Tiga belas
Rayhan menarik tangan Kinan dengan kuat sehingga perempuan itu meringis sambil menyeimbangkan langkah Rayhan yang membawanya menaiki tangga ke rooftop. Begitu sampai, Kinan langsung melepaskan tangannya yang terasa sakit.
“Kenapa bawa aku ke sini?”
Setelah dua bulan menjauhinya, bahkan ia harus melalui masa-masa yang sulit sendirian di kampus. Selepas dosen berkacamata keluar kelas, tanpa berucap apa-apa Rayhan membawanya.
“Coba jelaskan siapa laki-laki yang selama ini sama kamu?”
Ditanya seperti itu, Kinan terbungkam. Rayhan menanyai seperti pacar yang menanyakan siapa selingkuhan Kinanti. Dalam hati Kinan bertanya-tanya; apa yang mendasari laki-laki ini bisa berbicara dengannya sekarang? Padahal jelas-jelas terakhir kali Kinan mencoba meminta maaf kembali pada Rayhan, laki-laki itu bahkan tidak mau menatapnya.
“Aku senang kamu mau bicara lagi sama aku,” kata Kinan.
“Siapa laki-laki yang sering sama kamu, Kinan?!”
Kinan terperanjat mendengar bentakan Rayhan yang tanpa alasan yang ia ketahui. Ada kemarahan tergambar di wajahnya.
“Maksud kamu, Bara? Ada apa dengannya?”
“Kamu tahu siapa dia sebenarnya?!”
Kinan semakin tidak mengerti dengan Rayhan, kenapa Bara dibawa-bawa. Ada apa dengan mereka?
“Jauhi laki-laki bernama Bara itu, Kinan.”
Kinan memandang Rayhan tidak percaya akan apa yang didengarnya. Itu ultimatum yang sering ia dengar ketika mamanya tidak suka Kinan melakukan sesuatu yang disukainya, kalimat bermakna sama dengan perintah papanya, bahwa Kinan harus masuk jurusan manajemen.
“A--apa maksud kamu?”
“Dia berbahaya untuk kamu. Kalau orang tua kamu tau kamu bergaul dengan orang kayak dia, kamu akan dapat masalah lagi,” kata Rayhan mengurangi nada tingginya, tetapi masih bersifat menekan.
“Berbahaya? Bara baik, dia nggak pernah jahatin aku.”
“Aku bilang jauhi, Kinan.”
“Enggak, kecuali kamu ngasih satu alasan kenapa aku harus jauhin dia.”
Rayhan tidak punya buktinya, tapi ia melihat sendiri bahwa Bara bersama orang yang mencuri motor itu.
Tadi pagi ketika ia bersama ayahnya sedang dalam perjalanan ke kampus, Rayhan melihat pria yang memaling motornya sedang berboncengan bersama Bara. Mereka tampak sangat akrab, dan saat itu Rayhan merasa sangat yakin jika Bara merupakan bagian dari maling itu.
“Dia tidak seperti apa yang kamu lihat,” ujar Rayhan pada akhirnya karena tidak punya bukti yang dapat dijadikan alasan.
“Ngaco! Aku nggak ngerti jalan pikiran kamu. Setelah mendiamkan aku, sekalinya bicara tiba-tiba kamu nuduh Bara kayak gitu. Menurutmu ini masuk akal?”
“Kamu harus percaya sama aku, jangan temui dia lagi.”
Rasa senang karena Rayhan kembali mau berbicara dengannya lagi hilang tergantikan rasa kesal karena Rayhan yang mengatur pergaulannya. Laki-laki sudah cukup menjadi alat orang tuanya agar ia mematuhi semua peraturan, kali ini Kinan ingin benar-benar bisa berjalan di atas pilihannya.
“Dia orang baik, dan kamu nggak berhak ngatur aku. Pergaulanku, aku sendiri yang memilih,” ucap Kinan penuh penekanan.
Rayhan menatap tidak percaya dengan apa yang Kinan katakan, ia seperti melihat sosok lain dari perempuan itu. Tidak pernah ceritanya Kinan membantahnya dengan nada seperti itu, lebih tidak percaya lagi saat Kinan meninggalkan dirinya setelah mengatakan demikian.
•••
“Kamu pernah merampok?”
Bara tengah meminum es timunnya sontak saja tersedak mendengar penuturan Kinan. Kinan yang merasa bersalah langsung menepuk-nepuk punggung Bara dan memberikan tisu pada laki-laki itu.
“Kenapa nanya gitu?”
“Enggak kenapa-kenapa. Kalau mengonsumsi narkoba pernah?”
“Kinan, ada apa?”
Kinan memang tidak percaya dengan kata-kata Rayhan, ia juga tidak ingin menuduh Bara macam-macam, hanya saja teringat teman-teman Bara kemarin yang memang cocok dicap berbahaya, Kinan ingin memastikan apakah kata-kata Rayhan benar atau tidak.
“Menurut kamu, apa aku mirip seperti seorang maling yang doyan makan narkoba?”
Tubuh Bara termasuk cukup atletik untuk seseorang yang tidak pernah pergi ke gym, wajahnya segar tidak menggambarkan seseorang yang memakai narkoba. Dinda juga orang baik, tidak mungkin Dinda mau berteman dengan seorang maling dan memperkerjakannya di kafenya. Kinan menyingkirkan kata-kata Rayhan dari kepalanya sebelum tuduhan-tuduhan lain ia berikan pada Bara dan merusak hubungan mereka.
“Enggak. Maaf udah nuduh kamu kayak tadi. Soalnya ada seseorang yang mengatakan kamu itu berbahaya buat aku,” aku Kinan.
Bara mengembuskan napas lega. Tidak, belum saatnya memberitahu yang sebenarnya pada Kinan. Bara akan menjelaskan semuanya setelah ia benar-benar lepas dari sisi gelapnya itu. Ia menarik kedua tangan Kinan dan memandang manik mata cokelat perempuan itu.
“Aku ingin kamu berjanji satu hal samaku, Kinan. Kalau suatu saat nanti kamu tahu aku orang yang sangat berbeda dari yang kamu lihat sekarang, percayalah aku melakukannya karena sebuah alasan.”
Jalanan di hadapan mereka tiba-tiba saja hening, seakan ucapan Bara menyihirnya untuk hanya fokus pada dirinya saja, bahkan untuk sekadar berkedip saja Kinan tidak mampu.
“Berjanjilah akan tetap percaya bahwa apa yang aku katakan padamu selama ini adalah benar, sekalipun orang-orang di sekelilingmu mengatakan itu kebohongan.”
Banyak persepsi memenuhi pikiran Kinan, banyak hal yang ingin ia ketahui di balik kata-kata yang diucapkan Bara, dan perkataan Rayhan yang tiba-tiba saja kembali membayanginya setelah tadi coba ia lupakan. Namun, Kinan memilih untuk mengangguk, mengiyakan kata-kata Bara, sebab saat itu ia tidak melihat kebohongan atau tipuan di dalam suara dan mimik wajah Bara. Sebab ia telah terjatuh cukup dalam, untuk menyadari bahwa sebenarnya kata-kata Bara adalah pertanda pertama sebelum semua masalah terjadi, yang mungkin akan menjungkirbalikkan kehidupan Kinan mulai dari ia memilih untuk mengikuti kata hatinya.
•••
“Siapa laki-laki itu?”
Pertanyaan yang sama seperti milik Rayhan itu diucapkan Kirana saat Kinan baru saja ingin mematikan lampu untuk tidur. Wanita dua puluh empat tahun itu tiba-tiba saja masuk ke kamar Kinan, dan tanpa tedeng aling langsung menyosor Kinan dengan pertanyaan itu.
“Laki-laki yang mana, Kak?”
“Yang kata Rayhan sering datang ke kampus kamu.”
Kinan tahu penyebab dari sikap Kirana ialah Rayhan, mata-mata kakaknya. Apa yang telah Rayhan katakan sampai-sampai Kirana yang baru pulang dari kerja rodinya lebih memilih menjumpai dari pada ganti baju dan beristirahat.
“Rayhan bilang apa aja sama Kakak? Jangan didengerin, dia cuma sirik aja aku punya teman cowok selain dia.”
“Dia bukan mahasiswa di kampus kamu 'kan, dia kuliah di mana?”
“Dia udah kerja, Kak. Dia orang baik-baik kok.”
“Kerja apa? Di mana?”
Menyadari bahwa Kirana tidak akan membiarkannya lepas dengan mudah, Kinan mendudukkan diri di tepi kasur yang di ikuti oleh Kirana, ini akan memakan waktu yang lama, “dia kerja di salah satu kafe, di Setia Budi.”
“Oh, jadi itu yang buat kamu selalu pulang sore dan sangat susah membagi waktu dengan Kakak akhir-akhir ini.”
“Bukan, Kak.”
“Kamu jangan asal berteman dengan orang sembarang, dia bahkan ngasih pengaruh buruk sama kamu.”
Bara tidak membawa pengaruh buruk baginya, Bara hanya memperkenalkan dunia baru baginya, dunia yang membuat hidup monoton Kinan menjadi lebih berwarna. Menurut Kinan, tidak ada salahnya berteman dan dekat dengan Bara, laki-laki itu baik.
“Ini semua karena hasutan Rayhan 'kan, Kak? Kenapa Kakak lebih percaya sama dia dari pada aku? Sebenarnya adik Kak Kirana itu aku apa Rayhan? Bara nggak jahat, dan aku nggak mau jauhin dia.”
Ini hidup Kinanti, jadi Kinan yang benar memutuskan harus berteman dengan siapa, dekat dengan siapa, itu terserahnya. Selama ini mereka—Haris, Hanum, Kirana, dan Rayhan—telah mengatur hidup Kinan, tidak boleh ini, jangan lakukan itu, seakan hidup Kinan bukan miliknya. Dengan satu tarikan napas Kinan dengan berani berkata, “kalau urusan Kak Kirana udah selesai, silakan keluar, aku mau tidur.”
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro