Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 5

Chapter 5

***

♡♡♡ Happy Reading ♡♡♡

***

Aku tak bisa menolak, saat Vay dan Ken membawaku ke sana kemari. Hingga langit terlihat mulai menggelap. Bukan faktor mau hujan, tapi malam akan segera tiba.

"A—aku harus segera pulang," ucapku takut-takut.

Saat ini kami duduk di bangku taman. Vay tengah memakan ice cream di samping kananku sementara Ken di sisi kiri juga begitu. Aku memegang ice cream yang sudah di belikan oleh Ken dan terpaksa memakannya.

Ken dan Vay menatapku lalu terkekeh.

"Cepat amat pulangnya. Ini baru juga siang, ckck," ejek Vay.

Aku menunduk, 'Siang apanya, ini sudah hampir malam.'

"Jangan buru-buru Mi, kita main-main dulu lah, hehe." Vay berucap santai.

'Huft, seenaknya memberi panggilan khusus namaku. Nama yang terlihat ke cewek-cewek-an, meskipun memang kenyataannya aku lemah kayak cewek.'

Setelah puas menyeretku ke sana kemari, akhirnya aku di lepas juga dari mereka, meskipun belum sepenuhnya. Aku tidak tau bagaimana keesokannya. Aku melangkah masuk ke gedung kecil dan menaiki satu persatu tangga masuk ke dalam kamar. Aku tinggal bersama Ibuku yang adalah seorang Dukun. Ayahku sudah meninggal sewaktu aku masih SD dan aku hanya memiliki Ibu di dunia ini. Karena pekerjaan Ibuku, membuat ku selalu di bully di sekolah, entah itu dari masa kanak-kanak sampai sekarang.

Aku menaruh tas di meja belajar dan berbaring di kasur karena lelah. Bekas luka pukulan masih ada di wajahku. Aku menatap langit-langit kamar dengan mata berkaca-kaca.

'Kalau saja tubuhku tidak seperti ini, mungkin aku bisa bergaul dengan yang lain.'

Aku menatap foto seorang gadis kecil bersama kedua orang tuanya tampak bahagia di dinding kamar. Rahasia yang selama ini ku simpan rapat-rapat bersama keluarga. Dulu, aku tinggal di sebuah desa kecil sebelum ayahku meninggal. Aku tidak semenyedihkan ini sebelumnya. Aku benci tubuhku. Aku terlahir sebagai perempuan dulunya, di besarkan selayaknya seorang gadis, tapi semenjak umurku 8 tahun aku berubah menjadi anak laki-laki. Aku tidak tau bagaimana ini terjadi dan kedua orang tuaku segera keluar dari desa itu secara diam-diam dan meninggalkan rumah kami di sana.

Banyak kejadian yang tidak ku ingat ketika berubah menjadi laki-laki. Ketika aku bertanya ke Ibu. Ibu langsung marah dan menyalahkanku karena Ayah meninggal. Aku dan Ibu tidak pernah berhubungan baik. Namun, Ibu tetap menafkahiku meski kita jarang berbicara satu sama lain.

"Sebaiknya aku mandi, sebelum Ibu pulang," gumam ku bangkit dari kasur menuju kamar mandi.

***


Hari yang begitu melelahkan. Tak ada yang berubah, aku masih merasa dunia begitu keras. Tepat pagi ini aku kembali ke Sekolah, dengan tanpa semangat sedikitpun. Walaupun sedikit berbeda, karena kehadiran Ken dan Vay terkesan baru di hidupku.

Aku mengintip jam yang ada ponsel. Sebentar lagi jam olahraga akan tiba. Semua masih sibuk mengobrol satu sama lain. Hanya aku yang sendirian, hanya aku yang tak punya teman.

"Huft." Aku hanya mampu menghela nafas. Siapa yang mau mendekatiku? sementara, sikapku yang seperti ini tak membuat orang lain betah.

Aku beranjak dari bangku. Dari pada seperti ini, lebih baik aku mengganti pakaian. Aku tidak mau berganti pakaian bersama laki-laki lain. Tidak! Jangan berpikir aku gay. Hanya saja jiwaku ini terasa layaknya perempuan.

"Mio!"

Tubuhku seketika menegang saat seseorang memanggil namaku. Aku menoleh, aku tau suara itu milik Vay.  "A—apa?"

"Lo mau ke mana?" tanya Vay dengan dahi mengerut.

"Ma—mau ganti pakaian," jawabku gugup.

"Ck, kenapa lo nggak ajak kita. Kan bisa bareng." Vay berdecak heran, tatapan tajam miliknya seakan menusukku.

"Heh, lo jangan gitu lah. Kasihan anak orang, lo kasarin mulu." Ken membuka suara lalu beranjak merangkul pundakku. "Ayo!"

Aku mengangguk ragu. Hatiku merasa tak tenang di posisi saat ini. Aku hanya bisa menurut saat Ken dan Vay membawaku. Terlihat sekarang, aku tengah berjalan beriringan dengan mereka. Seperti biasa mereka mengapitku di tengah-tengah. Apa yang harus ku lakukan? Aku menatap frustasi tanah. Padanganku layaknya seseorang yang akan dilecehkan sebentar lagi.

"Mio?"

"Mio?"

Aku tersadar saat Ken menepuk bahu ku pelan. Karena tak fokus, aku baru menyadari kami sudah berada di toilet.


"Lo nggak apa-apa 'kan?" tanya Ken sedikit khawatir.

Aku menggeleng cepat. "Nggak, nggak apa-apa."

"Oh, syukurlah. Gue pikir lo kerasukan," ucap Ken asal.

Aku mendelik kesal, sembari memperhatikan gerak-gerik Ken yang sedang menggantung pakaian olahraganya di tempat khusus gantungan. Tiba-tiba, aku menyadari sesuatu dan aku berteriak kaget saat Ken akan membuka seragamnya.

"Aaa!" Refleks, aku menutup mata dengan baju olahraga di tangan.

Ken menoleh dengan wajah heran. "Lo kenapa teriak gitu, woi! Gak ganti baju?"

Aku gelagapan, lalu berlari masuk dalam toilet. Benar-benar memalukan.

~

Aku ke luar dari toilet dengan pakaian olahraga lengkap. Tatapanku berhenti melihat Ken berdiri tak jauh dariku. Ken tampak bersandar di dinding toilet, dengan tangan bersedekap.

"Sudah selesai?" tanya Ken dengan wajah dingin.

Aku mengangguk pelan. Ada rasa takut menghantui pikiran, saat melihat wajah Ken seperti itu. Apa Ken marah karena teriakan ku sebelumnya? sungguh, aku benar-benar tidak sengaja.

Aku dapat melihat Ken yang mulai berjalan mendekatiku. Lalu berhenti tepat dihadapanku.

"A—ada apa?"

Bukannya menjawab, Ken beralih mengangkat dagu ku dengan jari tangannya. Pandanganku dan Ken sesaat bertemu. Aku merasa tersihir dalam acara tatapan itu.
"Lo—"



***

♡♡♡ To Be Continued ♡♡♡

***

  Jika suka, berikan vote dan komentarnya. Thanks. ♡

13 Maret 2023




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro