Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌹 Takdir Indah

"Dear hati, mari belajar merangkak bersama. Semoga tetap diberi kesabaran, serta ikhtiar dalam perjalanan menujuNya."

****

Dua anak manusia berbeda jenis itu berjalan memasuki salah satu cafe yang terletak di tengah kota. Dengan langkah yang sedikit tergesa, sang gadis mulai celingak-celinguk menatap sekitar. Berharap ia segera menemukan rekan-rekannya.

"Adhe, sini!" Teriakan dari salah satu temannya membuat Adhera tersenyum kecil. Olly. Gadis itu benar-benar ajaib. Di manapun ia berada, volume suaranya tak berkurang sedikitpun.

Adhera menolehkan kepalanya ke arah pria di sampingnya. "Aku ke sana dulu ya," pamitnya seraya tersenyum. Pria itu hanya mengangguk kecil, kemudian memutar tubuhnya ke arah berlawanan dengan tempat Adhera berdiri.

"Ck. Lama banget sih, karatan nih!" protes salah satu temannya ketika ia sampai di tempat rekan-rekan satu organisasinya berada.

Adhera hanya tersenyum kikuk. Tak enak hati karena telah membuat mereka menunggu. "Macet, La," jawabnya berkeles.

"Elah. Paling kamu pacaran dulu," sahut salah satu rekan laki-lakinya.

"Apaan sih. Su'udzon mulu," bantahnya.

"Udah. Ayo mulai," sahut Olly-salah satu teman Dhera yang paling dekat dengannya- mencairkan suasana, kemudian diangguki oleh yang lainnya.

"Mulai dari mana nih?" Revan sang ketua organisasi tersebut memulai.

"Mulai dari pendapatan dananya aja, gimana?" sahut Putri yang kala itu mengenakan gamis berwana putih tulang lengkap dengan hijab modernnya.

"Gimana Dhe? Masalah dana oke kan?" Tanya Tilar yang duduk di dekat Putri.

Adhera mengeluarkan buku catatan keorganisasiannya dari dalam tas selempang yang ia bawa. "Masalah dana sih oke, Lar," ujarnya setelah melihat data dari buku keorganisasiannya.

"Emang tujuannya berapa tempat sih?" tanya Dita setelah dari tadi hanya berperan sebagai pendengar saja.

"Rencananya sih tiga tempat dulu, Dit. Soalnya kan dana kita masih sedikit. Tapi insyaAllah setelah ini kita bakalan ngajuin proposal ke beberapa kantor yang kebetulan adalah kolage papa," jelas Revan.

'Komunitas Pemuda Untuk Rakyat' atau yang sering disebut 'KAPUR' ini adalah salah satu organisasi yang mereka dirikan untuk membantu orang-orang yang kurang mampu. Seperti memberikan sembako, pakaian, dan membangun TPQ agar anak-anak atau orang tua dapat belajar tentang ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.

Organisasi ini telah mereka dirikan sejak satu setengah tahun lalu, dengan Revan sebagai ketua yang dipilih berdasarkan sistem voting. Jumlah anggotanya memang belum terlalu banyak. Karena kebanyakan dari mereka adalah teman saat sekolah menengah atas ataupun teman kuliah. Dan kebetulan sebagian besar dari mereka adalah teman-teman Adhera saat SMA dulu.

"Oke, masalah dana selesai. Sekarang kita akan membahas tempat yang akan kita tuju dan jumlah dana yang kita butuhkan di masing-masing tempat," lanjut Revan yang diangguki oleh semua anggotanya.

🍃🍃🍃

"Udah selesai?" tanya pria dengan kemeja berwarna navi tanpa motif itu.

Adhera tersenyum ke arahnya. Tiga puluh menit menunggu gadis ini, tidak akan membuatnya karatan kan? "Udah. Yuk balik," ajak Adhera.

Pria itu berjalan layaknya bodyguard di belakang Adhera. Kepribadiannya yang cuek, membuat dirinya seakan tak menghiraukan tatapan memuja dari gadis-gadis di sekitarnya. Sementara Adhera? Entahlah. Gadis itu sudah mulai terbiasa dengan tatapan-tatapan yang seakan ingin menelan hidup-hidup calon imamnya itu.

"Kamu kenapa?" tanya pria itu.

Adhera tersenyum, kemudian menggeleng pelan.

Jika diingat-ingat, pertemuannya dengan Arsya terbilang cukup lucu. Saat itu, Adhera sedang buru-buru dan tak sengaja menabrak bahu Arsya hingga menjatuhkan ponsel pria itu. Dari tragedi itu, Adhera yang mendapatkan cap sebagai seorang gadis ceroboh terus dipertemukan dengan Arsya si pria cuek, menurut Adhera, dalam setiap kesempatan.

Kedekatan mereka bermula ketika Arsya yang merupakan sahabat dari Tilar, salah satu rekan organisasinya, menawarkan diri sebagai donatur. Dari sanalah Adhera mulai dekat dengan Arsya dan mengagumi sosok pria yang selalu terlihat akrab dengan Tilar itu.

"Dhe?"

Adhera tersadar dari lamunan menggelikannya. Ahh, hari itu. Pertemuan itu, sudah hampir setengah tahun tapi tak urung membuatnya lupa dengan pertemuan pertama mereka.

"Kamu kenapa? Udah ah, ayo. Risih tahu gak, dilihatin orang," ujar pria itu.

"Eh.."

Belum sempat gadis itu mengeluarkan suaranya, lengan bajunya lebih dulu ditarik Arsya. Menjauh dari kerumunan gadis-gadis cantik dan ibu-ibu rempong di sekitarnya.

Pria ini, selalu saja membuatnya kagum. Pria Soleh, tampan dan seorang panutan. Berkharisma serta dewasa. Dan di manapun ia berada, ia selalu menjadi pusat perhatian karena ilmu dan pancaran auranya yang meneduhkan. Dan Adhera baru sadar bahwa pria inilah yang insyaallah akan membimbingnya menuju syurga Allah. Sang pemilik tulang rusuk yang telah ia nanti. Dia, Derlofa Daeghan Arsyamil.

Dengan takdir yang begitu indah, Allah mempertemukan Adhera dengannya. Dalam keterpurukkan, Allah hadirkan dia untuk menuntun langkahnya. Ah, maka nikmat Allah mana lagi yang harus ia dustakan? Dengan kehadiran Arsya pun ia sudah merasa menjadi gadis yang paling beruntung. Sebab tanpa sadar, setiap lirikan mata pria itu mampu membuat Adhera melihat Tuhannya. Dalam keimanan dan ketaatan Arsya, tentunya.

Kaki mereka bergerak melewati undakan tangga kecil di depan pintu masuk cafe. Sebelum berjalan ke parkiran, ponsel di dalam saku celana bahan Arsya berdering.

"Bentar, ya. Ini dari Riska," ujar pria itu ketika melihat uname penelpon yang ternyata sekertarisnya.

Selama Arsya berbicara dengan Riska, Adhera hanya berdiri memperhatikan sekeliling cafe yang tak surut pengunjung. Arsya tak berbicara jauh darinya. Jadi ia masih bisa mendengar topik apa yang tengah dibicarakan pria itu melalui telpon. Derita punya calon suami pengusaha, ya setiap jalan pasti dapat panggilan dadakan.

"Dhe." Pria itu kembali setelah beberapa menit Adhera menunggu.

Gadis itu menoleh, kemudian memamerka senyum simpulnya yang khas. "Udah?" tanyanya.

Arsya mengangguk, namun raut wajahnya terlihat masam. Setelah mengantongi ponselnya, ia melangkah menuruni tangga diikuti Adhera.

"Kenapa? Ada masalah ya?" Arsya menggeleng. "Tapi kok wajahnya gitu amat," kekeh Adhera seraya menyejajari langkahnya dengan pria itu.

"Aku tadi pesenin taxi online. Riska bilang ada kerjaan mendadak yang butuh meeting hari ini. Jadi aku gak bisa anterin kamu pulang," jelasnya.

Adhera kembali menarik sudut bibirnya hingga membentuk sebuah lengkungan indah. Untuk sesaat desiran hangat menjalar di hati Arsya. Namun tak berlangsung lama, karena setelahnya ia buru-buru beristighfar, menenangkan ketidaksopanan hatinya.

"Gak papa kok," ujar Adhera memaklumi.

Beberapa saat kemudian, taxi yang Arsya pesan berhenti tak jauh dari tempat mereka menunggu. Mereka masih berjalan beriringan ketika menuju taxi.

"Udah gak papa, sampai sini aja. Lagi buru-buru kan?" Adhera menolak ketika Arsya hendak membukakan pintu taxi untuknya.

Arsya terkekeh kecil. Dipandanginya Adhera beberapa saat, kemudian menarik segaris lengkungan di bibir. "Hati-hati ya. Titip salam buat Ibu," ujar pria itu.

Adhera mengangguk, kemudian menyuruh supir taxi untuk menjalankan mobilnya. Ia ingin berlama-lama dengan Arsya, tapi mengingat sutusasi saat ini sangat tidak memungkinkan. Apalagi, sedari tadi hatinya tidak tahu diri. Jelumpitan tidak karuan. Juga tidak baik berlama-lama dengan orang yang belum menjadi mahramnya. Seiring roda mobil berputar dan membawa mobil melaju sedang, senyum Adhera tak berhenti mengembang. Syukur telah dipertemukan dengan lelaki sebaik Arsya.

"Alhamdulillah untuk segala takdir indah yang telah Allah gariskan."

Bersambung..

NB: Kritik dan saran diperlukan. Selain meninggalkan jejak bintang, jangan lupa kasih masukan juga gaes😊

With love, Rifah😗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro