Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11

Chapter 11

***

Sebelum baca, siapkan hati dulu. Wkwk


***

♡♡♡ Happy Reading ♡♡♡

***



"Ck, lo jadi laki-laki jangan lemah cuma karena luka kecil doang," kesal Ken.

Mataku berkaca-kaca mendengar ucapan Ken, yang seperti Ibu ketika memarahinya.

'Aku juga gak mau jadi laki-laki seperti ini. Meskipun tubuhku laki-laki tapi jiwaku ini masih perempuan, perempuan lemah, tidak seperti Vay yang terlahir kuat.'

Ken menarik lenganku, memaksa untuk duduk. Aku hanya bisa terisak-isak kesakitan.

"Sa-sakit, Ken—" ucapku dengan suara serak.

"Ck, kan sudah gue bilang lo langsung pulang. Lo gak dengerin ucapan gue, jadi begini 'kan?" ucap Ken kesal.

Ken melepas satu persatu kancing bajuku dan memeriksa mungkin saja ada luka parah di sana. Ken mengernyit heran, ketika tak menemukan luka di sana, tapi wajahku menunjukkan kesakitan yang serius.

Ken mengamati tubuh kecil dan kurusku lalu mengambil handuk basah dan membersihkan tubuhku yang kotor karena debu. Ken memutar tubuhku dan terkejut melihat punggungku yang sangat merah dan ada sebuah tanda di sana. Awalnya Ken mengira itu sebuah tato. Namun, ketika diamati lebih jelas tanda itu bukan sebuah tato.

"Tanda apa yang ada di punggung lo?" tanya Ken.

Aku menggeleng tidak tau, karena aku memang tidak tau itu. Ibu tidak pernah mengatakan tanda apa itu dan menyuruhku untuk menyembunyikannya dari siapapun.

Aku cukup terkejut saat tangan Ken menyentuh tanda itu, lalu mengusapnya penasaran, mungkin dia pikir tanda di punggung ku ini timbul. Rasa sakit di punggungku berangsur-angsur memudar saat Ken menyentuhnya. Nafasku mulai membaik.
Ken yang menyadari bahwa keadaanku mulai membaik, mulai membasuh punggungku dengan handuk basah.

Cklek

Suara pintu terbuka sedikit menyadarkanku. Vay baru selesai keluar dari kamar mandi, dia menatapku bergantian dengan Ken.

"Ken, pinjam baju lo, dong. Seragam gue kotor banget nih," ucap Vay.

Ken meletakkan handuk basah itu ke baskom, lalu beranjak menuju kamarnya.

"Lo sudah baikan?" tanya Vay menatapku lekat.

Aku mengangguk malu.

"Hah, syukurlah," ucap Vay senang.

Aku menatap pergerakan Vay yang sedang membuka kotak obat, lalu mengeluarkan obat luka. Vay meletakkan obat itu ke kapas dan menaruhnya hati-hati di wajah. Tangan lainnya ikut serta memegang cermin kecil.

Aku ikutan meringis, saat melihat Vay meringis merasakan perih.

"Terima kasih," ucapku tiba-tiba.

Vay meletakkan kapas, lalu tersenyum, "Hm ... santai saja, yang penting lo baik-baik saja 'kan?"

Aku mengangguk sembari menunduk malu.

Aku mengalih pandang, saat Ken datang dengan tangan membawa dua pasang baju. Satu dia berikan kepada Vay dan satu lagi untukku. Ken tampak sudah mengganti seragamnya dengan kaos biasa, bisa ku lihat perubahan saat dia datang. Ken duduk di samping ku. Sementara Vay bangkit dari sofa menuju kamar Ken, untuk mengganti pakaian.

Ken menatapku tajam, membuatku semakin gugup.

"Cepat ganti pakaian lo, sebelum Vay datang," ucap Ken.

Aku mengangguk patuh. Aku bangkit dari sofa, meskipun saat ini kakiku masih bergetar. Ken yang melihat itu pun segera menahan, sehingga aku tidak jadi bangkit dari sofa.

"Ganti di sini," lanjut Ken.

"Eh?" Aku terkejut dan merona malu.

"Kenapa? cuma ada gue dan lo. Kita sama-sama cowok, jadi buat apa lo malu." Ken mengeluarkan ponsel dari kantong celana karena bergetar, lalu membaca pesan masuk di sana.

Aku semakin gugup mendengar ucapan Ken. 'Benar, tubuhku saat ini kan cowok. Untuk apa aku malu.'

Aku mulai memakai kaos pendek itu. Walaupun menurutku ini kebesaran. Aku diam-diam melirik Ken yang fokus dengan ponselnya, lalu membuka celana cepat dan memakainya. Aku mengernyit karena celananya juga kebesaran.

"Pfftt," tawa Ken, saat melihat celanaku melorot jatuh.

Aku merona malu karena Ken menertawakan ku.

"Ka-kamu tidak punya celana yang lebih kecil lagi?" tanyaku.

"Yang paling kecil sudah gue kasih ke Vay," balas Ken.

Aku bingung harus bagaimana, 'Apa aku pakai kembali saja celana seragamku?'

Aku hendak mengambil kembali celana seragamku. Namun, dengan cepat di rebut Ken.

"Lo pakai saja itu. Seragam lo ini, lebih baik di cuci. Sangat kotor terlebih celana lo ini," ucap Ken.

"Ta-tapi aku ...." Aku tidak bisa berkata-kata, wajah pasti merona saat ini.

Ken mengamati tubuh kecilku, "Hm ... tubuh lo ternyata lebih kecil dari Vay."

Ken membawa seragamku ke dapur, lalu meletakkan di keranjang cucian.  Setelah itu, Ken kembali menghampiri ku yang tengah menarik kaos kebesaran milik Ken hingga menutupi seluruh kakiku.

"Hei, bisa longgar kaos gue kalo lo begitukan," ucap Ken.

Aku mengerucutkan bibir dan meluruskan kaki. Aku tidak jadi mengenakan celana yang diberikan Ken karena longgar dan hanya mengenakan kaosnya yang kebesaran berhasil menutupi tubuhku sedikit di atas lutut.

Vay baru keluar dari kamar Ken dengan pakaian yang terlihat pas untuknya. Dia melangkah menghampiri kami.

"Wah! Lucu banget lo Mi," ucap Vay gemas. Aku cukup kaget, saat Vay mendaratkan ciuman singkat di pipiku.

Ken yang melihat itu terkekeh, sementara aku hanya bisa mematung di tempat.

"Ken, gue lapar, pesenin makanan sana." Vay mengusap perut dari luar bajunya.

Selesai bertarung, paling hobi bagi Vay mengisi perutnya dengan acara makan banyak, karena menurutnya bertarung itu  menguras tenaga. Ken membuka laci kecil tidak jauh dari sana, mengeluarkan brosur makanan pesan antar lalu meletakannya di meja.

Dapat ku lihat, ekspresi Vay yang semangat memilih-milih makanan yang dia mau dan menyuruhku ikut memesannya. Aku melirik harga yang tertera di sana sangat mahal, setara dengan uang jajanku sebulan.

Ken seperti menyadari pikiranku pun berkata, "Pesan aja yang lo mau, soal harga gak usah lo pikirkan. Vay yang bakal bayar semuanya."

Vay tak peduli dengan ucapan Ken. Tetap fokus memilih makanannya.

"Hm, tidak apa. Aku belum lapar," balasku

Vay yang mendengar ku tak ingin makan menoleh, "Mi, lo harus pesan. Ini enak loh, gue yang bayarin."

Vay memaksaku, sehingga aku mau tidak mau harus memilih makanan yang paling murah. Namun, Vay bersikukuh membelikan aku daging yang harganya sangat mahal dengan alasan tubuhku sangat kurus dan harus banyak makan-makanan berprotein tinggi.

Setelah memilih-milih makanan, Ken pun memesannya. Ken dan Vay mulai duduk di karpet dekat dan bermain PS. Aku masih duduk di sofa, merasa bosan sekaligus ngantuk. Perlahan, mataku mulai tertutup kelelahan.

"Gimana, gue menang kan? Haha," ucap Vay dengan bangga.

"Iya, iya, gue tau lo jago, haha." Ken berucap sembari bangkit hendak mengambil minum.
Bersamaan itu pandangannya berhenti tepat di arahku. Aku yang sudah tertidur nyenyak  sembari meringkuk.

"Apa?" tanya Vay ikut bangkit dan melihat ke arah pandangan Ken.

"Ck, anak itu mudah sekali tidur dimana-mana," ucap Ken

"Tapi, dia benar-benar lucu, hehe ...." tawa Vay ikut mengamati aku yang tengah tertidur.

Ken melangkah ke arah sofa dan menggendongku masuk ke kamarnya lalu membaringkan tubuhku di kasur. Ken mengamati wajah tertidurku sejenak dan mataku yang bengkak karena menangis.

"Gak yakin gue, kalo lo benaran cowok." Gumam Ken pelan.

*

Aku menggeliat dari tidur. Mataku mulai terbuka, dan refleks terbangun. Aku melirik kesekitar sepertinya aku di kamar. Aku melihat jam dinding yang tergantung di atas meja belajar dan menyadari ini sudah pukul 8 malam.

'Sudah berapa lama aku tertidur?'

Aku mendengar suara air mengalir di dekat sudut ruangan kamar yang ku pikir itu adalah kamar mandi. Ku duga seseorang tengah mandi di sana. Tidak lama, suara air itu berhenti dan pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok yang ku kenal keluar dari sana bertelanjang dada dengan handuk kecil di lehernya. Aku terbelalak kaget melihat pemandangan itu.

"Apa?" ucap Ken melihat ku yang menatapnya tiba-tiba seperti itu.

Ken melangkah santai menuju lemari pakaian dan mengenakan kaos berwarna hitam dan celana training.

Tanpa sadar aku menatap Ken yang tengah mengenakan pakaian dan berbalik ke arahku. Aku bergegas memalingkan wajah dengan rona di kedua pipi. Ken menaikkan sudut bibirnya lalu mengeringkan rambutnya dan menyisirnya.

"Di meja masih ada sisa makanan. Makanlah dulu, sebelum gue antar pulang," ucap Ken.

Aku mengangguk, cepat-cepat turun dari kasur lalu keluar kamar. Aku mengamati ruang tamu tampak kosong. Tidak ada Vay di sana.

"Vay sudah pulang dari tadi," bisik Ken di telingaku. Hampir saja aku melompat sangking kagetnya.

Ken tertawa puas karena berhasil menjahili ku. Aku menatapnya kesal. Ken mengajakku duduk di meja makan, dia memanaskan makanan yang dingin lalu menaruhnya kembali di meja makan.

'Sepertinya, aku terlalu lama tidur.'

"Makanlah. Tidak perlu terburu-buru, gue antar lo sampai rumah," ucap Ken. Dia lalu mengambil kursi di sampingku.

Aku mulai memakan makanan itu dengan lahap karena lapar. Sekali-kali ku lirik Ken yang sibuk bertukar pesan dengan seseorang.

"Pacarmu?" ucapku tanpa sadar karena penasaran.



♡♡♡ To Be Continued ♡♡♡

***

Jika suka, berikan vote dan komentarnya. Thanks ☆

24 Maret 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro