohyun pun memberanikan diri menghampiri Namjoon yang baru saja selesai mengurus pengamanan Yoongi. Sohyun menghadapi rasa takutnya.
"Permisi, Pak Namjoon. Saya lihat, Mister sudah berada di kantor. Padahal, seharusnya kan beliau sampai di Ilsan di jam makan siang. Apa sesuatu telah terjadi?"
"Huh, Sohyun. Maaf mengatakan ini, tapi sepertinya ... bukan Yoongi atau perusahaan ini yang harus kau cemaskan. Melainkan dirimu sendiri. Kau dalam masalah besar," peringat Namjoon yang membuat Sohyun semakin bergidik ngeri.
Oh, apa gara-gara Sohyun ceroboh meninggalkan kunci itu di ruangan Yoongi saat beres-beres kemarin, semua ini bisa terjadi?
Sohyun berubah pucat. Benar, orang yang dianggap teledor itu adalah dirinya. Tidak salah lagi.
Tbc.
Maaf, zheyenk. Sebenarnya kemarin udah mau up, tapi ketiduran. Ngantuk bangett~
Tapi, aku udah up hari ini ya wkwk. Selamat berspekulasi :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro