Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15

Chapter 15

***


♡♡♡ Happy Reading ♡♡♡


***


Ken masuk ke rumah utama keluarganya. Rumahnya saat ini tampak sepi sepertinya orang tua dan saudaranya sedang berada di luar. Pelayan segera mengantar Ken menuju kamarnya, dengan aku yang berada di gendongan Ken. Pelayan mengira bahwa aku seorang gadis berambut pendek. Ken meminta pelayan memanggil nenek untuk ke kamarnya. Ken membaringkan tubuhku di kasur dan menyeka keringat di dahiku.
Tidak lama nenek datang dan terkejut melihatku yang terbaring di kasur, wajah tampak kesakitan.

"Siapa dia Ken?" tanya Nenek.

"Dia temanku. Nek, periksa punggungnya dan tanda nya terlihat aneh," ucap Ken khawatir.

Nenek menghampiriku dan Ken membantuku membalikkan tubuh. Nenek menatap datar tanda itu dan menyentuhnya pelan-pelan.

"Kenapa bisa seperti itu Nek?" tanya Ken.

"Sepertinya, Ibunya tidak menginginkan dia kembali ke tubuh asalnya sehingga membuat perjanjian baru. Nenek tahu mungkin ada beberapa alasan, entah dari segi pandangan orang-orang serta lingkungan ketika melihat nya mendadak berubah itu akan terkesan aneh," jelas Nenek.

"Ugh, Ibu tidak ingin aku berubah," gumamku sedih menahan sakit.

"Lalu, kenapa dia bisa kesakitan seperti itu Nek?" tanya Ken penasaran.

"Itu karena dia melanggar aturan dan mendekati proses pengembalian. Dia menolak, sehingga keinginan bertabrakan dengan tubuhnya," jawab Nenek.

Aku menoleh menatap Nenek dengan mata berkaca-kaca.

"Kau putrinya nona Serdiana kan?" tanya Nenek ketika melihat wajahku dengan jelas.

"I-iya Nek. Itu nama ibuku," ucapku dengan suara serak.

Nenek mengangguk sambil tersenyum. "Kau beruntung bisa bertemu kami. Cucuku pasti bisa menyembuhkanmu."

"Eh?" Aku menatap bingung. 'Kenapa Ken bisa menyembuhkanku?'

Nenek tampak membisikkan sesuatu ke telinga Ken dan Ken hanya mengangguk paham. Setelah itu, Nenek pun pergi di bantu oleh pelayan keluar kamar. Aku menatap Ken meminta jawaban. Namun, rasa nyeri kembali datang di area punggungku.

"Ugh ...." Aku menelungkup tubuh berbaring di kasur.

Ken yang melihat, kembali duduk di sisi kasur dan mengelus punggungku yang berdenyut itu lembut. Rasa nyeri berangsur-angsur kembali tenang.

"Nenek mengatakan kau harus membicarakan nya perihal ini ke ibumu. Minta ibumu membatalkan perjanjian baru itu dan meskipun terlambat, kau pasti bisa kembali ke tubuhmu semula," Jelas Ken.

Aku cukup heran dengan gaya bahasa Ken berubah, hmm ... dari panggilan lo–gue sekarang menjadi kau-kamu. Tapi itu membuatku tak ingin berpikir lama. Yang aku inginkan rasa sakit ini cepat menghilang. Dan lebih inginku tahu, kenapa Ken lebih tau persoalan tentang kutukan ini. Ada hubungan apa aku dengan Ken sebenarnya? Tidak hanya Ken, Nenek nya saja mengenal Ibuku.

"Kenapa kamu mau membantuku?" tanyaku pelan.

"Entahlah," Jawab Ken sembari menaikkan sudut bibirnya.

Deg

Deg

'Lagi-lagi, jantungku berdetak tidak karuan.'

Drrtt ... drrt ....

Aku mendengar ponselku bergetar di dalam tas, yang tak jauh dari sana. Ken mengambilnya dan menyerahkan kepadaku. Setelah itu, Ken beranjak keluar kamar membiarkanku berbicara dengan ibuku.

Aku memandang layar ponsel sebentar. Sebelum mengangkat panggilan itu, lalu menempelkan ke telingaku.

"Bu—"

Kamu dimana?
Jam segini kenapa belum pulang?

Aku mendengar suara kekhawatiran Ibu di telepon. Seketika perasaanku menjadi senang, ternyata Ibu masih menyayangiku. Aku pikir dia benar-benar membenciku.

"Bu ... hiks, aku di rumah teman. Aku sakit, hikss," ucapku terisak-isak.

Sakit?
Apa seseorang melukaimu lagi?

"Hiks, tidak, tapi ... aku ingin kembali ke tubuhku sebenarnya." Aku mengusap air mataku yang menetes. Aku takut ibu marah, mengingat kejadian saat mengatakan itu, dia selalu marah.

Hening sejenak. Ibu tidak mengatakan apapun. Aku kembali berpikir, sepertinya Ibu marah dengan ucapanku.

"Bu—" panggilku lagi.

Kau di mana sekarang?
Ibu akan menjemputmu.

"Aku—"

Aku menyebutkan alamat kediaman rumah Ken. Setelah itu Ibu langsung mengakhiri panggilannya secara sepihak.

"Ibu pasti akan memarahiku."

*


Beberapa menit kemudian.

Aku mendengar suara ibu dari luar. Aku hendak bangkit dari kasur. Namun, tubuhku terasa lemas karena rasa sakit yang masih samar-samar di tubuhku. Tidak lama, aku mendengar beberapa langkah kaki semakin mendekat. Pintu kamar pun terbuka. Aku melihat Ibu berdiri di sana bersama Ken di belakangnya. Aku bisa merasakan kekhawatirannya padaku, itu semua tercetak dari raut wajahnya.  Ibu menghampiriku.

"Bagaimana lukamu menjadi seperti ini?" ucap Ibu setelah berada di dekatku.

"Ibu, maafkan aku, hiks," tangisku kembali.

"Tidak, seharusnya Ibu yang minta maaf karena memaksamu. Maafkan Ibu," ucap Ibu sedih. Dia memelukku begitu erat, seolah-olah takut kehilanganku. "Maafkan Ibu, seharusnya Ibu tidak bersikap seperti itu padamu. Ibu sangat menyayangimu."

Mataku seketika berkaca-kaca. Ucapan Ibu barusan sudah lama tidak ku dengar. Bahkan pelukan saat ini sangat ku rindukan. Aku merasa kejadian hari ini, seperti mimpi saja. 

Tiba-tiba Nenek datang lalu menatapku serta Ibu. Dia tersenyum singkat.
"Nona Serdiana—"

Ibu melepas pelukannya padaku, lalu menoleh. Dapat ku lihat keterkejutan nya melihat Nenek. "Bibi Ahm—"

Ibu menghampiri Nenek dan memberi salam.

"Sudah lama tidak bertemu," ucap Nenek sembari tersenyum.

Ibu mengangguk.

"Tentang luka putrimu, kau pasti tahu kan apa yang dilakukan?" ucap Nenek.

Aku memandang bingung Ibu dan Nenek. Sebenarnya, perjanjian apa yang mereka bahas?

Ibu tersenyum. "Iya, aku tahu. Aku menyesal tidak memikirkan konsekuensi nya sehingga membuat Mia-ku terluka."

Ya, Mia adalah nama asliku. Mia Opelia bukan Mio Opelia.

"Kau masih ingat, dia ini cucuku yang pernah bermain dengan Mia waktu kecil," jelas Nenek mengenalkan Ken.

Aku menatap Ken dan Ibu bergantian. Wajahku terlihat kaget mengetahui fakta tersebut.

'Pernah bermain dengan Ken? Berati Ken teman semasa kecil ku dulu? Tidak salah juga, Ken pernah bilang. Kalau dia tidak asing melihatku. Jadi ini alasannya.'

Aku masih tetap memperhatikan interaksi mereka. Dapat ku lihat Ken memberikan salam pada ibuku. Ibu tersenyum mengusap kepala Ken karena bangga melihat anak laki-laki yang selalu membantunya merawat Mia sudah tumbuh besar menjadi laki-laki tampan.

'Tapi ... kenapa aku tidak ingat.'

Ibu dan Nenek keluar dari kamar dan meminta Ken untuk menjagaku. Sekarang hanya tinggal kami berdua berada di kamar. Ken duduk di sisi kasur.

"Ternyata, dulu kita pernah saling kenal?" ucapku yang lebih terlihat ke nada pertanyaan.

"Iya, tapi tak begitu ingat sama sepertimu. Aku hanya ingat ketika melihat tanda di punggung mu yang mengingatkan ku pada gadis kecil itu," jelas Ken.

Untuk kedua kalinya aku mendengar Ken berbicara sopan padaku dengan aku-kamu. Aku merasa malu dan wajahku memerah seketika.

Ken tertawa ketika aku menelungkup tubuhku lalu menyembunyikan wajah.

"Bagaimana? Apa punggungmu masih sakit?" tanya Ken ingin tau.

"Iya, sedikit," Jawabku pelan.

Ken kembali mengelus punggungku lembut. Membuatku terfikir sesuatu sejenak.

"Hmm, kalau boleh tau bagian mana yang kamu ingat saat kita kecil? Apa kita sedekat itu dulu?" tanyaku ingin tahu.

Ken mengangkat sudut bibirnya. "Apa itu harus ku jawab, hmm?"

Aku mengerjabkan mata malu. Tak berani menatap Ken terlalu lama. "Ya sudah, kalau tidak mau bilang."

"Ck, jangan bilang kau sedang merajuk."

Aku terdiam, masih enggan menatap Ken. "Yang aku ingat, cuma satu—"

Aku menoleh ingin tau. "A-apa?"

Ken tersenyum samar. "Waktu itu kau begitu manis."

Aku menunduk kembali, kata-kata Ken membuatku semakin malu.

"Humm, apa kau masih mengingat perjanjian kita?" tanya Ken sembari memajukan wajahnya mendekat ke wajahku.

Aku sejenak menahan nafas atas perbuatan Ken itu. "Per-perjanjian apa?"

"Huft, benar kau sama sekali tak mengingatnya." Ken membuang nafasnya kasar, lalu memundurkan wajahnya dariku. "Sudahlah, lupakan."

Aku mengerucutkan bibir. Rasanya benar-benar buat penasaran. Tanpa sadar, tanganku menahan lengan Ken. Entah setan apa yang muncul. Aku merasa tiba-tiba lebih berani sekarang.  "Aish, nggak bisa begitu. Memang ada kejadian apa?"

"Kau ingin tau?" tanya Ken yang refleks ku angguki polos.

"Kita pernah membuat perjanjian. Sebelum kamu benar-benar menghilang. Bahwa aku tidak akan meninggalkanmu." Ken mencubit hidungku gemas. "Mulai sekarang, aku akan menepatinya."

Ada tanda kejujuran terlintas di mata Ken saat mengatakan itu. Aku benar-benar bersyukur bisa bertemu Vay juga Ken. Mereka merubah dunia ku yang kelam menjadi berwarna dengan banyak kejadian tak terduga.

"Terima kasih, Ken."

Ken hanya tersenyum simpul. Sementara aku terlihat gugup. "Satu lagi, ada yang ku tanyain."

Ken mengerutkan kening, sembari menatapku dalam.

"Sebenarnya, kamu punya hubungan apa dengan Vay?" tanyaku.

Ken terdiam sejenak lalu tersenyum ke arahku. Aku tidak mengerti apa arti senyumannya yang terpenting saat ini aku ingin kembali menjadi perempuan. Aku ingin menjadi diri sendiri. Bukan sebagai Mio, tapi sebagai Mia.

***

♡♡♡ To Be Continued ♡♡♡

***

Eitsss, sudah siap gak nih, 1 chapter terakhir??

30 Maret 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro