primera fecha - first date
Semua karakter milik Mo Xiang Tong Xiu dalam karya Heaven Official's Blessing. Saya tidak mendapatkan keuntungan dengan membuat karya ini.
primer amor oleh bellasteils
Chapter 2: primera fecha - first date
Pair(s): he xuan x female!shi qing xuan (beefleaf/shuangxuan)
Genre(s): general, romance
Another tag(s): based on first love 2022 chinese drama scene meng xibai x wang xinyu, first love, love at the first sight, female!shi qing xuan, dancer!shi qing xuan, short fic each chapter, typos, etc.
Selamat membaca!
***
"He Xuan mau makan apa?" Qing Xuan menyodorkan buku menu. He Xuan mendelik. Bukan pada daftar nama makanan yang sulit dilafalkan, tapi daftar harga yang tertera.
Dompet He Xuan merana.
"He Xuan kenapa?" Qing Xuan khawatir, raut He Xuan terlihat pucat seperti menahan berak.
"Ti-tidak apa-apa..." ujarnya lemas. "Air putih saja."
Qing Xuan mengerutkan dahi. Gilirannya mendelik ke arah He Xuan. "Kok air putih saja?" seru Qing Xuan sedikit membentak.
"Emm, itu yang paling murah." bisik He Xuan sambil menunduk malu. Sorot mata Qing Xuan seperti sebuah momok menakutkan.
"Sini! Biar aku yang pesan!" ujar Qing Xuan dengan tegas. Tangannya mengambil paksa buku menu di tangan He Xuan.
Qing Xuan menyampaikan pesanan yang menurut pandang He Xuan makanan mahal dan berkelas kepada pelayan. He Xuan ingin merosot dari bangku. Ginjalnya meraung menghitung dalam pikiran total bill hari ini.
'Sial aku belum beli pakan ikan.'
"He Xuan tenang saja. Biar aku yang bayar semuanya. Oke?" Qing Xuan mengedipkan sebelah mata. Seketika merasa lensa kontaknya sedikit bergeser.
"Maaf He Xuan aku ke kamar mandi sebentar." sambil menutup sebelah mata yang perih.
"Kau baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa. Aku akan segera kembali." ujar Qing Xuan.
He Xuan kembali merenung sendirian di meja restoran. Di seberang hanya berjarak dua meja, ada sahabatnya, Hua Cheng dan gadis impiannya Xie Lian-jiejie saling menatap dan tersenyum malu-malu. Kadang Xie Lian tersipu mendengar celotehan Hua Cheng.
'Jijik.' batin He Xuan.
Pelayan wanita menghampiri He Xuan. Meletakkan makanan pertama.
Sepiring spageti bolognese dengan keju buratta di atasnya.
Makanan He Xuan hampir setiap hari. Hanya saja dalam versi instan dan tentu saja lebih murah.
Mie instan lebih tepatnya.
Uang beasiswa dan hasil kerja sambilan digunakan untuk biaya sehari-hari. Itu pun sudah sangat ditekan sedemikian rupa agar bisa ditabung.
Ditambah sebagai babu ikan cupang, He Xuan harus menyisihkan sebagian biaya makan untuk membeli pakan.
Menu berikutnya datang. Tak kalah fantastis. Steak Wagyu level A5 yang selama ini menjadi makanan impian He Xuan.
Qing Xuan sudah menawarkan akan membayar. Tapi ego He Xuan mengatakan tidak. Sebagai lelaki sejati, tidak boleh membiarkan gadis cantik yang membayar makanan.
Sayangnya, isi dompet berkata lain.
He Xuan dilanda kebimbangan. Makanan di meja sama sekali tidak digubris. Tangannya menopang kepala yang berat dengan beban hidup dan hutang.
Makanan lezat menjadi tidak menarik ketika dilanda beban keuangan.
Berkali-kali memanjatkan doa agak bisa menjadi ikan cupang saja. Atau ikan koi juga boleh. Lumayan harganya mahal jika dijual.
"He Xuan? Kau tidak apa-apa?" Tepukan pelan mendarat di bahu He Xuan. Qing Xuan baru kembali menata riasan. "Kita pulang saja ya? Kau kelihatannya kurang sehat."
He Xuan cepat-cepat kembali pada posisi duduk tegap. Ujung bibirnya melengkung ke atas dengan terpaksa. "Tidak apa-apa." ujarnya. "Mubazir kalau tidak segera dimakan."
"Oh, oke!" Qing Xuan kembali duduk dengan raut cerah ceria. Menyuap spageti sambil bercerita apapun yang bisa diceritakan.
Sementara He Xuan, menikmati sejenak surga makanan yang disuguhkan secara gratis. Mengunyah dengan pelan dan membiarkan papila lidah menikmati cita rasa. Meskipun dengan mengorbankan harga diri sebagai laki-laki.
'Sekali dalam seumur hidup!' batinnya sambil menangis dalam hati.
***
Udara malam menusuk kulit. He Xuan menyampirkan jaket pada bahu Qing Xuan yang terbuka. Gadis itu tidak perlu lagi meniupkan uap ke kedua tangan atau menggosokkan telapak tangan pada lengan.
"Terima kasih, He Xuan."
"Tidak masalah."
Beruntung He Xuan mengenakan kaos hitam lengan panjang. Meskipun tipis tapi cukup untuk melindungi kulit.
"Mau duduk sebentar?" Qing Xuan menunjuk pada bangku kosong.
Taman kota yang bersebelahan dengan tepi sungai. Menjadikan tempat favorit warga untuk bersantai melihat pemandangan sungai yang membentang. Memisahkan distrik Fugu dengan distrik Xian Le.
Di seberang sungai gedung pencakar langit menjadi pemandangan ikonik. Apalagi jika malam hari akan terlihat lebih cantik dengan kelap-kelip lampu malam.
Kapal pengangkut turis melintas. Membelah sungai, menyusuri dari sisi Timur ke sisi Barat kemudian kembali lagi.
Menikmati pemandangan malam yang langka disaksikan oleh He Xuan. Jika sesuai dengan runtutan jadwal harian, biasanya He Xuan sekarang sedang sibuk kerja sambilan atau mengerjakan tugas kuliah.
Sengaja menyelesaikan tugas lebih awal dan meminta libur kerja hanya untuk menemui Qing Xuan.
"He Xuan?" panggil Qing Xuan.
Panggilan itu membuyarkan lamunan. He Xuan menolehkan kepala. Memandang gadis cantik di depannya. Terlihat tengah ragu untuk mengutarakan sesuatu.
"Ya?" sahut He Xuan.
"Emm, apa aku selama ini mengganggumu?" tanya Qing Xuan.
He Xuan tertegun. Qing Xuan selalu blak-blakan dan tanpa basa-basi. He Xuan menunggu gadis penari itu melanjutkan maksudnya.
"Kau selalu menghindar kalau aku temui di kampus atau di tempat kerja. Kau tidak memberiku ID wechat, aku tidak tahu harus menghubungimu lewat mana selain Hua Cheng. Aku tidak bisa mengandalkan Hua Cheng terus-menerus" ujar Qing Xuan dalam sekali napas.
Pertanyaan berikutnya membuat He Xuan merasa bersalah. "Apa kau membenciku?" tanya Qing Xuan.
He Xuan belum merespon. Masih mencerna.
"Kalau kau membenciku kenapa waktu itu kau yang lebih dulu menyapaku?" Nada bicaranya bergetar menahan tangis.
"Apa kau tahu aku berusaha menemuimu, padahal kampus kita berbeda? Aku berlari menemuimu setelah lelah berlatih. Tapi yang aku temui sia-sia."
Setitik air mata muncul di sudut mata Qing Xuan. Sebentar lagi akan jatuh membasahi pipi.
He Xuan panik.
Tangannya meraba saku celana. Menemukan satu pack tisu ukuran kecil. He Xuan menyodorkan pada Qing Xuan.
"Sejujurnya aku senang kau mengundangku makan hari ini." Isak tangis mulai terdengar, "tapi ternyata kau hanya menemani Hua Cheng untuk kencan dengan Xie Lian-jiejie."
He Xuan membiarkan Qing Xuan menumpahkan tangis. Di posisi seperti ini ia bimbang harus berbuat apa. Hanya bisa meunggu.
Tangis Qing Xuan mereda meskipun masih sesenggukan.
Tisu pemberian He Xuan digunakan untuk menyeka air mata. Bedak dan mascara sedikit luntur. Matanya sembab.
"Qing Xuan..." panggil He Xuan. Qing Xuan tidak menoleh. Entah karena masih marah atau...?
'Wajahku jelek sekali!' batin Qing Xuan.
He Xuan meraih kedua bahu Qing Xuan. Membawa si gadis untuk menatap maniknya.
"Sebelumnya aku ingin minta maaf." ujar He Xuan.
"Aku tidak pernah membencimu. Orang yang harusnya dibenci adalah aku."
Ucapan He Xuan membuat gadis rambut panjang itu memiringkan kepala. Melupakan ingus dan air mata yang membuat wajahnya nampak buruk di depan He Xuan.
"Aku mengidamkan gadis yang lugu, pendiam dan berwibawa. Saat aku melihatmu pertama kali, kupikir kau orangnya." He Xuan mengambil jeda, "tapi aku terlalu berekspektasi."
"Jadi, aku tidak termasuk gadis yang kauimpikan?" tanya Qing Xuan tepat menusuk He Xuan.
He Xuan tidak menjawab karena takut menyinggung perasaan Qing Xuan. Entah itu jawaban ya atau tidak. Pemuda He itu hanya bisa menundukkan kepala.
"Aku mengerti..." ucap Qing Xuan. Manik emeraldnya menatap tegas pada manik gelap He Xuan. "Kalau begitu, aku akan berusaha untuk menjadi lebih pendiam dan berwibawa."
Qing Xuan berdiri. Melangkah dengan mantab menuju masa depan.
He Xuan panik. Bergegas menyusul. "Tunggu, Qing Xuan!"
***
[Flashback]
"Dia menanyakan kau lagi." Hua Cheng menyodorkan layar ponsel terbarunya. Menampilkan ruang chat milik Qing Xuan yang menanyakan keberadaan He Xuan.
"Mau dibalas apa lagi? Tidak capek mengelak terus? Kan kau sendiri yang mengajak kenalan duluan. Sudah sebulan lebih kau terus menghindarinya. Dia sudah jauh-jauh dari universitas sebelah. Masa kau tidak kasihan?" Hua Cheng terus mengoceh, tidak membiarkan He Xuan menjawab satu kata pun.
"Kalau tanya itu satu-satu!" He Xuan kesal dicerca Hua Cheng terus menerus.
Dalam sebulan ini, setiap hari pasti ada saja topik Qing Xuan. Hua Cheng yang menunjukkan ruang chat atau orangnya sendiri yang muncul secara tiba-tiba.
Bukannya He Xuan tidak suka. Hanya belum siap dan berani menghadapi realita. Juga denial dengan perasaannya.
"Jangan terlalu pilih-pilih. Siapa tahu kau jodoh dengan Qing Xuan." ujar Hua Cheng.
"Buang jauh-jauh tipe gadis idealmu." lanjut Hua Cheng di saat He Xuan masih merenung.
"Sudah untung gadis seperti Qing Xuan mau menerimamu."
He Xuan merasa tertohok dengan ucapan Hua Cheng.
Kalau dipikir, He Xuan belum pernah merasakan pacaran sebelumnya. He Xuan terlalu sibuk kuliah dan kerja sambilan. Ditambah keuangan He Xuan tidak bisa memuaskan impian gadis yang selalu ingin dimanja dengan hadiah spesial.
'Apa aku coba saja dengan Qing Xuan?' batin He Xuan.
"Lagipula ya, Qing Xuan itu kaya raya. Siapa tahu kau bisa berhutang di tempatnyaーBUK!" sebuah buku mendarat di lengan Hua Cheng.
"Sembarangan kalau bicara!"
"Sialan!" Hua Cheng mengelus lengannya yang perih dicium sampul buku tebal.
"Cheng, kau kapan ada kencan dengan Xie Lian-jiejie?" tanya He Xuan.
"Sabtu depan mau makan di restoran Italia. Kenapa?" tanya Hua Cheng.
"Bagus, aku ikut!"
Hua Cheng mengerutkan dahi. "Tumben rela jadi obat nyamuk?"
Lengan Hua Cheng kembali menjadi sasaran buku Ilmu Dasar Kelautan milik He Xuan. "Aku belum selesai bicara! Ajak Qing Xuan juga!"
"Kenapa tidak mengajaknya sendiri? Kenapa harus bersamaku?" tanya Hua Cheng.
"Pertama, aku tidak punya ponsel. Kedua, kalau uangku kurang bisa langsung melempar tagihan kepadamu."
Hua Cheng, "..."
Tidak tahu malu.
Perjalanan cinta pertama He Xuan pun dimulai.
***
Bersambung.
***
Terima kasih sudah membaca.
Salam,
Bella
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro