9th
Eve kembali. Tatapannya kosong selama perjalanan menuju rumah. Entah kenapa, dia merasa ada yang salah tadi. Bahkan, wajah sendu gadis itu tampak ... asli di pandangan Eve.
"Wah, Eve sudah pulang!" seru Lumi.
"Eve, selamat datang," sambut Lixa yang tengah sibuk merapikan piring-piring di dapur.
Pemuda berambut perak terperanjat dengan keberadaan mereka. Cepat-cepat Eve menghindari mereka. Eve lari menuju kamarnya, takut-takut mereka menanyakan Teresa. Maka itulah dia menghindari pertanyaan tersebut. Sebab pun, ini salah Eve memikirkan Aster tadi, perbuatannya yang membuat Eve melupakan tujuan awalnya ke Lennox.
Tidak peduli dengan reaksi kedua saudaranya. Sesampai di kamar, Eve menutup pintu rapat-rapat. Pemuda itu duduk di balik pintu sembari memeluk kedua kakinya. Pada detik ini, benaknya dipenuhi oleh Aster. Eve bertanya-tanya, kenapa gadis itu menanyakan hal itu? Bahkan, membuat Eve teringat lagi masa lalunya di Sprinnorth. Masa lalu menyakitkan yang sampai detik inipun Eve tidak bisa melepaskannya.
Ini ... tidak mungkin, kan? Bukankah kau sudah mati? Bukankah kau ... palsu?
"Eve, ada apa? Kau baik-baik saja?" Tiba-tiba saja, Lixa menghampiri pintu kamarnya. Jantung Eve nyaris lompat dari tempat. Posisi Eve bahkan menjadi goyah. Bersikeras, dia tidak mengeluarkan suara kejutnya.
"A-aku tidak apa. Kenapa kau kemari?"
Suara gesekan pelan mengalun di balik pintu. Tampaknya, gadis itu turut duduk sepertinya di depan pintu.
"Aku khawatir kau terjebak masalah tadi."
Eve mengembuskan napas. "Lixa ...."
Gadis itu, Lixa, mengukir bibirnya menjadi senyuman simpul. "Tampaknya tebakanku benar."
"Aku ... tidak tahu. Ketika aku memikirkannya, rasa bersalahku semakin besar."
"Kalau begitu, coba cerita padaku, Eve. Siapa yang kau temui, dan apa yang membuatmu seperti itu."
Eve kemudian memberanikan diri membuka mulutnya. Eve mulai bercerita pertemuannya dengan Aster tadi menghentikan dirinya ke Lennox. Tidak lupa perihal pertanyaan aneh Aster yang muncul begitu saja.
Setidaknya, apa yang Eve utarakan saat ini mampu membuat pikirannya lunak. Cukup butuh beberapa menit, sebelum akhirnya Eve berhenti bercerita padanya.
Wajah Lixa termenung seiring berjalannya waktu. Mendengar pertemuan itu membuatnya senang sekaligus sedih.
Di stasiun itu, mereka benar-benar bertemu. Namun, Aster tidak mengutarakan apa yang dia inginkan pada Eve. Aster juga tidak membela keberadaannya yang dianggap palsu oleh Eve. Selalu saja ... seperti ini. Persis saat mereka masih berada di Sprinnorth bersama.
Sambil melepas napas, Lixa mencoba menyusun kata-katanya.
"Eve ... maaf. Kurasa aku tidak bisa bantu maupun beri solusi. Namun, satu hal yang kuketahui, Aster selalu menyembunyikan sesuatu. Dia selalu memendam apa yang dia rasakan, maupun apa yang ingin dia ucapkan. Dia memendamnya karena rasa takut. Aku sadar itu, bahkan sudah sedari dulu dia bersikap seperti itu. Maka itu ... aku berpikir, sepertinya kau harus kembali menemuinya, untuk perbaiki kesalahpahaman."
Eve mendongakkan kepala. Kalimat itu ... menyadarkannya dalam beberapa detik. Dia sudah melukai Aster. Teman yang dia anggap sudah hilang selamanya, ternyata berada di hadapannya tadi.
Bukan Aster palsu.
Kenapa Eve telat menyadarinya?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro