Bab 13
Setelah keluar dari toko ponsel tersebut, Vera seperti anak kecil yang baru saja diberi es krim kesukaannya. Wanita itu kini mengkaitkan tangannya pada tangan Rehan dan tersenyum bahagia ke arah pria tersebut.
"Sekarang ponsel kita sama dong." Vera menunjukkan ponselnya pada Rehan. Tipe ponsel yang dia gunakan, sama dengan Rehan. Hanya warnanya saja yang beda. Rehan menggunakan warna hitam dan Vera menggunakan warna Pink. Persis seperti yang pegawai toko ponsel tersebut perlihatkan sebelumnya.
Rehan tak menjawab. Namun, pria itu hanya mampu tersenyum ke arah Vera. Dia jelas tidak mau menghancurkan perasaan bahagia Vera saat ini. Wanita itu memang sengaja membelikan Rehan ponsel yang sama seperti miliknya karena ponsel yang pria itu miliki sebelumnya sudah sangat menyedihkan. Ponsel keluaran beberapa tahun yang lalu dan juga layar ponsel tersebut sudah pecah dibeberapa bagian.
Entah mengapa Rehan tidak mengganti ponselnya, Vera tidak ingin bertanya detailnya karena menurutnya hal seperti itu tidak perlu dia tahu dan pria itu pasti memiliki alasan tersendiri. Namun, untuk membeli ponsel baru Rehan, tentu saja Vera tak keberatan. Wanita itu malah senang karena bisa memberi sesuatu pada pacarnya tersebut.
"Terus, kita mau ke mana sekarang?" tanya Vera sembari mengedarkan pandangannya pada beberapa toko yang ada.
"Hmm, katanya. Mba mau cari baju?"
"Eh iya ya, ya sudah kita cari baju."
***
Vera dan Rehan masuk kesebuah toko baju yang cukup terkenal mahal. Rehan bahkan tidak sanggup melihat harga dari baju-baju yang dijual di sana. Dia bahkan hanya dapat mengulas senyum pahitnya saat melihat Vera tengah sibuk memperhatikan baju-baju yang tengah dipajang.
"Ini bagus ga, Re?" tanya Vera sembari mengangkat sebuah baju lengan pendek pada Rehan.
Rehan memperhatikannya dengan saksama dan pandangannya pun terfokus pada harga dari baju tersebut.
'apa, harganya 200ribu!'
"Bagus kok, Mba. tetapi-." Rehan mendekatkan dirinya pada Vera, dia kemudian berbisik pada wanita tersebut. "Harganya mahal banget."
Vera yang mendengar ucapan Rehan pun sedikit tersenyum geli. "Ini enggak mahal kok, Re."
"Mahal, Mba."
"Tapi kan, kualitasnya bagus."
"Iya sih."
***
Setelah lama berkeliling di toko baju tersebut, Vera pun mendapat beberapa pakaian yang ingin dia beli. Namun, di sampingnya Rehan hanya mampu menghembuskan nafasnya dengan kasar. Pria itu cukup bingung dengan Vera yang mampu menghabiskan uang yang banyak hanya untuk sebuah pakaian.
"Ini, Mba." Vera memberikan semua pakaian yang dia ingin beli pada pekerja yang tengah menjaga kasir.
"Ini saja, Mba?" tanya pekerja tersebut.
Vera pun mengangguk sebagai jawaban. "Iya, itu saja."
Satu per satu baju yang Vera beli discan harganya dan saat itu Rehan yang melihat total pembelian baju pacarnya hanya dapat meneguk salivanya dengan kasar.
Total belanjaan Vera kali ini nyaris 2 juta. Padahal hanya beberapa pakaian dan uang sebanyak itu nyaris sama dengan gaji yang biasa Rehan terima untuk pekerjaannya dalam sebulan. Iya, pekerjaan sampingan yang dia kerjakan saat memiliki waktu luang.
***
Vera dan Rehan sudah sampai di rumah Vera, seperti biasanya. mereka akan menghabiskan beberapa menit untuk berbincang di dalam mobil sebelum akhirnya berpisah dan kemudian bertemu lagi besok. sebenarnya mereka bisa saja berbincang dipanggilan telepon. namun, mereka tidak terbiasa melakukan hal itu karena memang mereka lebih sering bertemu.
untuk beberapa hari ke depan, mereka pun cukup merasa aneh karena akan berpisah walau hanya untuk beberapa hari.
"Hmm, besok pergi kemahnya jam berapa?" tanya Vera tanpa berani menoleh pada Rehan yang kini tengah memperhatikannya.
"Besok disuruh ngumpul jam tujuh sih, Mba. Soalnya berangkatnya jam delapan."
Vera mengangguk paham setelah mendengar ucapan pacarnya tersebut. Wanita itu terdiam sembari memikirkan sesuatu.
"Besok, saya boleh antar kamu?"
Pertanyaan tiba-tiba Vera itu jelas membuat Rehan terkejut, besok masih hari kerja dan wanita itu mau mengantarnya untuk pergi kemah.
"Seriusan, Mba?" tanya Rehan sembari menautkan alisnya, pria itu ingin memastikan apa yang Vera katakan sebelumnya.
"Iya."
***
Keesokan harinya, Vera sudah bangun dari tidurnya pukul enam pagi. Wanita itu langsung menghubungi Rehan untuk bangun dan bersiap-siap pergi. Namun, pria itu harus menjemput Vera terlebih dahulu dan nantinya wanita tersebut yang akan membawa mobilnya. Iya, selama Rehan tidak ada. Vera kembali seperti dahulu, menyetir sendiri pergi dan pulang kerja.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Vera jelas sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Wanita itu tidak ingin dianggap sebagai wanita yang manja.
Hmm, sepertinya uang yang akan diberikan Vera setiap bulan pada Rehan adalah imbalan untuknya karena mengantar dan menjemput Vera. Padahal niat awalnya adalah untuk bayaran sebagai pacar sewaan.
"Halo, Re!" Vera memanggil dengan nada yang sedikit tinggi. Namun, pria itu tidak menjawab panggilannya. hanya ada suara dengkuran yang wanita itu dengar. "Rehan!"
"Hmm," gumam Rehan dengan pelan. Sepertinya pria itu sedikit sadar, walau tak sepenuhnya bangun.
"Re, ayo bangun. ini sudah jam 6 loh. kamu harus siap-siap. Mandi, cek semua barang kamu terus pergi." Vera sedikit emosi saat mengucapkan hal tersebut, wanita itu jelas tak ingin Rehan telat. Namun, yang dapat dia lakukan hanyalah memarahi pria tersebut lewat panggilan telepon.
"Iya, Mba," balas Rehan dengan sekuat tenaga. pria itu langsung menutup panggilan tersebut dan kemudian menutup matanya lagi.
***
Setengah jam berlalu, Rehan tak kunjung datang. Vera pun semakin resah karena takut pria itu akan telat.
"Ke mana sih, Rehan?" omel Vera sembari melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit lebih.
Vera pun memutuskan untuk menelpon Rehan lagi. Namun, panggilan tersebut tidak dijawab oleh pacarnya.
Slang beberapa menit, suara klakson mobil terdengar di depan rumah Vera. Wanita itu bergegas keluar dari rumah dan setelah melihat kedatangan Rehan. Dia pun dapat bernafas lega.
"Kenapa telepon saya enggak diangkat?" tanya Vera dengan nada mengomel saat masuk ke dalam mobil.
"Maaf, Mba. Enggak kedengaran. Ponsel saya di tas," jelas Rehan agar Vera tidak kembali marah.
"Ya sudah, yuk jalan."
***
Selama perjalanan, Vera senantiasa mencuri pandangannya ke arah Rehan yang tengah fokus menyetir. Pria itu terlihat sangat keren saat tengah fokus, hal itu membuat Vera mengulas senyumnya.
Setelah nyaris satu bulan Vera dan Rehan bersama, ada banyak hal yang sudah mereka lakukan bersama. Hal-hal yang cenderung biasa. Namun, tidak untuk Vera. Wanita itu makin sadar, bahwa hidupnya harus dia nikmati dan jalani dengan kebebasan. Tetapi, semakin ke sini. Vera semakin takut dengan hal-hal yang mungkin terjadi. Seperti, perginya Rehan dari kehidupan wanita tersebut.
Tidak, tidak dengan kematian. Tetapi, lebih ke arah. Rehan menemukan wanita yang dia cintai dan itu bukan Vera.
"Mba," panggil Rehan sembari melambaikan tangannya dihadapan Vera. Ternyata sejak tadi wanita cantik itu tengah melamun dan sekarang mereka sudah berada di parkiran kampus Rehan. "Mba, enggak papa kan?"
Vera menggeleng pelan sembari berusaha menyadarkan dirinya. tatapannya terfokus pada orang-orang yang tengah berdiri di halaman kampus, tempat Rehan harusnya menunggu bus.
"Mba, mau ikut turun?" tanya Rehan yang langsung membuat Vera menatap ke arahnya.
"Iya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro