Chapter 14
Chapter 14
***
♡♡♡ HAPPY READING ♡♡♡
***
Bekas luka Mio menjadi penghubung enggak terduga antara aku dan memori masa kecilku yang sempat pudar. Aku bak terhisap ke dimensi yang semula gelap, perlahan-lahan menjadi terang dan seketika aku berada dalam kenangan masa kecilku. Tayangan kenanganku bergerak cepat dari satu klip ke klip yang lain, suara yang terdengar pun hanya sepintas. Semua itu terasa seperti stimulus yang mencoba merangsangku untuk mengingat semua memori masa kecilku. Lebih tepatnya memori dengan Mimi.
Setiap klip kilat yang lewat selalu menampilkan Mimi, hingga beberapa waktu kemudian segala sesuatu berangsur lambat, sosok Mimi enggak melintas lagi, cahaya yang ada di sekitar mulai berkurang. Aku tiba pada suatu kenangan yang atmosfirnya sudah cukup lekat denganku. Mimpi aneh yang biasa kualami ternyata bagian dari memoriku yang redup.
Aku melihat sosok kecilku tengah bersembunyi di balik pilar balkon, aku sedang memperhatikan tamu yang kedatangannya enggak disukai nenekku di lantai bawah sana. Seorang pria dan wanita tengah terisak dan berbicara dengan volume suara yang enggak bisa aku dengar dengan jelas. Pria itu menggendong seorang anak kecil yang wajahnya enggak bisa kuidentifikasi langsung.
Setelahnya pria di bawah sana berteriak meminta tolong dibarengi dengan suara lirih. Ketika pria itu berteriak seharusnya aku sudah terbangun dari mimpiku, tapi kali ini tidak. Aku berada dalam keadaan sadar dan siap untuk mengetahui lebih jauh kelanjutan mimpi ini.
Nenekku enggak menggubris teriakan barusan. Namun setelah beberapa saat, nenekku terlihat mengajak dua tamu enggak diundang itu ke suatu tempat. Diriku yang kecil mengikuti jejak orang-orang itu. Nenek membawa orang-orang tadi ke ruang kerjanya, mareka terlihat mengobrol serius, tapi aku enggak bisa mendengar percakapan mereka. Namun dimensi ini membiarkanku mendengar dengan jelas beberapa kalimat dari nenek.
"Anakmu bakal dikutuk jadi laki-laki dan nggak ada orang yang bisa mengenalinya selain kalian. Namun, kutukan nggak seburuk itu. Orang-orang lain yang punya ikatan yang kuat dengannya bakal bisa mengenalinya, meski enggak secara langsung."
Nenek enggak berhenti bicara sampai situ. "Seperti yang aku bilang, kutukan nggak seburuk itu. Anakmu bisa jadi perempuan kembali sewaktu umurnya delapan belas tahun."
Ucapan nenek barusan menjadi pelengkap kebingunganku selama ini; mimpi anehku dan juga eksistensi dari Mio.
Banyak hal berputar di pikiranku. Mimi teman masa kecilku yang kehadirannya lenyap begitu saja. Orang-orang asing yang waktu itu meminta tolong pada nenek dan juga munculnya sosok Mio yang seperti perempuan. Segala sesuatu menjadi semakin jelas.
Seketika sekitarku menjadi melebur bak sesuatu yang meleleh, lalu aku tersedot kembali ke dalam dimensi yang gelap, setelahnya aku kembali ke masa kini.
Aku tengah berhadapan dengan Mio. Tanganku langsung kutarik dari luka Mio dan mulutku langsung berucap, "Lo bocah perempuan itu, 'kan?"
Mio kelihatan kaget. Entah dia terkejut aku tahu dia adalah si Mimi itu atau dia kaget karena perkataanku bak omong kosong baginya.
Aku mengingat perkataan nenek beberapa saat yang lalu melalui perjalanan kenangan itu.
"Kata Nenek, seharusnya kutukan itu berakhir ketika lo berumur delapan belas tahun, tapi kenapa lo masih punya tanda itu di usia delapan belas tahun?"
"Hiks, apa maksudmu? Kutukan? Ugh!" Mio meringis kesakitan.
Melalui perjalanan kenanganku barusan, sejumlah memori masa kecilku kembali, malah terlalu detail untuk sekadar ingatan masa kecil.
"Sebuah perjanjian ketika ingin berumur panjang. Kau pernah tinggal di Desa Mayato dan semua orang yang pernah tinggal di Desa itu tau, juga tanda yang kau miliki," jelasku.
"Gue dulu pernah berlibur ke sana. Tepatnya, Nenek gue adalah warga desa itu. Waktu itu ... gue ingat pernah melihat seorang gadis yang hampir mati di bawa kedua orang tuanya. Namun, umurnya di perpanjang dengan pengorbanan umur orang tuanya dan setelah itu, gue nggak pernah melihat keluarga dari gadis itu. Mereka kabur dari desa." Aku melanjutkan.
Sembari menjelaskan, otakku pun sibuk berpikir. Seharusnya aku berhadapan dengan sosok Mimi sekarang, teman perempuanku yang cantik yang umurnya sudah sepantaran denganku. Tapi kenapa, kenapa aku enggak bisa melihat dia?
"Yang jelas, seharusnya lo sudah kembali menjadi perempuan, tapi kenapa lo masih berada di tubuh laki-laki?" kataku. Aku seakan enggak bisa menerima semua ini. Biar pun Mio adalah wujud lain Mimi, sulit untuk menerima fakta itu.
Seketika Mio mulai menangis dan meratap.
"Aku membunuh Ayah. Hiks."
Aku menjadi kasihan pada Mio. Kutukan yang terjadi padanya bukan berdasarkan keinginannya. Aku tersadar, bukan saatnya menjadi orang egois yang merasa paling dirugikan, karena yang paling sakit di sini adalah Mio, bukan aku.
"Lo nggak bunuh dia, itu pilihan ayahmu karena dia cinta sama lo." Aku berusaha menenangkan.
Kupikir keadaan Mio menjadi membaik, ternyata tidak. Luka di punggungnya semakin lebar ketimbang sebelumnya. Aku menjadi panik.
"Kita ke rumah nenek," kataku.
Aku menggotong Mio menuju mobilku di parkiran bawah.
~
Ketika aku bilang kami akan ke rumah nenek, sebenarnya kami menuju ke rumah tempat aku tinggal. Setibanya di kediamanku, aku meminta seorang pelayan untuk memanggil nenekku perihal hal darurat. Sementara Mio kutempatkan di kamarku.
Beberapa saat kemudian nenek datang, sosoknya berdiri di ambang pintu.
"Siapa dia, Ken?" tanya Nenek.
"Dia temanku, Nek. Tolong periksa dia, tanda di punggungnya kelihatan aneh," ucapku khawatir.
Nenek berjalan mendekat, lalu aku dan nenek melihat luka di punggung Mio dengan seksama.
"Kenapa tandanya bisa jadi begitu, Nek?" tanyaku bingung.
Nenek menghembuskan napas.
"Sepertinya, Ibunya tidak menginginkan dia kembali ke tubuh asalnya sehingga membuat perjanjian baru. Nenek tahu mungkin ada beberapa alasan, entah dari segi pandangan orang-orang serta lingkungan ketika melihat nya mendadak berubah itu akan terkesan aneh."
"Lalu, kenapa dia bisa kesakitan seperti itu Nek?" tanyaku penasaran.
"Itu karena dia melanggar aturan dan mendekati proses pengembalian. Dia menolak sehingga keinginan bertabrakan dengan tubuhnya," Jawab Nenek.
Aku mengernyit enggak mengerti. Dengan melakukan perjanjian baru, bukankah ibu Mio tahu konsekuensi yang bakal dihadapi anaknya sendiri? Kenapa masih saja dilakukan?
Setelahnya nenek mulai bertanya-tanya pada Mio, hingga nenek berucap, "Kau beruntung bisa bertemu kami. Cucuku pasti bisa menyembuhkanmu."
Aku menoleh. Cucu? Apakah cucu yang dimaksudnya itu..
Aku?
***
♡♡♡ To Be Continued ♡♡♡
***
Jika suka berikan vote dan komentarnya. Thanks ☆
30 Maret 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro