Part 13
Selamat membaca
*
*
*
So Eun membeku saat tangan besar itu menarik tubuhnya yang hampir jatuh.
"Anda baik-baik saja?" Suara itu membuat So Eun terdiam. Kakinya terasa lemas untuk sekadar bergerak. So Eun bingung apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Berhati-hatilah," kata Yi Jeong sembari melepas tangannya yang mencekal lengan So Eun. Perlahan So Eun berbalik menghadap Yi Jeong yang membeku di tempat.
Yi Jeong memundurkan langkahnya mencoba meyakinkan dirinya akan apa yang ia lihat. Yi Do dengan sigap merangkul Yi Jeong agar tidak jatuh. Tatapan Yi Do kini teralihkan pada pria cantik yang ada di depannya.
"Chu Ga Eul," gumam Yi Jeong. Langkah kakinya terasa berat. Yi Jeong pikir akan kehilangan Ga Eul untZuk selamanya.
"Ini benar dirimu?" tanya Yi Jeong. So Eun mengangguk membuat Yi Jeong menariknya dalam pelukan.
"Aku takut kehilangan dirimu, Ga Eul. Terima kasih sudah bertahan hidup."
"Kim Bum aku takut," gumam So Eun. Yi Jeong memeluknya erat seolah tidak ingin ditinggal pergi.
"Apa tang terjadi pada kalian?" tanya Yi Jeong tanpa melepaskan pelukannya.
"Aku akan mencari orang yang membunuh keluarga Chu. Siapa pun dia tidak akan aku lepaskan."
So Eun melepas pelukannya saat mendengar suara Hong dari kejauhan.
"So Bum, di mana kau?" teriak Hong.
"Aku harus pergi, jangan katakan pada siapa pun kalau aku masih hidup. Aku mohon," kata So Eun panik. Tubuh tinggi Hong mulai terlihat dari pepohonan besar yang menjulang di setiap sisi jalan.
"Tunggu. Bagaimana aku bisa menemuimu lagi?" tanya Yi Jeong.
"Di sini. Setiap bulan purnama aku akan menunggumu." So Eun berlari mendekati Hong sebelum pria itu melihat Yi Jeong dan Yi Do. Yi Jeong mengepalkan tangannya kesal ketika Hong merangkul pundak So Eun. Rahangnya mengeras menahan marah.
"Yang Mulia," panggil Yi Do
"Cari tahu tentang pria itu," kata Yi Jeong sambil berlalu meninggalkan Yi Do.
***
"Kenapa lama sekali?" tanya Hong membuat So Eun gugup.
"Maaf, tadi aku memecahkan kendi karena jalan yang licin jadi sedikit lama."
Hong berkacak pinggang. Tatapan tajamnya seolah menguliti So Eun.
"Permintaan maaf di terima. Kita pulang."
Hong berjalan di depan So Eun sementara gadis itu mengekorinya dari belakang. Hong terlihat seperti pria biasa yang baik hati,So Eun jadi ragu kalau dialah pembunuh keluarga Chu. Tapi mengetahui kenyataan bahwa Hong adalah pembunuh bayaran membuat So Eun kembali meyakinkan hatinya. Pembunuh bisa saja terlihat baik.
Tidak,aku tidak boleh ragu. Dia adalah pembunuh bayaran, aku yakin dia tahu sesuatu tentang pembantaian keluarga Chu. Setidaknya aku harus mendapatkan informasi, batin So Eun.
So Eun dan Hong masuk ke dalam rumah. Baru saja mereka duduk, Ruyi keluar dari bilik dan memarahi Hong.
"Kakak kau mencurinya?" Ruyi melipat pakaiannya sebatas siku siap memukul Hong. Ia terlihat marah. Hong berdiri dengan senyum aneh.
"Itu... Sebenarnya...." Hong terlihat takut terlebih Ruyi kini mengambil sapu.
"Kau ingin menjualnya hanya untuk membeli minuman dan mabuk?" Ruyi memukul Hong dengan sapu berkali-kali.
Keraguan So Eun semakin besar setelah melihat Hong tidak berdaya saat bersama adik perempuannya. Ruyi memukul Hong membabi buta hingga pria itu kabur dari rumah.
"Jangan pulang kalau kau tidak mengembalikannya," teriak Ruyi. So Eun mendekatinya membuat Ruyi malu.
"Maaf, kami memang seperti ini setiap hari," kata Ruyi.
"Kalian terlihat sangat dekat, tapi apa boleh aku tahu apa yang kalian ributkan?" So Eun mulai mencari cara untuk mengorek informasi melalu Ruyi.
"Dia mencuri aksesorisku. Itu adalah benda berharga dalam hidupku. Untuk pertama kalinya ada seorang bangsawan yang memberikan hadiah. Hong selalu ingin merebutnya kemudian dijual." Ruyi meninju telapak tangannya dengan tatapan kesal.
"Bangsawan? Siapa?"
Ruyi menatapku kemudian ia tersenyum.
"Aku tidak bisa memberitahunya. Aksesoris dengan gambar teratai itu adalah hadiah terindah dan rahasia."
Ruyi kembali masuk ke dalam bilik meninggalkan So Eun sendiri di luar. Malam menjelang, Hong belum juga kembali sementara Ruyi sudah beristirahat. So Eun duduk memandang langit sambil menekuk kakinya.
"Bisakah aku bertemu Ga Eul? Ke mana gadis itu pergi? Apa dia juga di bunuh?" So Eun berpikir lagi. Kerajaan Ryeo tidak ada dalam sejarah Korea yang membuat So Eun kebingungan bagaimana sistem kerajaan bekerja.
Walau So Eun tidak pandai dalam pelajaran sejarah namun sedikit tidaknya dia tahu seluk beluk sistem kerajaan Korea. Sayang ia tidak punya informasi yang cukup untuk mengetahui hal tentang kerajaan ini.
"Aku harus mencari tahu semuanya secepat mungkin. Bagaimana pun caranya," tekad So Eun.
***
Suara pedang beradu di bawah sinar rembulan terdengar nyaring. Yi Jeong dan Soo Ho tengah menghunuskan senjata masing-masing. Keringat mengucur dari tubuh mereka. Angin yang menghantar udara dingin pun tak bisa membuat panas tubuh mereka turun.
Sejak pertemuannya dengan So Eun di tempat pengambilan air,Yi Jeong mulai berlatih bela diri dengan Soo Ho-salah satu prajurit yang memiliki kemampuan bela diri di atas rata-rata prajurit lainnya.
Soo Ho mengayunkan pedangnya ke udara membuat pedang Yi Jeong terpental jauh. Dengan satu gerakan memutar Soo Ho berhasil menempatkan pedangnya dekat leher Yi Jeong.
"Kau menang," ucap Yi Jeong membuat Soo Ho menarik pedangnya kembali.
"Yang mulia kenapa akhir-akhir ini Anda berlatih menggunakan senjata. Raja tidak seharusnya menghunuskan senjatanya," ucap Soo Ho dengan napas terengah.
"Karena ada seseorang yang harus dilindungi. Tidak. Bukan seseorang, tapi rakyatku. Aku harus melindunginya dengan tanganku sendiri. Untuk itu aku harus jadi lebih kuat lagi."
Yi Jeong kembali mengambil pedangnya yang tergeletak di atas tanah. Ia menggenggam kuat pedang yang menjadi teman berlatihnya.
"Ayo, kita mulai dari awal."
"Yang Mulia," teriak Yi Do dari kejauhan. Yi Jeong dan Soo Ho kompak menoleh.
"Saya sudah memecahkannya."
***
So Eun merenggangkan tubuhnya saat terbangun dari tidur. Matahari sudah meninggi dan So Eun baru menyadari bahwa Hong tidak kembali ke kamarnya. Selimut Hong masih rapi tak tersentuh. Semalam So Eun tidur di pojok kamar takut kalau Hong bertindak macam-macam. Syukurlah pria itu tidak pulang.
So Eun merapikan selimut yang ia gunakan semalam. Suara ricuh di luar sana membuat So Eun bergegas untuk keluar. Lima orang preman pasar tengah menghancurkan barang-barang yang ada di jalanan rumah. Pecahan kendi air pun berserakan. Ruyi menangis sembari menutup telinganya.
"Apa yang kalian lakukan?" So Eun berjalan mendekati kelima preman itu. So Eun merutuki Hong yang belum juga pulang sejak semalam. Ke mana perginya pria itu?
"Heh, pria kecil jangan sok jagoan. Katakan ke mana perginya Hong?"
So Eun melipat tangannya di depan dada sembari menatap satu per satu orang yang ada di depannya.
"Hong? Untuk apa kalian menemuinya?"
"Kami ingin meminta uang taruhan dari Hong. Dia kalah berjudi," ujar salah satu dari mereka.
"Hong tidak ada di rumah. Cari saja dia di luar. Jangan merusak barang yang ada di rumah ini," geram So Eun.
"Cih, ini rumah Hong, dia harus bertanggung jawab."
"Hei."
Kami sontak menoleh pada Hong yang baru pulang. Pria itu berjalan santai sesekali mengorek sisa makanan yang terselip di giginya. Hong berdiri di hadapanku menatap kelima pria penagih utang.
"Urusan kalian adalah denganku," ujar Hong santai. Hong terlihat garang saat berkacak pinggang dengan wajah sedikit terangkat. Dia menantang.
Kelima pria itu menarik pedang mereka lalu menghunuskan pada Hong. Sadar akan dikepung Hong hanya diam, meletakkan tangannya pada gagang pedang yang terselip di pinggangnya.
"Apa yang akan Anda lakukan?" bisik So Eun di belakang Hong.
"Kau harus bersiap-siap," gumam Hong
"Eh?"
"Lari!"
Hong menarik tangan So Eun pergi meninggalkan rumah. Kelima orang penagih utang pun mengejar Hong dan So Eun. Mereka terus berlari sampai di sebuah hutan Hong berhenti. Mereka masuk terlalu dalam.
"Hei, cepat bayar utangmu!" Salah satu penagih utang berteriak dengan napas ngos-ngosan. Hong dan So Eun berbalik badan menatap kelima pria itu. Mereka menyebar,mengelilingi So Eun dan Hong dari segala arah.
Hong menarik pedangnya membuat So Eun kelabakan. Ia hanya membawa diri sendiri. So Eun bahkan tidak punya senjata sama sekali. Ia merutuki Hong yang seenak jidatnya membawa So Eun dalam masalah.
"Anda yang berhutang kenapa aku yang ikut bertanggung jawab?" tanya So Eun kesal.
"Karena kau adalah calon muridku. Anggap saja ini ujian penerimaan peserta didik baru. Kau harus lulus ujian ini kalau ingin menjadi muridku," jelas Hong.
"Cih." So Eun mengepalkan tangannya kesal.
Kelima penjahat itu menyerang bersamaan. Hong melawan tiga orang sementara So Eun harus menghadapi dua sisanya. Beberapa kali So Eun harus menghindar dari ayunan benda tajam yang mengarah padanya. So Eun mengangkat kakinya dengan cepat ketika pedang hampir menancap dekat kakinya. So Eun berlari ke arah pohon besar untuk berlindung namun seorang pria menghadang dan mengayunkan pedangnya ke arah So Eun.
Beruntung Hong menahan pedang pria itu dengan pedang miliknya. Dengan cepat So Eun menendang wajah pria itu dengan kakinya sampai mimisan.
Pria itu melangkah mundur, kepalanya pusing. Cairan kental berwarna merah mengalir deras dari hidungnya, tidak butuh waktu lama pria itu pingsan. Hong kembali menahan tiga pedang lainnya sementara satu orang kini menyerang So Eun.
Dengan cepat So Eun mengambil pedang pria yang pingsan itu untuk menahan serangan. Kekuatan So Eun tidak sebanding dengan pria itu. Tahu dirinya akan segera kalah dengan cepat So Eun memutar badan lalu menarik kaki pria itu hingga terjatuh. So Eun membuang pedangnya lalu menampar pipi pria itu berkali-kali sampai pusing.
Di lain sisi Hong berhasil menjatuhkan pedang ketiga preman itu lalu menghunuskan pedangnya pada leher salah satu preman itu. Merasa terpojok akhirnya preman itu buka suara.
"Kali ini kau menang."
Hong membuang pedangnya lalu berlutut di depan preman itu. Hong menundukkan tubuhnya bersujud memohon ampun.
"Maafkan aku. Tolong berikan aku waktu untuk membayarnya. Aku berjanji akan melunasinya segera."
So Eun yang melihat sikap Hong yang berubah lembek pun hanya bisa diam, mengembang kempiskan hidungnya bekali-kali.
Sangat tidak berwibawa, batin So Eun.
"Aku akan menagihnya kembali. Ayo pergi," perintah preman berkumis tebal. Dua preman yang masih bisa berdiri pun membawa temannya yang terluka pergi. So Eun mendekati Hong yang masih bersujud di tempatnya
"Untuk apa berkelahi kalau minta maaf bisa menyelesaikan masalah? Kau hampir membunuhku," kata So Eun.
Hong berdiri seraya membersihkan pakaiannya yang kotor. Dia bahkan masih bisa tersenyum lebar.
"Anggap saja itu bagian dari ujianmu. Selamat kau lulus. Ayo pulang aku sudah lapar." Hong menepuk perutnya sambil berjalan mendahului So Eun. Ia bersikap seolah tidak pernah terjadi apapun.
"Pria gila," rutuk So Eun mengekori Hong.
TBC
Maaf baru update 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro