Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 25

"Hari-hari berlalu, kini usia sang putri menjejak lima tahun. Ia tumbuh menjadi putri yang penuh rasa ingin tahu. Karena kesehariannya yang terus terkurung di dalam istana, tak ada yang mampu menjawab rasa keingintahuannya itu.

Suatu hari putri yang diketahu dengan nama Ellea itu bertanya pada pelayannya, "Leah, kenapa aku tak boleh keluar? Aku ingin melihat benda warna-warni itu." Ellea menunjuk rumpun bunga krisan yang tengah merekah-merekahnya.

"Maaf, Tuan putri. Anda tidak boleh keluar sebelum mendapat izin raja," ujar sang pelayan menatap iba sang putri yang terduduk penuh harap di depannya.

"Jika begitu, aku akan bertemu Ayah. Pasti dia akan mengizinkanku keluar," kata sang putri penuh percaya diri. Ia hendak beranjak, tapi Leah menahannya.

"Sebaiknya jangan, Tuan putri. Raja sedang sibuk, raja akan marah jika mendapat gangguan."

"Oh, begitu ya."

Akhirnya, Ellea pun hanya bisa memandangi rumpun krisan aneka warna itu dari balik jendela kamarnya.

***

"Leah ... Aku ingin bertemu Ayah," rengek sang putri membuat Leah pusing bukan kepalang.

"Maaf, Tuan putri. Raja tengah menghadiri rapat dengan raja-raja negara sebrang. Anda tidak bisa menemuinya saat ini." nampak keringat bercucuran di pelipis Leah. Ia terlihat sangat lelah meladeni sang putri yang terus merengek.

"Pokoknya, aku ingin bertemu Ayah!" Ellea mendorong Leah yang berdiri menghalangi pintu kamarnya hingga terjungkal. Ellea memanfaatkan kesempatan itu untuk berhambur keluar kamar.

"Tuan putri, jangan!" jerit Leah histeris. Namun, Ellea tidak berminat menghiraukan jeritan Leah, kakinya terus melangkah mengikuti hasrat hatinya.

Ellea terus berlari menyusuri lorong-lorong sepi dengan karpet merah yang menutupi sebagian lantai pualamnya. Ellea berhenti di depan pintu besar berukir.

"Tuan putri, apa yang anda lakukan di sini?" tanya pengawal yang tengah berjaga di depan pintu.

"Aku ..." Ellea mencoba mengatur nafasnya. "Aku ingin bertemu Ayah!"

"Maaf, Tuan putri. Raja tidak bisa diganggu saat ini."

"Tidak! Aku ingin bertemu Ayah!" tegas Ellea. Keinginannya itu tidak bisa diganggu gugat lagi. Ia mendorong-dorong tubuh kekar pengawal itu, berharap ia akan terjungkal seperti Leah tadi. Namun, pengawal itu masih berdiri kokoh di tempatnya. Tenaga Ellea kecil tak mungkin menggeser seinci pun tubuh pengawal itu.

"Putri Ellea!" panggil Leah sekuat tenaga. Ia berlari sembari mencincing rok panjangnya. Pandangan sang pengawal beralih pada Leah yang lari tergopoh-gopoh membuat Ellea tak dihiraukan lagi olehnya.

Dengan gesit Ellea berlari melewati sang pengawal dan langsung mendorong kuat-kuat pintu berdaun dua. Semua pandangan beralih pada asal suara deritan pintu, bahkan orang-orang di dalam ruang rapat sekalipun.

"Ayah! Ayah!" Ellea berlari menghampiri sang raja yang masih terduduk dengan raut bingung di kursi kebesarannya.

"Ellea, sudah Ayah bilang, tetap di kamar!" ujar sang raja meninggikan suaranya.

"Tidak. Tidak mau. Ellea ingin melihat bunga di luar. Ellea mau jalan-jalan," rengek Ellea.

"Raja Kou. Kau tak pernah bilang memiliki putri yang terlahir dengan ruby curse." seorang raja bernama Loise Jewel unjuk bicara. Mata nilamnya masih terpaku dengan sosok Ellea yang memiliki warna mata mirah delima.

"Loise, percayalah ini hal yang biasa," sanggah Raja Kou.

"Tidakkah kau melihat mata putrimu? Jika ia terlahir di luar Benua Rine, aku bisa memaklumi, tapi dia—putrimu dia terlahir di tanah ini, bukan? Dan kau menyembunyikannya dari kami semua." Raja Yoru berdiri dari kursinya.

"Dan semua kehancuran akan dimulai dari negeri ini, Kou. Apa kau tak peduli dengan tanah Aelenci?" Raja Velich ikut unjuk suara.

"Apa pun alasanmu, Kou. Kita harus membunuhnya." Raja Loise menarik pedang dari sarungnya.

"Tolong jangan lancang, Raja Loise." ujar Raja Kou geram. Sementara Ellea bersembunyi di balik jubah sang raja.

"Aku setuju! Kita harus membunuhnya sebelum kutukannya menguasai tanah Aelenci dan menyebarkan wabah ke seluruh penjuri Rine." Raja Yoru dan Vlinch ikut serta mengeluarkan bilah-bilah besi dari sarungnya masing-masing.

Angin berhembus menerbangkan benda-benda bermasa ringan yang ada dalam ruangan. Menutup pandangan para raja yang tengah menegakkan pedang-pedang mereka. Begitu angin berhenti, yang tersisa hanyalah kehampaan—"

"Apa ceritamu tidak bisa lebih pendek lagi?" potong Ren membuat perengutan sempurna di bibir perempuan bermanik sewarna surya.

"Bisakah kau lebih sopan? Kau selalu memotong ceritaku. Itu menyebalkan!"

"Kau bertele-tele. Seharusnya kau menceritakan intinya saja," ujar Ren memberi saran.

"Itu sudah intinya, Ren!" geram perempuan itu. "Huh, kau ini. Baiklah, lanjutkan tidurmu! Kau akan bertemu denganku malam berikutnya—saat kau mulai masuk ke alam bawah sadarmu, aku akan menemuimu."

Angin kembali berhembus, menerbangkan kelopak-kelopak violet bunga aster—menutup pandangan Ren lalu meninggalkan kehampaan.

◆◇◆◇◆

"BlackAgent password 0.1 dan BlackAgent password 0.2?"

Berdiri dua laki-laki lengkap dengan setelan resmi Blackrial mereka di depan meja kerja Mrs. Mire. Dua laki-laki yang diketahui sebagai anggota Blackrial itu mengangguk mantap sebagai jawaban atas pertanyaan Mrs. Mire.

"Sebelum saya menjelaskan tentang misi ini, saya ingin kalian melepas topeng kalian," titah Mrs.Mire.

"Sebelum itu, kami minta maaf—"

"Saya yang berwenang untuk mengatur misi kali ini. Lepas identitas BlackAgent kalian!" tegas Mrs. Mire membuat dua laki-laki itu bergeming. "Tunggu apa lagi?"

"Baik."

Dari pada mendapat amukan dari Mrs. Mire, lebih baik menurutinya. Mungkin itu yang terbayang untuk mereka yang mengetahui sisi lain Mrs. Mire—sisi ketidakramahan beliau. Kedua laki-laki itu melepas topeng identitas mereka bersamaan. Menapakkan wajah asli di balik topeng yang selalu menyembunyikan jati diri mereka.

"Wah, wah ... Lihat siapa ini? Rival beratku. Zeon," saut Vier sembari melemparkan tatapan sarkastik khas miliknya.

"Tolong, jangan tampilkan wajah pura-pura terkejut itu. Kau pasti tahu kalau ini aku, kan?" Zeon membalas tatapan Vier dengan tatapan sinis yang tak akan goyah oleh terjangan badai.

"Kumohon, jangan mulai lagi!" usul Rezel yang nampak tak nyaman dengan persaingan dua orang aneh di depannya.

"Apa pun yang kalian debatkan, aku tak peduli." Zuan memutar bola matanya culas.

"Saya harap, kalian bisa bekerjasama untuk misi ini. Saya sangat-sangat memohon." semua beralih pada Mrs. Mire yang terlihat belum menunjukkan tanda-tanda perubahan sikapnya yang abnormal itu.

"Saya akan lakukan yang terbaik, Mrs," tegas Zeon menyatakan kesanggupannya.

"Saya juga akan melakukan yang terbaik," sambung Zuan.

Seulas senyum tipis terpoles di bibir Mrs. Mire yang terlihat pucat. Mereka semua yang ada di dalam ruangan bergeming. Tak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk merubah suasana di dalam ruangan bernuansa putih itu.

"Mrs, jika saya gagal membawa Ren pulang dengan selamat, saya siap menerima hukuman apapun. Bahkan, jika hukuman mati pun, saya akan menerimanya." semua pandangan langsung teralih pada Vier. Seakan mengatakan jangan bercanda! Dengan apa yang telah dikatakan Vier. Tapi, air muka Vier mengatakan bahwa ia benar-benar tidak bercanda dengan apa yang ia katakan. Cukup sudah. Ia sudah cukup terkekang dengan semua kebohongan-kebohongan itu. Sekarang adalah saatnya bangkit, bangkit menjadi Vier yang dulu. Vier yang penuh ego dan teguh mempertahankan apapun yang ingin ia lindungi.

Vier ... Kurasa, kau kembali sekarang! Walauaku tak terlalu suka dengan kau yang dulu, apa salahnya mencari sisi positif dirimu. Rezel menatap lamat Vier sembari menyungging senyum.

◆◇◆◇◆

"Zuan, tolong cari semua hal yang bisa dijadikan sebagai informasi untuk melacak Ren." Zeon memberi instruksi pada Zuan sembari terus memperhatikan kamar Ren yang telah porak poranda seakan tsunami baru saja menerjangnya.

"Apa ini akan membutuhkan waktu lama?" sela Vier di tengah kesibukan saudara kembar itu.

"Untuk informasi yang konsisten, sepertinya begitu," saut Zuan.

"Selama itu?" Vier melipat kedua lengannya.

"Dari pada ngomel tak jelas seperti itu, sebaiknya kalian membantu kami mencari sesuatu yang penting." Zeon terlihat tak tahan mendengar celotehan Vier.

"Oh, jadi kau ambil alih jadi ketua misi ini, ya," sindir Vier menatap sarkatik Zeon.

"Jika aku lebih pantas, mau bagaimana lagi," jawab Zeon menyombongkan diri.

"Apa?!"

"Sudah-sudah! Kumohon kalian seriuslah!" Zuan bersusan payah memecahkan pertengkaran Vier dan Zeon yang nampaknya makin bergejolak.

Sementara Rezel dan Felix hanya menatap hambar kelakuan konyol tiga orang aneh itu. Kali ini, mereka berdua tak ingin terlibat. Cukup sudah kekonyolan mereka berdua.

"Jadi, Vier dan Zeon itu rival? Dan biar kutebak mereka bersaing menjadi leader terkuat dan paling berpengaruh," ujar Felix mengira-ira.

"Yup, begitulah. Kuakui mereka itu para pangeran yang sangat-sangat konyol." Rezel tersenyum kecut melirik Felix yang berdiri dengan raut wajah tak percaya.

"Dan biar kutebak lagi. Vier selalu kalah jauh dengan Zeon."

"Sekali lagi, kau benar."

"Hei, kalian. Bantu aku!" pekik Zuan meneriaki dua orang yang hanya menonton pertunjukan tinju yang diikuti oleh orang-orang super absurd yang terselubung wajah tampan mereka.

Vier menjejakkan kakinya kesal di atas pualam yang dipenuhi abu. Manik nilamnya menilisir tiap barang-barang yang telah hancur berkeping-keping hingga tak lagi menunjukkan wujud aslinya. Sebuah lembaran kertas berwarna magenta yang hampir hangus menghentikan langkah Vier. Kertas itu langsung menyita perhatian Vier sepenuhnya, pasalnya ia sangat kenal dengan pemilik tulisan tangan yang ada di dalamnya. Itu tulisan Ren. Tertulis di sana:

Dear Diary, 12 Agustus

Tak kusangka, hari itu cepat datang juga. 13 Agustus! Aku tak sabar menanti hari itu tiba. Besok, hari di mana tepat usiaku menjejak 15 tahun. Ah, Ya Tuhan ... Aku sudah dewasa! Kuharap sifat Vier hari ini adalah sekenarionya. Aku tak sabar melihatnya tersenyum sembari menyodorkan kue dan Rezel berdiri di belakangnya dengan mengangkat setumpuk kado. Juga, Syira. Dia pasti sudah menyiapkan kado yang sepesial untukku. Kira-kira apa yang akan ia berikan? Ukh, membayangkannya saja membuat perutku bergejolak! Gray dan Ruby, apa yang akan kalian berikan padaku? Apa pun hal yang akan kalian berikan, pastinya itu akan menjadi sesuatu yang bermakna bagiku.

Ah, aku tak mengharap hadiah kalian. Yang kuharap hanyalah kekuatan memori kalian untuk mengingat hari ulang tahunku. Yah, hanya itu. Dan, Vier ... Kau pulang, itu sudah menjadi kado terbesar untukku. Terimakasih. Untuk alasan apapun TERIMAKASIH!

Wellcome my special day!!!

Gemetar. Vier merasakan sesuatu yang dingin menerjang dirinya. Membaurkan rasa bersalah dan penyesalan. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Tangannya mengepal, meremas selebaran kertas yang merupakan bagian dari diary Ren. Sesak memburu nafasnya. Entahlah. Ia tak pernah merasa sampai secemas ini sejak beberapa tahun lalu. Itu pun sudah amat lama. Rasanya seperti terlempar ke tengah-tengah gurun—membuat es yang orang bilang melapisi dirinya mencair seketika, melebur bersama panasnya surya.

"Ini benar-benar menyebalkan. Aku tak menemukan sesuatu yang membawa kita pada Ren," keluh Zeon pasrah. Yang ia temukan hanyalah setumpuk serpihan yang terbalut abu.

"Yup, pelakunya pasti menghilangkan jejak dengan menghancurkan tempat ini," ujar Zuan mengira-ira.

"Kita berangkat saat ini juga." semua pandangan beralih pada Vier yang berdiri di sisi ruangan.

"Kau bodoh, ya? Memangnya kita harus ke mana?" Zeon berkacak pinggang. Mata hazelnya menatap sinis Vier yang telah bertransformasi ke dalam emosi dingin dan tentu saja sulit dimengerti.

"Jika kalian hanya menggunakan keakuratan teori yang kalian pakai, tak ada gunanya jika kalian tak menemukan apa pun." Vier membalas tatapan Zeon dengan balasan yang biasa ia berikan. "Sebaliknya, jika kau menggunakan insting, akan lebih cepat."

"Insting!?" Zeon berjalan mendekat ke arah Vier, hingga menyisihkan beberapa jengkal antara dirinya dan Vier. "Kau pikir menggunakan kemampuan predatormu itu akan membantu? Tolonglah, Vier! Kau tak mau kejadian beberapa waktu lalu terulang lagi, kan? Kejadian itu disebabkan karena kau yang bersikeras menggunakan kemampuan predatormu itu. Dan akhirnya ... Apa yang terjadi? Kau hampir menghancurkan satu per lima Royal Junior High School."

"Berhenti sok tahu, Zeon. Itu masa lalu. Aku tak ingin hari ini habis hanya karena berdebatan kita. Sejujurnya, Ren membawa benda yang membuatku bisa melacaknya." Zeon terdiam mencerna tiap kata yang dilontarkan Vier. Dilihat dari lagarmtnya, Vier seperti mengejar sesuatu. Seakan ada hal yang tak ingin ia lewatkan. "Amulet-ku bersamanya," lanjut Vier.

"Kenapa tidak bilang, sih? Kita tak perlu capai-capai seperti ini, kan," gerut Rezel kesal.

◆◇◆◇◆

Seorang laki-laki berjongkok beberapa jengkal dari Ren yang bersimpuh lemah. Laki-laki itu mengangkat dagu Ren dengan jemarinya.

"Hei, kau tak akan bersikap sebagai orang lemah begitu di depanku, kan?" laki-laki itu tersenyum. "Apa kau tak punya daya untuk menjawabku?" laki-laki yang memiliki surai sekelam malam itu mengeratkan jemarinya.

"H-hentikan ..." jawab Ren lemah. Sentuhan selembut apa pun membuat dirinya merasa tertusuk benda-benda tajam.

"Mari kita lihat, apa kau masih bisa hidup tanpa percious?"

"K-kau." Ren mencoba menatap manik mirah yang dimiliki laki-laki itu. "K-kau tak a-akan b-bisa membunuhku! A-aku yakin, Vier ... A-kan datang," ujar Ren bersusah payah mengeluarkan suaranya. Laki-laki itu tertawa. Suaranya menggema membuat tubuh Ren gemetar.

"Vier, ya? Ternyata usahaku membunuhnya gagal lagi. Aku senang jika ia kemari, aku akan benar-benar membunuhnya di sini." Laki-laki itu tersenyum sarkastik.

"Tuan Raven."

"Gray, kau sudah datang." laki-laki bermanik mirah itu berdiri sembari membalikkan badan ke arah seseorang yang memanggilnya. "Apa persiapanmu sudah selesai?" lanjutnya.

"Sudah, Tuan. Melepas ikatan precious kali ini akan sangat berat. Saya telah mempersiapkannya matang-matang." Tak lama, dua orang bertubuh kekar datang dengan menarik paksa seorang perempuan yang memiliki manik violet. "Dia adalah wadah sementara." Gray menunjuk perempuan yang terlihat meronta dari cengkraman tangan-tangan besar.

"Aku mempersilahkanmu untuk memulainya." Raven membuka jalan untuk Gray masuk ke dalam selubung yang mengurung Ren.

Apa pun yang akan ia lakukan, pasti semua ini akan berawal menyakitkan.

◆◇◆◇◆

Note:

Malam ini saya datang lagi ...
Mumpung paketan lagi bersahabat 😂

Btw, POP ganti cover mulu ya?
Yup, begitulah ... Lagi nyoba-nyoba bikin cover, ternyata susah!
Hnn ... Terserah dah, yang penting ada covernya.

Untuk chap 26, mungkin butuh waktu agak lama ... Mungkin.

Jangan kangen ya ...

Readers: apaan sih? Ngangenin Monochrome gak ada hikmahnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro