Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14

"Itu dia Darkness Castle," kata Vier menunjuk sebuah bangunan megah yang keseluruhan dindingnya berwarna kelam.

"Jadi, apa rencananya?" tanya Arenda.

Vier terdiam. Semuanya menatap penuh tanya ke arah Vier. Seketika suasana berubah 180°! Beginikah jika anak-anak elite sedang serius?

"Aku sampai lupa menyusun rencana."

GUBRAK!!

"Bilang aja dari tadi!" gertak Arenda emosi.

"Siapa suruh kalian terlalu serius?" Vier terkekeh geli.

"Lalu, kita harus bagaimana?" tanya Rezel memastikan. Belakangan ini ia jadi serius karena misi ini.

"Yang harus kita lakukan hanyalah masuk tanpa menarik perhatian," usul Agra.

"Jadi begitu. Aku punya ide!" seru Vier membuat semuanya langsung mengalihkan pandangan padanya. "Deaz, kau bisa membuat terowongan dari sini sampai melewati batas penjaga itu?" Vier menunjuk gerbang yang dijaga ketat oleh monster bertubuh besar.

"Tentu. Serahkan padaku," jawab Deaz mantap.

"Dan Agra, kau bisa memanipulasi aura kami semua? Para penjaga itu memiliki indera yang cukup kuat."

"Tentu saja. Itu keahlianku."

Agra menatap semua anggota timnya lalu ia menghela nafas panjang. Ia menutup matanya, ia mencoba menfokuskan elementnya. Begitu Agra membuka mata, manik matanya bercahaya. Ia mengarahkan tangannya pada semua. Serentak cahaya berpendar di sekitar mereka, menyelubungi mereka.

"Bagus, Agra. Deaz!" Vier memalingkan wajahnya pada Deaz. Deaz mengangguk paham.

Deaz menapakkan telapak tangannya ke tanah, di depannya tanah mulai runtuh dan membentuk sebuah lubang yang memanjang menjadi terowongan.

"Ayo. Tiket berangkat kita dimulai dari sini!"

Mereka semua berjalan menyisir terowongan. Deaz memastikan bahwa jalan yang mereka lalui benar-benar aman. Deaz sudah mengatur terowongan itu sedemikian rupa, ujung terowongan pun sudah bertempat di tempat yang tepat.

"Kalau boleh bertanya, Lya itu... Seperti apa? Lucu kan jika nanti kita salah orang," Arenda membuka percakapan.

"Lya itu-"

"Manis kaya permen," serobot Deaz memotong perkataan Vier.

"Kaya permen? Memangnya harus dirasain dulu ya?" tanya Yucie heran.

"Hush... Jangan bawa kisah asmaramu dengan Lya, Deaz!" sindir Rezel lalu terkekeh.

"Oy, kenapa malah jadi hubungan asmara woi!" seru Deaz sewot. Deaz dan Rezel saling senggol-senggolan bak metromini ugal-ugalan.

"Sudah, sudah. Kalian ini jika sudah bahas Lya ributnya minta ampun." Vier memisahkan merela berdua. "Aku tahu Lya itu cantik, dan pastinya membuat kalian kepincut kan?" tambah Vier membuat Deaz dan Rezel mendelik.

"Kau yang naksir Lya kan!?" seru Deaz dan Rezel bersamaan.

"Ah, aku tak mengerti jalan pikiran laki-laki. Kau gak ikut sekalian, Gra?" Arenda menyenggol lengan Agra.

"Aku kan belum pernah bertemu Lya Verin. Mana aku tahu," jawab Agra yang ternyata sedari tadi kebingunan.

"Kenapa kalian jadi bahas Lya sih? Tambah nih Trio Koplak nge- fans sama Lya ya?" serobot Yucie. Niatnya nyindir.

"Siapa yang kau bilang Trio Koplak?!" protes Deaz dan Rezel bersamaan. Lagi.

"Sudah, sudah. Jika kalian ingin tahu seperti apa Lya, tinggal kalian bayangin Rezel mode perempuan," jelas Vier membuat yang lainnya terdiam. Beberapa detik kemudian, tawa pun pecah yang membuat Rezel sewot.

"Sstt... Kita hampir sampai ujung terowongan," kata Deaz langsung membuat semuanya terdiam.

"Siapkan senjata kalian, kita memasuki zona bahaya!" Vier memberi instruksi.

Setelah mereka keluar dari terowongan, Deaz kembali menutup kulut terowongan. Lalu, mereka berdiri berjajar untuk mengatur strategi.

"Setelah ini apa?" tanya Arenda yang selalu mengawali percakapan.

"Kita harus menuju ke penjara bawah tanah. Di sana Lya dikurung. Tim akan dibagi menjadi dua. Tim satu terdiri dari Aku, Rezel, dan Arenda. Tim dua Deaz, Agra, dan Yucie. Tim satu menarik perhatian para penjaga, ingatn jangan melawan! Lalu-"

"Tunggu! Jika tak melawan kita yang dibunuh!" Arenda menyela.

"Mereka tak akan membunuh kita. Justru mereka akan menangkap dan membawa kita ke penjara bawah tanah. Manipulasi aura Agra akan menutupi element kuat milik kita. Jadi, kita akan terlihat sebagai Light yang memiliki element biasa." Arenda mengangguk paham. "Lalu, tim dua. Kalian akan mencari jalan lain menuju ke penjara. Harus berhasil! Ada banyak jalan menuju penjara bawah tanah, kalian bisa lihat pada peta yang dibawa Deaz. Usahakan kalian sampai saat kami berhasil mengeluarkan Lya dari penjara. Setelah itu, Agra akan membawa kita keluar dengan teleportasi. Jadi, kuharap Agra menghemat elementnya. Semuanya pahan?" semuanya mengangguk mantap.

"Ayo mulai!"

.
.
.

..... Area Latihan .....

"Itu bagus, Ren. Tingkatkan!" puji Felix senang. Kini Ren belajar lebih cepat. Tuntutan janji pada Vier membuatnya semangat, walau dirinya benar-benar belum memikirkan apa yang harus ia minta.

"Bagus. Sudah cukup untuk hari ini!" seru Felix membuat Ren berseri. Ia langsung merebahkan dirinya di atas tanah saking lelahnya. "Hei, jika ingin mandi, jangan mandi tanah!" kata Felix memperingatkan. Mood -nya bagai pelangi saat ini.

"Memangnya kenapa?"

"Nanti tanahnya kotor." Felix terbahak hingga terbatuk.

"Bodo amat!"

Ren beranjak lalu duduk dikursi tepian Area Latihan. Ia merenggangkan otot-ototnya lalu duduk bersantai.

"Kau kelihatan senang. Ada apa?" Felix menelisik air muka Ren.

"Tak ada, aku hanya senang saja, latihanku sudah sejauh ini." Ren cengengesan.

Felix menimpuk Ren dengan handuk. "Jauh katamu, ini belum sampai seperempat jalan," celetuk Felix membuat Ren mangut-mangut.

"Aku tak peduli. Yang penting aku berhasil mencapai target Vier."

"Ternyata begitu cara Vier mengukur kemampuanmu."

"Maksudmu?" Ren mengerutkan dahi.

"Jika Vier memberimu batasan serendah ini, maknannya tahap perkembanganmu rendah," ujar Felix sedikit membuat Ren mengkerut.

"Kau selalu mengataiku lemah. Wajar saja, aku ini kan newbie," ujar Ren ketus.

"Newbie, newbie, newborn baru betul!" ejek Felix.

"Terserah..."

Ren berjalan menyusuri koridor. Kakinya menyisir pualam jingga mengkilat. Ini baru pukul tiga sore, tapi ia sudah kesepian saja. Di lantai teratas asrama sayap kanan hanya ada kamarnya dan Felix, jadi tak khayal jika ia merasa kesepian.

Dari kejauhan Ren melihat Gray tengah menyenderkan punggungnya pada sebuah pohon. Kepalanya menengadah seakan ia sedang berbicara pada seseorang di atas pohon.

"Gray!" panggil Ren dari kejauhan. Gray tertoleh pada si pemanggil. Ren berlari kecil menghampiri Gray.

"Ada apa Ren?" tanya Gray ramah seperti biasanya.

"Kau sedang bicara dengan pohon ya. Memangnya element milikmu apa sih?"

Gray mengerutkan dahinya. Detik berikutnya ia terkekeh. "Aku sedang bicara dengan seseorang, Ren."

"Siapa?" Ren menengadah mendapati seorang perempuan dengan surai gelap tengah nangkring di ranting pohon. Dia melambaikan tangannya pada Ren.

"Kau yang namanya Ren?" tanyanya.

"I-iya namaku Ren," jawab Ren tergagap.

Perempuan itu melompat turun dari atas pohon.

"Ah, hai! namaku Ruby." perempuan itu memperkenalkan diri dengan sangat anggun. Pasti laki-laki yang berkenalan dengannya langsung terpukau, tapi tidak untuk Ren. Ingatkan, dia itu PEREMPUAN. "Aku kelas XI Royal Class F, aku kakak Gray," tambah perempuan itu.

"Eh, Gray punya kakak?"

"I-iya. Memangnya kenapa?" jawab Gray agak tergagap.

"Kalian enggak mirip." Ren menelisik wajah mereka satu per satu.

"Eh, a-anu... Kami kakak adik, kok." Gray gelagapan.

"Nama kami mirip, kok," jawab Ruby sedapatnya.

Mirip dari mana? Umpat Gray yang sudah agak terpojok.

"Gak percaya? Kami ini Colors bersaudara." Ruby terkekeh.

Apanya yang colors bersaudara?! Gumam Gray yang tak mengerti jalan pikiran Ruby.

"Wah benar juga. Merah dan abu-abu ya." Ren ikut terkekeh.

Gray terdiam sejenak. Rasanya garing baginya. Tak disadarinya ternyata namanya dan Ruby bisa dikelompokkan dalam keluarga warna ya. Bodo amat!

"Kau teman baik Gray, kan?" tanya Ruby mengubah topik pembicaraan.

"Uhm... Bisa dibilang begitu, sih." Ren menggaruk kepalanya, padahal tak ada yang membuat kepalanya gatal.

"Wah, akhirnya adikku punya teman." Ruby menepuk punggung Gray. Sekadar basa-basi agar Ren tak curiga.

"Eh, memangnya Gray tak punya teman?" tanya Ren membuat Gray dan Ruby gelagapan.

Ruby terkekeh (sengaja dibuat-buat) lalu berkata, "Tidak benar sepenuhnya," katanya membuat Gray agak mangut-mangut. "Yasudahlah. Aku pergi, sampai jumpa!" Ruby beranjak meninggalkan Ren dan Gray.

"Umm... Tidak menghina, tapi kakakmu sedikit aneh," ujar Ren melihat Ruby yang berjalan menjauh.

"Mungkin dia gugup," saut Gray tenang. Ren hanya ber-oh-ria. Sepertinya tingkah Ruby yang tak biasa membuat Ren agak curiga.

.
.
.

.....Dark Castle.....

Tak sulit membuat para penjaga terpancing untuk menangkap Vier dan lainnya. Kini mereka semua tengah digiring ke penjara bawah tanah. Semuanya mencoba tenang. Memang itu sulit, bagaimana bisa tenang ketika tangan-tangan besar bersisik dan kasar mencengkram mereka.

Pintu sel yang berkarat tertutup dengan keras. Meninggalkan suara gema yang bersautan. Para penjaga menaruh mereka pada sel yang berbeda lalu meninggalkan mereka.

"Psssttt... Apa yang kita lakukan untuk membuka pintunya?" bisik Arenda. Dia agak...takut... Gelap.

"Sabar, Nenek Lampir! Sel ini dibuat dari element, jadi tak mudah membukanya kecuali kau seorang drakness," jawab Rezel agak sewot.

"Oke... Oke..." Arenda melipat tangannya lalu duduk bersila.

"Dasar tukang marah!"

"Hentikan kalian berdua!" Arenda dan Rezel terdiam. "Berhenti bertengkar! Membuka selnya bukan hal yang sulit." Vier tersenyum bersandar di luar sel seraya memainkan rantai yang tadinya mengikat sel besi itu.

"Jangam pamer padaku, Vier!" omel Rezel kesal.

"Ya,ya. Terserah..."

"Ah, aku tak yakin Vier memiliki element light murni."

To be continued.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro