Chapter 27
"Apa kau bilang?!"
"Precious, ah, maksudku Elle. Kau bilang aku boleh memilih, jadi, terserah aku, bukan?" Ren menggaruk tengkuknya yang mulai terasa dingin. Perempuan itu berjalan ke arah Ren. Langkahnya terhenti, menyisihkan jarak satu jengkal antara dirinya dan Ren. Ia mengangkat tangannya dan melayangkan sentilan tepat pada kening Ren.
"Astaga ... Aku benar-benar menyesal karena tak sengaja menghapus memorimu saat aku mencoba menyelamatkanmu. Jika saja kau mengingat tentang orang-orang yang kau sayangi, mungkin kau tak akan berani mengatakan itu. Sekalipun!" Ellea menatap tajam Ren yang tampak kesakitan karena jitakannya. Ia bisa membaca sorot mata Ren yang menyatakan dirinya menyerah untuk apa pun.
"Apa maksudmu?" Ren menatap penuh tanya ke arah Ellea.
"Aku lelah bicara dengan orang bodoh sepertimu. Ingat, Ren, kau menyerah sama saja kau mengorbankan semua orang, bahkan orang-orang tak berdosa yang tak tahu apa pun."
"Lalu, aku harus bagaimana. Tetap mempertahankanmu dan memikul semua bebannya? Kenapa? Kenapa aku tak bisa egois untuk sekali saja?" tanpa sadar, bulir-bulir air mata mengalir dari pelupuk mata Ren. Cepat-cepat ia menyekanya. Tidak. Tidak ada lagi yang namanya air mata!
"Kau sungguh ..." belum selesai Ellea merampungkan perkataannya ia malah tertawa. "Kukira selama ini kepolosanmu adalah akting belaka. Egois? Kenapa kau ingin egois jika dirimu bisa berguna untuk orang lain, Ren?"
Ellea mengulurkan tangannya sembari menatap penuh harap pada Ren. Namun, gadis itu ...ia benar-benar tak mengerti. Untuk segala hal. Ragu, memang, tapi hatinya mengatakan percaya Ellea adalah jalan terbaik. Tanpa sadar, Ren membalas uluran tangan Ellea. Pendar cahaya keemasan menyelubungi benang-benang kasat mata yang kini menjuntai antara dirinya dan Ellea.
"Elle ..." Ren menatap Ellea dengan tatapan yang tak bisa di artikan. "Kau tidak jahat. Aku percaya padamu ..." setelah mengatakan itu, Ren merasakan kesadarannya menghilang, tidak, mungkin sebaliknya. Siluet senyum Ellea menjadi penglihatan terakhir Ren sebelum dirinya terbangun dari alam bawa sadarnya.
◆◇◆◇◆
Vier mempercepat langkahnya menyisir lorong-lorong gelap yang membuat dadanya sesak. Tak ada lagi pengalih, gumamnya sembari menolehkan kepalanya ke belakang. Habis sudah, tak ada lagi orang selain dirinya di lorong itu. Karena mengikuti rencana Lenn untuk melepas satu per satu orang sebagai pengalih di beberapa titik kini hanya tersisa Vier seorang. Empat orang yang lain pasti tengah bertarung dengan para pembuas. Terpaksa, jika sudah tak ada pengalih Vier akan bertarung habis-habisan jika ia bertemu pembuas di jalurnya. Ia hanya bisa berharap dirinya tak terlambat. Ia terpaksa memberhentikan langkahnya saat seseorang yang ia kenal telah berdiri sembari menyungging senyum miring menghadang jalannya.
"Lebih cepat dari yang kukira, Vier," ujar Gray sembari tersenyum remeh. "Tapi, sayang sekali ... Kau kurang cepat, karena tak banyak waktu yang kau punya sekarang." Gray menggerakkan belati di genggamannya secara vertikal, saat itu pula belati yang berwarna keperakan itu berubah menjadi sebilah pedang yang mengkilap.
Gray menerjang Vier dengan pedangnya. Ia terlihat mantap dalam setiap jejakan kakinya. Secepat kilat jaraknya dengan Vier hanya tersisa beberapa meter. Gray mengangkat tinggi-tinggi pedangnya. Trang! Pedang itu membentur keras perisai yang entah sejak kapan telah menyelubungi Vier.
"Masih, ada sedikit waktu memang. Maka dari itu, aku tak akan main-main." kilatan cahaya terefleksikan di dalam manik nilam Vier. Ditekannya kuat-kuat elemen yang ia fokuskan ke telapak tangannya ke arah depan. Gray terhempas mendapat dorongan cukup kuat dari seorang Vier yang tengah dalam battle mode. Entah salah atau benar yang dilakukan Gray, tapi ia telah membangunankan sang penguasa langit.
"Cih, sombong!"
Gray memutar pedangnya tiga ratus enam puluh derajat. Terbentuk kabut sewarna matanya mengitari tubuh tegap laki-laki pemilik manik abu itu. Namun, belum selesai Gray menyempurnakan element-nya, Vier sudah melancarkan serangan. Kini, akar-akar yang dengan nyala merah api melilit erat tubuh Gray. Sensasi terbakar pada kulitnya langsung menjalari tubuhnya saat akar itu mengelupas sedikit demi sedikit lapisan terluar kulitnya. Gray mengerang kesakitan, tapi Vier sama sekali tak merasa iba atau kasihan. Malahan, jemarinya sudah gatal untuk segera mencekik leher Gray.
"Dengar, Gray! Sebenarnya aku tak suka pertarungan kita berakhir secepat ini, tapi aku sudah tak punya banyak waktu." Vier menatap Gray dengan tarapan yang tak bisa di artikan. Gray tak menjawab. Lilitan akar itu cukup membuat inderanya berfungsi abnormal. "Kali ini saja, Gray. Aku akan mengampunimu. Aku tak peduli apa pendapatmu, tapi seharusnya, keluarga Fionelyst tidak mengabdi pada bangsa kegelapan atas dasar haus akan kekuasaan."
Vier menggerakkan jemarinya. Akar-akar itu bergerak mengikuti jemari Vier. Nyala merah pada akar itu berubah menjadi biru, dan kilau cahaya kebiruan berpendar mengelilingi Gray lalu menelannya. Meninggalkan siluet bayangan yang langsung kembali terhapus oleh kesunyian.
"Aku hampir melakukannya lagi," desah Vier sembari mengepal erat tangannya.
Vier memutar pandangannya begitu ia sampai di lorong-lorong bersimpang. Ada enam persimpangan di sana. Jika, ada Felix mungkin ini akan lebih mudah, umpat Vier sembari terus menerka-nerka jalan mana yang harus ia lewati.
Vier mengingat sesuatu. Ia segera merogoh sakunya lalu menemukan batu nilam yang terukir logo burung phoenix. Ia menggenggam batu itu dengan kedua telapak tangannya lalu merapalkan sesuatu. Batu itu memancarkan cahaya berwarna kebiruan lalu melayang beberapa inci dari telapak tangan Vier.
"Stone, bawa aku pada Blue!" seakan mengerti maksud Vier. Batu itu terbang menuju arah keberadaan Blue.
◆◇◆◇◆
Felix memutar pandangannya waspada. Dua serigala yang berdiri di sampingnya juga tengah mengendus-endus bau para pembuas lainnya. Ia tak suka ini, Vier meletakkannya pada titik pertama sebagai mengalih atau lebih cocok disebut umpan. Maknanya, dirinya harus berjalan jauh menuju titik pertemuan—jalan tikus yang bisa dicapai setelah melalui tiga titik pelepasan setelah Felix. Malang nian nasibnya.
"Bagaimana? Apa kalian mencium sesuatu?" tanya Felix pada kedua serigala yang berdiri mengapitnya.
"Tidak. Sudah aman." jawab serigala yang memiliki bulu seputih salju. Sudah selazimnya amulet bisa berbicara, wujud apa pun itu? Jika membicarakan amulet tak jauh-jauh dengan mereka yang disebut predator. Para pemilik kekuatan elemen alam yang liar—tuan dari amulet itu sendiri.
"Hnn ... Oke. Sepertinya kita harus long march setelah ini." Felix mengelus tengkuknya lalu menatap bergantian amulet-nya.
"Jangan bilan itu kode agar kau naik di punggung kami. Kau sudah dewasa Felix," sindir serigala yang memiliki warna bulu hitam dan putih.
"Jangan mengejekku! Kaki jenjangku ini bersemangat untuk berlari menuju titik pertemuan," ujar Felix tak sesuai realita. Sejujurnya, ia masih lelah.
"Bohong!" cetus serigala pemilik bulu putih. "Jangan banyak berlagak, ayo pergi," ujarnya lalu berjalan angkuh meninggalkan Felix.
"Huh, aku menyesal, kenapa saat bayi sku sudah terikat dengan kalian," desis Felix kesal.
"Jangan berkata seperti itu. Kau ini satu-satunya predator yang berbeda."
"Terserah ..."
Tak beberapa lama Felix sampai di titik pelepasan ke dua. Ia melihat Zuan terduduk sembari merenggangkan otot-otot tangannya.
"Hei, kau lama," ujar Zuan sembari memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung yang tergantung di pinggang laki-laki itu.
"Siapa suruh meletakkanku di titik satu," gerut Felix.
"Hnn ... Terserah kau. Hei, dari mana kau dapatkan siberian husky itu?" Zuan menatap heran dua sosok yang tengah berdiri di samping Felix.
"Ini Serigala! Ini amulet-ku, dasar!" cibir Felix geram. Zuan hanya menanggapinya kikikan kecil. "Huh, dari pada memikirkan itu, ayo pergi! Apa kakakmu sudah selesai?"
"Zeon menghubungiku lewat telepati beberapa menit yang lalu. Dia bilang titik tiga sudah steril."
"Baiklah, ayo berangkat!
◆◇◆◇◆
"Hei, Ren! Ren!" seru Asta panik. Berulang kali ia memanggil gadis bersurai cokelat itu, tapi tak ada reaksi. Gawat! Apa yang dilakukan Gray padanya? Apa dia mati? Umpat Asta panik. Tak lama kepanikan gadis itu dibuyarkan oleh siluet sosok di luar selubung. Dari auranya, dia seorang dari bangsa terang.
"Ren! Bangun!" teriak Asta lagi. Ia harap-harap cemas dengan sosok yang samar dalam indra perangsangnya.
Pyar! Selubung itu pecah menjadi kepingan dan langsung berubah menjadi butiran kulau yang enyah di udara. Dilihatnya sosok laki-laki dengan manik nilam. Ia berjalan santai menuju ke arah Asta.
"Vier," gumam Asta pelan lalu menundukkan kepalanya menatap pualam kotor di bawah dirinya bersimpuh.
"Kenapa, Asta? Kau tak suka aku datang?" tanya Vier sembari tersenyum kecut. Jemarinya melepas satu per satu untai rantai yang mengekang Asta.
"Aku ... Aku hanya berharap Kak Lenn yang datang kemari." Asta menatap sendu Vier yang berjongkok di depannya.
"Sebenarnya aku membawa pesan kakakmu." Asta menengakkan kepalanya menatap Vier penuh hasrat keingintahuan.
"Dengarkan ini baik-baik!" Vier mendekatkan bibirnya dengan telinga Asta. "Kakamu sudah menunggumu diperbatasan Kota Nirvana dan Kota Algra. Kau masih punya cukup energi untuk berteleportasi ke sana. Kakakmu mengkhawatirkanmu," bisik Vier membuat senyum Asta mengembang.
"Terimakasih, Vier ..." detik berikutnya Asta telah menghilang dari hadapan Vier.
Pandangan Vier beralih pada gadis yang bersimpuh dengan wajah menghadap ke bawah. Pergelangan tangan dan kakinya terikat dengan rantai berlilitkan rune.
"Ren!" Vier mengangkat wajah Ren, memastikan bahwa gadis itu masih hidup. "Bangun Ren!"
Detik berikutnya Ren nampak berusaha membuka matanya yang terpejam. Samar. Yang tertangkap oleh penglihatan Ren hanyalah siluet samar seseorang. Namun, indera penciumannya dapat merangsang aroma mint kahs Vier.
"Vier ..."
"Sadarlah! Ini aku!" ujar Vier sembari terus menepuk pelan pipi Ren.Gadis bersurai cokelat itu membuka matanya paksa lalu menfokuskannya. Dilihatnya sosok laki-laki yang begitu ia kenal. Laki-laki yang baru saja memaksa untuk membencinya.
"Vier? Kau ..." rantai yang melilit pergelangan tangan Ren hancur saat Vier menjentikkan jarinya. Memaksa gadis itu untuk bersusah payah menumpu tubuhnya dengan kedua lengannya.
"Berdirilah!" Vier berdiri. Manik nilmnya menatap Ren yang masih bersusah payah menyadarkan dirinya. Dengan gerakan lunglai, Ren berdiri.
"Kukira ... Kau akan membiarkanku membusuk di sini." Ren tersenyum kecut sembari sedikit mengangkat wajahnya untuk menatap wajah Vier.
"Huh, aku tak sekejam itu. Kukira kau akan langsung menangis dan memelukku seperti orang lemah yang butuh perlindungan." Vier tersenyum miring membuat wajah Ren berkerut. Gadis itu kira pengaruh ke-abnormalan Vier sudah menghilang, ternyata masih melekat erat dengannya.
Ren membuang muka. Ia menahan rasa sakit yang mulai merutukinya. Tak peduli nian dengan rasa sakitnya. Ia tak ingin terlihat lemah di mata Vier. Susah payah ia juga menahan air mata yang mulai membanjiri pelupuk matanya. Ia tak mau dikatakan cengeng oleh bibir Vier yang mulai pedas. Namun, kenyataan berkata lain. Vier malah menarik gadis itu dalam pelukannya.
"Keluarkan saja, jika itu membuatmu merasa lebih baik." setelah Vier mengatakan itu, tak bisa dipungkiri air mata Ren mengalir deras dipipinya dan membaur bersama setelan berwarni biru dongker yang dikenakan Vier.
"Terima kasih ..."
◆◇◆◇◆
Note:
Oke, ini lebih pendek dari biasanya. Dan saya tahu, percakapannya agak gak nyambung, penjelasannya makin rumit, dan perpendekkan adegan. Tapi begitulah ...
Readers: hu ... Tukang PHP
Apa seh?
Sejujurnya saya agak gak mood up malam ini, tapi begitulah ... Karena kejadian tadi siang mood saya menurun. Daftar ulang pake raport-nya ketinggalan lagi, terpaksa saya harue pulang dan ambil tuh raport. Pake acara rumah jauh segala lagi.
Readers: Curhat mulu kerjaan lu, Lin.
Serah dah.
Makasih juga buat AnnaMezu_ yang udah ngingetin tentang cover yang burem. Saya kira itu burem kalo di akun saya aja, ternyata enggak. Udah saya coba pake segala aplikasi tetep aja burem, dan setelah saya upgrade aplikasi wattpad, semuanya mendingan. Satu masalah kelar. (Tapi belum buat cover baru, sih. Kebanyakan font saya gak cocok buat cover fantasy. Lagi mau download malah laman dafont gak bisa dibuka) derita hp lama ...
Dan makasih buat kalian semua yang tetep setia baca cerita absurd yang tambah ancur ini.
Salam .....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro