Sebelas
Sedikit gemetar, aku membuka jendela dengan perlahan. Beruntung rumahku hanya berlantai satu, dan papa tidak pernah setuju ketika mama meminta merenovasi agar bertingkat. Kulihat sekitar halaman tidak ada siapa-siapa, dengan hati-hati aku melewati jendela dan hap, aku sudah berada di luar.
Malam ini aku dan Bara akan pergi ke Night Market Medan. Awalnya aku takut untuk melakukan hal senekat ini, namun, ingatan perkataan Kak Kirana membuatku membulatkan tekad bahwa aku harus bisa berjalan di atas pilihanku.
“Kamu ke mana saja?”
“Ada tugas kelompok Kak,” jawabku meletakkan ransel di meja belajar.
“Kakak 'kan sudah bilang, kalau mau jemput kamu. Terus kenapa nggak ngabarin?”
“Aku ada tugas, dan hape aku mati. Maaf, Kak. Kinanti benar-benar lupa.”
“Wah alasan yang mengesankan. Terus kenapa Rayhan sampai nggak tahu kamu di mana? Selama ini kamu pasti minta izin Kakak, atau nggak ngabarin Rayhan. Sekarang jujur kemana saja kamu?”
Aku memejamkan mata sebentar, mengatur napas agar rasa kesal yang sedari tadi memancing aku lepas kontrol tidak terjadi.
“Aku-kerja-kelompok. Kenapa enggak percaya 'sih, Kak? Dan apa Rayhan harus tahu semua yang aku lakukan. Mata-mata Kakak itu yang enggak mau bicara sama aku. Jadi, aku enggak harus memberi tahu aku di mana, sementara dia aja nggak mau bicara sama aku.”
Kak Kirana terdiam cukup lama, dari pandangannya aku tahu dia akan segera memarahiku.
“Sejak kapan kamu berani ngomong kayak gini sama Kakak?!”
“Sejak aku menyadari bahwa aku seharusnya bicara lebih banyak,” kataku kepalang tanggung dengan suasana, dan sudah muak tidak dibiarkan membela diri.
“Ada apa dengan kamu?”
“Kakak marahin aku kayak gini, cuma gara-gara aku nggak nemenin Kakak belanja kado buat ultah pacar Kak Kirana. Aku capek di marahi terus karena masalah sepele.”
“Apa katamu?”
Aku hendak mengeluarkan pendapatku lagi, tapi urung menyadari aku terlalu terbawa suasana. Kak Kirana selalu baik padaku, hanya gara-gara mama papa memperlakukan seperti itu, aku malah menyalahkan Kakak. Aku meringis lalu menunduk.
“Maaf, Kak.”
“Kalau kamu memang ada tugas, kamu bisa kasih tahu Kakak. Kakak nyariin kamu di kampus, Kakak khawatir kamu kenapa-kenapa. Terakhir kali kamu ngilang, kaki kamu terkilir,” ucapnya.
Aku sudah mengantisipasi kemarahan Kak Kirana berkat perkataanku, tapi perubahan raut wajah Kak Kirana menjadi sendu membuatku diserang rasa sesal. Aku salah bertindak lagi, aku selalu salah.
“Maaf, Kinan yang salah Kinan tidak memberi tahu Kakak.”
Kak Kirana lekas memelukku, dan kubalas pelukan itu. Aku sayang Kakak, aku nggak boleh jadi adik yang suka membantah.
“Bagus kamu mengerti,” katanya sambil mengurai pelukan kami, “sekarang ceritakan apa masalahmu dengan Ray.”
Kuceritakan semuanya kecuali tentang Bara. Aku bilang aku ke sebuah kafe kenalan temanku dan belajar masak di sana, ekspresi Kak Kirana mendengarnya adalah terkejut, tapi tidak memarahiku.
“Kakak enggak bakalan marahi kamu sekali ini, tapi lebih baik cukup sekali itu kamu melakukannya. Jangan berulah lagi, ya. Dan untuk Rayhan, coba minta maaf sekali lagi sama dia.”
Aku menggigit bibir bagian bawahku. Sebuah pertanyaan muncul di kepalaku, pertanyaan yang akhirnya aku keluarkan.
“Kak Kirana, apakah aku berhak memilih keputusanku sendiri?” tanyaku.
“Setiap orang memiliki pilihannya, tapi semua itu berbarengan dengan tanggung jawab.”
Aku punya pilihan, dan aku ingin melakukan apa yang kumau. Makanya sekarang aku memilih bersenang-senang bersama Bara dari pada belajar untuk UAS besok, toh, jika semalam aku bergelut dengan buku-buku tebal itu tidak membuat aku memahaminya. Rencanaku, pukul satu aku akan pulang dan semua akan baik-baik saja.
Melihat Motor hitam milik bara sudah berada di depan, aku tidak bisa menahan rasa gembiraku.
“Siap untuk bertualang malam ini?” tanyanya yang langsung kujawab dengan anggukan cepat dan melesat naik ke boncengannya.
“Pegangan.”
•••
Baru kali ini aku merasakan udara malam tidak bersama keluargaku. Jalanan dihiasi lampu jalan di sepanjang perjalanan kami, yang kali ini tidak macet. Mataku mengamati semua yang kami lewati dengan saksama. Sepasang muda-mudi yang di samping kami menyita perhatianku, mereka tampak mesra berboncengan di atas motor matic keluaran terbaru itu, si cewek memeluk pasangan erat.
Aku jadi memikirkan pernyataan Bara hari itu, apakah aku harus menerimanya? Apakah dinner pertamaku ini akan membawaku pada pengalaman pacaran pertama juga? Kusingkirkan pemikiran itu jauh-jauh dan kembali menikmati perjalanan.
Night Market Medan adalah tempat kuliner terbesar di Jalan Adam Malik Kota Medan, Sumatera Utara. Tersedia berbagai makanan dan minuman yang tergabung dalam satu tempat. Night Market Medan merupakan gabungan dari beberapa kuliner yang disediakan pada satu tempat dengan lokasi strategis, diantaranya tersedia kuliner Cina, Thailand, Jepang, Korea dan tentu saja Kuliner khas nusantara. Night Market Medan dibuka pada tahun 2018 yang menjadi pertama di Adam Malik sebagai tempat kuliner di Medan. Lokasi tempat ini berhadapan dengan showroom Mazda. Begitu Bara menjelaskan padaku ketika mengajakku ke sana.
Mataku tersihir oleh lampu-lampu indah yang menerangi tempat itu, luas dan di kelilingi oleh stand para penjual yang sangat banyak dan beragam. Setelah memarkirkan motor, Bara dan aku berkeliling mencari makanan apa yang akan kami pesan, dan pilihan kami jatuh pada semangkuk capcai oleh pedagang Cina untuk Bara dan sepiring mi Aceh untukku. Sambil menunggu pesanan datang, Bara kembali menceritakan tentang tempat ini, yang katanya meskipun pedagangnya bermacam-macam, makanan-makanan di sini terjamin halal dan bersih.
“Baru buka setahun lebih, pengunjungnya sudah ramai sekali, kalau kita tidak cepat kadang kita tidak kebagian.”
Bara benar, tempat ini tampak ramai sekali, pengunjungnya beragam ada yang makan sendiri, bersama keluarga, dengan teman-teman, atau bersama pasangan. Bukan kami maksudnya bersama pasangan, tapi cewek cowok yang duduk berhadapan tiga meja dari kami.
Pesanan kami datang, makanan itu tampak menggiurkan setelah pelayannya meletakkan di meja kami. Tidak peduli dengan berat badanku yang akan naik aku menyantapnya dengan penuh nafsu, mengabaikan Bara yang kelihatan menertawaiku karena terlalu lebay.
“Kayak nggak pernah makan.”
“Ternyata makan malam seenak ini, apalagi Mi Aceh itu ternyata sangat lezat.”
“Kamu seperti manusia yang baru menemukan makanan,” katanya lalu mengambil tisu kemudian mengusap sudut bibirku, “baru makan aja udah belepotan.”
Aku menahan napas ketika ia melakukannya, adegan FTV yang sering kutonton semasa remaja. Selanjutnya aku akhirnya makan dengan pelan-pelan terus membayangkan kejadian tadi.
•••
Selesai makan, Bara membawaku berkeliling alun-alun kota Medan. Malam semakin larut, tapi semangat kami untuk bersenang-senang tidak jua surut, kurentangkan kedua tanganku merasakan udara dingin menyusup ke setiap inci kulitku. Tidak pernah aku sebahagia ini, seandainya saja aku tidak bertemu Bara, apakah aku bisa menikmati hal seperti ini?
“Bagaimana senang dengan malam ini?”
“Senang banget. Makasih, ya,” kuucap dengan sedikit berteriak agar dua mendengarnya.
“Kalau gitu besok-besok kita pergi lagi.”
Menjadi sedikit nakal bukanlah dosa besar bukan? Apalagi ternyata semenyenangkan ini ternyata, tidak ada salahnya untuk melakukan lagi besok dan besoknya lagi.
“Kamu sebaiknya berpegangan, karena kita akan melaju dengan kecepatan tinggi.”
Bara langsung menaikkan kecepatan motornya setelah ia berucap demikian, membuat aku hampir terjatuh ke belakang, menyadari hal itu Bara mengerem dan kali ini aku malah terdorong ke depan menabrak punggung kerasnya.
“Bara! Aku hampir jatuh!” teriakku kesal.
“Kan aku udah bilang pegangan.”
“Kamu sengaja 'kan! Dasar kurang ajar!”
“Kamu nggak bakalan jatuh kalau pegangan kayak gini.” Bara menarik tanganku dan membawanya ke perut, sehingga kini kedua tanganku melingkar di tubuhnya.
Segera ia menjalankan motor dengan kecepatan tinggi dan aku refleks memeluknya erat karena takut terjungkal ke belakang, dan karena itu malam yang dingin menjadi hangat.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro