Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

chapter 26

Gray berjongkok di hadapan Ren. Mata kelabunya menelisik wajah Ren yang tertunduk. Menunjukkan ekspresi lemah bukan hal yang membuat Gray luluh. Coret itu, tak ada yang bisa membuatnya luluh. Jemarinya mulai menyentuh dagu Ren, satu tangannya yang lain menyibak umbai cokelat Ren yang menutup sebagian wajahnya.

"Kau tahu, Ren. Ekspresi wajahmu membuatku ingin melenyapkanmu secepatnya."

Dengan paksa Ren menegakkan kepalanya. Menatap manik kelabu yang penuh dengan kebohongan itu. "Memangnya aku peduli dengan apa yang akan kau lakukan," balas Ren sarkastik.

Gray tertawa. "Aku suka nada bicaramu." bahkan Ren tak tahu itu pujian atau hinaan. "Baiklah," ujarnya, "jika kau tak peduli, aku akan memulainya."

Gray menghentakkan telapak tangannya ke tanah, saat itu juga sebuah pentagram tergambar tepat di bawah kaki Ren. Mata Gray kembali menatap Ren, seringaiannya melengkapi tatapan yang mencoba membisikkan sesuatu pada Ren. Jemari Gray menggapai leher Ren, mencengkramnya erat hingga Ren kesulitan bernafas. Rasa panas menjalari tubuh Ren ketika seuntaian rune melilit lehernya. Entah apa fungsi rune-rune kuno itu, tapi sedari tadi Ren bisa melihat berbagai jenis rune memenuhi tempatnya dikurung.

"Katakan kau tak mencoba memanggil iblis dari dunia bawah dengan semua rune dan pentagram ini." Ren mencoba mengeluarkan celaannya. Mencoba melupakan rasa sakit yang menjalari tubuhnya.

"Hnn ... Lebih tepatnya iblis yang ada di dalam tubuhmu," bisik Gray sembari mendekatkan bibirnya pada telinga Ren. Bola mata Ren membulat sempurna. Ia berusaha mencerna tiap kata yang dibisikan bibir penuh dusta Gray. Gray melepas cengkramannya lalu kembali menatap Ren. "Ini akan memerlukan waktu lama." Gray berdiri, tapi pandangannya tak lepas dari wajah pucat Ren. "Kau akan bertemu denganku lagi nanti, saat waktunya aku melepas ikatan itu sepenuhnya." Gray kembali menghilang dalam kegelapan, tubuhnya lenyap dalam hembusan asap gelap yang selalu meninggalkan kehampaan setelahnya.

Apa? Apa maksudnya iblis yang ada ... Di dalam tubuhku?

Kejanggalan itu kembali memenuhi kepala Ren. Berpusing. Membisikkan jawaban-jawaban tak masuk akal lalu kembali lenyap berganti argumen yang lain.

"Hei, kau!" Pandangan Ren beralih pada seorang perempuan yang tadi dibawa dua laki-laki bertubuh kekar. Ia dikekang oleh untaian rantai di seberang tempat Ren bersimpuh. "Kau terlihat kebingungan, apa kau tak mengerti maksud perkataan Gray?" tanyanya dengan nada bicara yang tak bisa dibilang ramah.

"T-tidak," jawab Ren pelan.

"Astaga! Dirimu sendiri bahkan tak tahu, bagaimana orang-orang itu bisa tahu?!" perempuan itu mendecak. Nada bicaranya membuat telinga Ren berdengung. "Dengarkan aku, ya! Jauh di dalam dirimu ada sesuatu yang memiliki kekuatan mengerikan, kekuatan yang bisa menghancurkan dunia dalam satu jentikan jari. Dan mereka itu, ingin mengambilnya darimu. Karena sejatinya hal yang ada pada tubuhmu itu adalah kepemilikan bangsa kami—para bsngsa dark," jelas perempuan itu dengan lantang.

"Tapi, tapi bagaimana dia ada di dalam tubuhku?"

"Mana aku tahu. Aku ini bukan orang yang bisa mengetahui segala hal," ujar perempuan itu ketus.

◆◇◆◇◆

"Ini dia, Kota Nirvana," ujar Vier sembari menatap jalanan yang lumayan ramai.

"Cih, apanya yang nirvana? Kurasa ini neraka," cetus Zeon.

"Terserah kau menyebutnya apa. Ayo pergi! Dan sekali lagi, jangan buka tudung jubah kalian. Mengerti?"

Semuanya mengangguk lalu mengikuti langkah Vier dari belakang. Cukup sulit menyusup ke tengah-tengah kota ramai seperti kota Nirvana yang terletak jauh di tengah-tengah dark zone. Jikalau si kembar tak memiliki kemampuan membuka portal ke titik sepi Kota Nirvana, mungkin kini Vier dan yang lainnya tengah bertarung habis-habisan dengan pembuas-pembuas para bangsa kegelapan.

Vier beralih mengambil jalanan setapak pemukiman yang jarang-jarang terdapat rumah penduduk. Matahari hampir tegak lurus dengan bumi, udara juga sudah terasa panas. Vier tak ingin hanya menghabiskan hari ini untuk hal yang tak berguna. Prinsipnya, misi akan selesai hari ini seutuhnya!

"Kita sudah sampai," ujar Vier. Ia berhenti di depan sebuah rumah yang nampak misterius dari luar. Rumah itu terlalu tertutup dan terpisah dari pemukiman ramai.

"Sampai di mana?" Zuan menautkan alisnya. Yang kini ia lihat bukanlah markas yang penuh pembuas sebagai penjaga. Itu hanyalah sebuah rumah yang penghuninya tak ingin seseorang pun memasuki rumahnya. Tertutup rapat bahkan tanpa lubang ventilasi.

"Tempat kita untuk mencari informasi. Jika ingin sukses misi di dark zone kita harus punya orang dalam." Vier menjejakkan kakinya ke beranda rumah yang terlihat tak memiliki penghuni.

"Maksudmu kau punya informan?" tanya Zuan lagi.

"Iya. Apa semuanya kurang jelas?" geram Vier.

"Ah, hehe ... Tidak, tidak." Zuan menggaruk tengkuknya.

Vier mulai mengetuk pintu kayu yang nampak kokoh, kayunya mulai mengusam meninggalkan warna asli sang pintu. Tak ada jawaban. Vier kembali mengetuk pintu, meyakinkan dirinya bahwa pemilik rumah benar-benar tidak ada di tempat.

"Kau yakin ada orang di rumah ini?" Zeon berdiri di samping Vier sembari memperhatikan papan kayu usang yang menjadi dinding bagi rumah minimalis itu.

"Kau meragukanku." Vier mendecak lalu kembali mengetuk pintunya lagi. Kali ini ada jawaban. Suara decitan pintu yang terbuka mengalihkan pandangan mereka berlima. Seorang laki-laki berdiri dengan ekspresi was-was ke arah pintu. Mata hazelnya mebatap teliti ke arah siapa yang mengetuk pintu rumahnya.

"Vier?" ujarnya melihat sosok Vier berdiri dengan raut yang tak bisa diartikan. "Masuklah, cepat!" belum selesai Vier angkat bicara, laki-laki itu memerintahkan Vier dan yang lainnya untuk meninggalkan beranda rumah dan masuk ke dalam.

"Ada apa sebenarnya, Lenn?" tanya Vier penuh selidik. Tak biasanya Lenn terlihat was-was seperti itu, terlebih dia tipikal orang yang tenang dan santai. Melihatnya bertingkah aneh, sudah dipastikan ada yang tak beres.

"Saat ini benar-benar gawat," ujar Lenn tanpa memalingkan pandangannya.

Lenn membawa mereka berlima ke ruang utama yang cukup luas. Di sana sudah ada seorang laki-laki sebaya Lenn yang dikenal Vier sebagai Youga. Nampak berserakan kertas-kertas yang entah apa isinya, tumpukkan buku-buku tebal juga nampak memenuhi meja bundar di tengah deretan sofa berwarna abu, sorot lampu yang terfokus pada satu titik di meja bundar membuat ruangan itu seperti markas yang tengah digunakan untuk menyusun strategi.

"Apa maksudmu?" tanya Vier semakin tak mengerti apa yang dibicarakan Lenn.

"Asta diculik," saut Youga langsung pada intinya, "lebih tepatnya dibawa paksa oleh orang-orang yang haus akan kuasa itu."

"Apa? untuk apa?"

"Tunggu! Kalo boleh bertanya Asta itu siapa?" sela Zeon merasa terasingkan. Sedangkan Zuan, Rezal, dan Felix hanya menyimak pembicaraan mereka.

"Asta adik perempuanku. Dia dibawa paksa oleh devisi penguasa pemerintahan di kota ini. Mereka bilang, Asta akan dijadikan wadah sang precious yang telah ditemukan kembali. Membawa embel-embel kepentingan bangsa dark, mereka membawa adikku," terang Lenn frustasi.

"Kenapa harus Asta?" Vier kembali bertanya.

"Mana aku tahu." Lenn mendudukan paksa dirinya di atas sofa beludru.

"Mungkin, kami bisa bantu." Lenn melirik Felix yang unjuk suara.

Vier mengangguk. "Aku kemari juga ingin meminta beberapa informsi darimu untuk kelancaran misi ini. kami harus segera merebut kembali teman kami atau yang sekarang ini wadah precious." Lenn menegakkan kepalanya mendengar perkstaan Vier.

"Baik, kemari! Kami sudah merancang rencana, hanya saja kami kekurangan orang. Jika ada kalian, mungkin semuanya akan sempurna ..."

◆◇◆◇◆

"Jadi namamu Ren? Ren Leighton?" perempuan bermata violet itu kembali bertanya. Sekadar menghilangkan sepi dan melupaksn rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya, Ren menyaut setiap apa-apa saja yang dibicarakan perempuan yang ia ketahui namanya sebagai Asta, Asta Ayda. "Malang nian, ya, nasibmu. Seorang bocah tak berdosa dari keluarga miskin Leighton harus memikul beban sang berharga."

"Hnn ... Bahkan aku tak tahu apa yang kalian sebut-sebut sebahai precious itu." Ren merendahkan suaranya.

"Ah, dasar, kau ini ..." Asta kembali terdiam menyisihkan kesunyian.

Ren menutup matanya. Suara setitik air yang menetes tertangkap oleh gendang telinganya. Reflek, ia langsung membuka kelopak matanya lebar-lebar. Bukan lagi di dalam selubung, kini Ren berada di tempat dimana dirinya sering bertemu dengan perempuan misterius. Namun, langit tak menunjukkan warna safirnya, yang terlihat hanyalah langit malam tanpa bulan atau pun bintang. Warna-warni bunga krisan pun tak terlihat seperti biasanya, yang bisa Ren lihat hanyalah mahkota-mahkota bunga yang warnanya tak bisa dibedakan oleh matanya.

"Dikala malam menyingsing, semerbak manis serbuk sari mawar tak bisa lagi tertangkap oleh indera penciuman. Di saat semuanya redup tanpa pendaran cahaya seperti sekarang, apa yang kau lakukan, Ren?"

Ren mengalihkan pandangannya pada kobaran api yang menjilat-jilat ruang udara yang hampa. Hidung Ren dapat mengendus bau hangus serumpun bunga seruni. Ia sedikit terkejut mendapati api yang membakar sekumpulan seruni guna menjadi titik penerangan. Bukan hanya itu, sosok perempuan dengan surai keperakan terduduk membelakangi Ren di atas batu yang menghadap langsung ke aliran sungai.

"K-kau lagi?" Ren memutuskan berjalan mendekat.

"Biar kutanya sekali lagi," ujarnya, "kau memilih berjuang mempertahankan sesuatu walau akhirnya kau sengsara, atau menyerah walau artinya kau mati?" perempuan itu membalik posisi duduknya. Manik keemasannya menatap dalam manik cokelat Ren yang memantulkan bayang api di depannya.

"Apa ... Maksudmu?" Ren menelan ludahnya dengan susah payah. Ia punya firasat buruk tentang makna tersirat dari perkataan perempuan itu.

"Apa kau tak mengerti? Yang mereka inginkan adalah aku. Apa kau tak mengerti?" perempuan itu sedikit meninggikan suaranya. "Kau tahu, lanjutan kisah Ellea? Akhir kisah itu yang membuatku seperti sekarang." Ren bisa mendengar nada muram dari setiap pelafalan kata yang disampaikan perempuan itu.

"Ah, m-maaf ... Aku tak mengerti."

Sesungging senyum terpoles di bibir tipis perempuan itu. "Duduklah!" titahnya, "aku akan memberitahu akhirnya." Ren hanya mengangguk lalu bersimpuh di tempatnya berdiri. "Setelah pertarungan itu, Yule dan Tuts kalah. Ellea tak tahu apa yang harus ia lakukan saat itu, gadis itu menyerah, ia masih terlalu kecil dan lemah. Akhirnya mereka bertiga digiring ke tempat peradilan. Tempat yang dianggap sebagai kutukan oleh orang-orang seperti mereka. Yule dan Tuts diadili duluan. Dan itu terjadi lagi ..." nampak bulir-bulir air mata berkumpul di pelupuk mata perempuan itu. "Ellea melihat orang yang ia sayangi dibunuh di depan matanya. Lagi.  Dan saat  melihat senyum Tuts untuk terakhir kalinya, ada persaan yang bergejolak di dalam hatinya. Ellea bahkan tak mengerti perasaan apa itu. Tanpa ia sadari, gadis itu lepas kendali. Membunuh mereka semua yang ada di sana." mendadak atmosfer terasa berat untuk Ren saat melihat seringaian tajam dari perempuan itu.

"M-maaf, bukannya tak ingin mendengarkan ceritamu, tapi bolehkah—"

"Duduk!" tegas sang perempuan. Mendadak nyali Ren ciut mendengar suara dari perempuan yang biasanya lemah lembut. "Aku belum selesai," lanjutnya.

"Jangan betele-tele, sebenarnya kau ini siapa?!" tanpa sadar Ren berteriak pada perempuan itu. "Aku tidak suka seperti ini! Katakan suatu hal kecil yang bisa memperjelas semuanya!"

Perempuan itu tersenyum. "Kau adalah orang yang paling berani melawanku. Tapi, baiklah ..." Ren melihat perempuan itu berdiri dari tempatnya duduk lalu menatap lamat Ren. "Biar kuperjelas, Ellea dibunuh, tapi dia tidak mati. Para bangsa dark mengikat jiwanya, mereka menjadikannya sebagai senjata perang paling menakutkan—sang precious. Dan dia ... Sudah ada di depanmu sekarang."

"K-kau ..." keringat dingin mengalir dari pelipis Ren. Matanya terbelak tak percaya dengan perempuan yang mengaku sebagai sang berharga. "Kau yang mereka sebut percious?" tanya Ren histeris.

Perempuan itu tertawa. Tawanya membuat bulu kuduk Ren berdiri. "Hei, apa yang kau bicarakan. Namaku Ellea, Ellea Wallerie." Ren terdiam. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Apa hal yang membuat perempuan itu berubah seratus delapan puluh derajat. "Dari pada membahas namaku," ujar perempuan itu, "lebih baik kau jawab pertanyaanku."

"Pertanyaa?" alis Ren saling bertautan.

"Apa semuanya harus kuperjelas?" perempuan yang mengaku dirinya sebagai Ellea itu menatap Ren geram. "Dengarkan ini? Ada dua pilihan untukmu saat ini. Pertama kau berjuang bersamaku untuk mempertahankan ikatan antara kita berdua, tapi, setelah itu akan ada banyak tantangan yang menimpamu. Karena status kutukan masih melekat padaku. Kau akan mendapat lebih banyak lagi, banyak, dan banyak luka yang lebih pedih dari yang pernah kau alami." perempuan itu mengacungkan satu jarinya.

"A-apa maksudmu? Ikatan? Ikatan apa?" ribuan pertanyaan berpusing di benak Ren. Ia ingin mengeluarkan semuanya, tapi belum tersampaikan semuanya itu telah tergantikan pertanyaan baru.

"Ikatan seperti ini." perempuan itu menepuk telapak tangannya pelan. Cahaya berpendar di sekitar tubuhnya lalu perlahan menampakkan ratusan helai benang yang terhubung pada Ren. "Cahayanya sudah meredup. Pemuda yang memiliki dua jenis element itu tengah melepas ikatan ini." tatapan sendu dapat terlihat dari sorot manik keemasan itu.

"lalu, pilihan ke dua?"

"Pilihan ke dua, kau tak mengambil pilihan pertama. Artinya, kau tak ingin berjuang lagi dan menyudahi semua ini. Kuperjelas, kau akan mati begitu laki-laki yang kau sebuat sebagai Gray itu melepas ikatan antara kita berdua."

"Jika, aku memilih pilihan ke dua, apa yang terjadi?"

"Itu jelas. Kau akan mati." jelas perempuan itu.

"Jika, semua itu memberikan ketenangan bagiku, aku pilih pilihan ke dua." ujar Ren mantap.

"Apa?!"





Note:

Wellcome back!! 😁

Readers: kemana aja, sih? Dasar tukang php!

Apa? Apanya yang php? Aku gak janji up kemarin, kemarin, atau kemarin, kan? 😁

Udah, udah, enggak. Minggu kemarin saya gak punya kuota jadi ya begitulah. Itung-itung liburan menyambut lebaran 😆.

Readers: salam tempel woy!

Hah ... 😅 gak, gak ada salam tempel.

Readers: huuu ...

Hah ... Dari pada bahas salam tempel bahas Prince or Prince aja ya 😆

Reders: huuu ...

Serah dah,

Dan akhirnya POP berhasil update karaena bantuan tethering 😅 gak papa lah ya, mumpung ada. Dan begitulah ..

Readers: maksudnya apaan, sih?

Sekian ...

Selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan ... Mohon maaf lahir batin 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro