Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1 : Pertemuan Eugene Choi Dan Si Gembala

Gyeongju, Korea Selatan.

"Choi Eugene ..." terdengar suara orang memanggil dari kejauhan. Akan tetapi tak ada yang menyahut.

"Choi Eugene ... Eugene Choi ..."

"Ya! Ada yang memanggilmu," ucap seorang pria yang tengah duduk di atas bebatuan pada seorang pria yang terlihat lebih muda yang saat itu tengah mencuci wajahnya di mata air yang tak begitu besar.

Eugene Choi, pria yang baru saja berusia tiga puluh tahun pada tahun ini itu mengangkat wajahnya yang basah. Sembari mengusap wajahnya, Eugene menyahut, "siapa?"

Pria yang tengah berjongkok itu menjawab sembari menunjuk ke atas, "suaranya berasal dari atas sana."

"Choi Eugene," suara itu kini terdengar jelas oleh Eugene.

Eugene mendongak dan menemukan orang yang ia kenal berada di dataran yang lebih tinggi. "Oh? Produser Nam, ada apa?"

"Sudah waktunya untuk pergi."

"Ah ... aku mengerti, aku akan segera ke sana."

"Jangan lama-lama."

"Aku mengerti."

Seseorang yang dipanggil dengan sebutan Produser Nam itu lantas pergi. Eugene meraih ranselnya, tapi benda itu tersangkut dan menarik perhatiannya. Saat Eugene memandang ranselnya, alih-alih tersangkut, ranselnya justru ditahan oleh pria yang sedari tadi menunggunya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tegur Eugene.

Pria itu memasang wajah kecewa. "Kau benar-benar akan pergi? Tidak akan kembali lagi?"

"Kenapa?"

"Bukankah kita sudah cukup dekat selama ini? Apakah kau tega meninggalkan aku di sini sendirian?"

Dahi Eugene mengernyit secara berlebihan. Dia kemudian bergumam, "jika kau seorang wanita, aku akan mempertimbangkannya. Tapi bahkan kau bukan manusia."

Eugene langsung menarik ranselnya hingga terlepas dari tangan si pria yang bukan manusia. Benar-benar bukan manusia karena dia adalah roh yang Eugene temui di Kuil Bulguk tempat ia dan tim produksi mengambil gambar.

"Yang benar saja," gerutu Eugene yang kemudian meninggalkan pria itu. Tapi secara tiba-tiba, pria itu sudah berada di hadapannya dan berjalan mundur.

"Minggir," tegur Eugene dengan malas.

"Kau bersikap ramah ketika datang, tapi kenapa bersikap angkuh saat pergi?"

"Pekerjaanku sudah selesai di sini. Sebaiknya kita tidak bertemu lagi."

"Eih ... mana boleh begitu. Aku sudah bersikap baik pada para manusia itu, tapi kau tidak memberikan imbalan apapun padaku."

Eugene mengambil sebuah kipas lipat yang terselip di ranselnya dan menggunakannya untuk memukul kepala si roh dari arah samping, hingga pria itu terpental dan menghilang dari pandangan Eugene.

"Mereka selalu menyusahkan," gumam Eugene.

Melewati jalan menanjak, salah satu kaki Eugene tersangkut. Eugene berusaha menariknya, tapi sesuatu seperti menarik kakinya ke arah yang berlawanan. Pandangan Eugene terjatuh dan satu helaan napas terdengar ketika ia melihat pria yang baru saja ia pukul sudah bergelayut di salah satu kakinya.

"Eoreusin ..." tegur Eugene dengan malas.

Eoreusin : Pak Tua.

"Tinggallah satu malam lagi, akan aku kenalkan kau pada putriku."

Dahi Eugene mengernyit, entah untuk kali berapa. "Kau memiliki seorang putri?"

Pria itu mengangguk. "Dia sangat cantik, aku yakin kau tidak akan bisa berpaling darinya begitu melihat wajahnya."

Eugene tersenyum tak percaya. "Roh satu ini memang benar-benar." Eugene kemudian sedikit membentak, "minggir!"

Si hantu pria itu terjatuh ke belakang. Tapi dia masih belum menyerah.

"Tidak ... tunggu sebentar."

Pria itu sontak berhenti bergerak begitu dihadapkan dengan kertas mantra yang berada di tangan Eugene. Pria itu perlahan mendongak dan tersenyum lebar.

"Kenapa kau memegang benda ini?"

"Berhenti menggangguku atau kau tidak akan bisa pergi kemanapun. Dan juga ... putrimu itu, bahkan jika dia lebih cantik dari Jungi-ku, aku tidak tertarik padanya. Selamat tinggal."

Eugene bergegas pergi menyusul rombongan. Meninggalkan si hantu pria yang tercengang.

"Tunggu sebentar. Jungi-ku? Dia sudah memiliki istri?"

Si hantu pria itu tampak terkejut, ia kemudian berlari menyusul Eugene sembari berteriak.

"Eugene ..."

Eugene terlihat sangat kesal. "Ya!!!" teriak Eugene pada akhirnya ketika ia berbalik.

Rombongan yang telah menunggu kedatangan Eugene sontak memandang sang bintang di acara yang mereka liput. Semua memandang dengan tatapan yang sama. Merasa heran karena Eugene baru saja membentak sesuatu yang tidak bisa mereka lihat.

"Berhenti menggangguku atau aku akan —"

"Eugene."

Kemarahan Eugene terpotong oleh teguran dari Produser Nam. Eugene langsung menoleh dan tertegun, baru menyadari bahwa orang-orang tengah melihatnya.

"Apa yang sedang kau lakukan di sana?" Produser Nam kembali menegur.

Eugene tersenyum canggung. Dia kemudian melambaikan tangannya sembari berbicara, "tidak apa-apa, aku akan segera menyusul. Kalian bisa pergi lebih dulu."

Eugene berusaha mengatasi situasi canggung itu. Dan setelah memastikan bahwa para rombongan sudah berjalan pergi, ia kembali memandang si hantu pria yang sudah berada tepat di depan wajahnya dengan raut wajah yang dibuat semengerikan mungkin.

Eugene memukul kening si hantu pria menggunakan kipas lipat miliknya dan sontak membuat si hantu pria mundur sembari memegangi kening dan tampak kesakitan.

"Kau pikir kau menakutkan? Jangan bertingkah jika tidak ingin Jeoseung Saja datang kemari."

"Kau benar-benar menyebalkan! Pria angkuh dan sombong. Lihat saja nanti, kau akan menerima kemalangan karena sifatmu itu," gerutu si hantu pria.

Eugene menyahut tak terima, "berani-beraninya hantu rendahan sepertimu mengutukku. Aku keturunan terakhir Keluarga Jin dari Joseon, kau pikir kutukanmu itu akan berpengaruh padaku?"

Si hantu tiba-tiba meludah di depan kaki Eugene dan tentu saja membuat Eugene terkejut.

"Y-ya! Kau meludahi aku?"

"Puja leluhurmu sampai kau mati. Bahkan sampai kau mati sekalipun, mereka tidak akan datang untuk menyelamatkanmu."

Eugene tersenyum tak percaya. "Ya! Apakah kau hantu bermuka dua? Berani-beraninya kau mengatakan hal buruk tentang leluhurku. Kau sudah bosan hidup?"

"Dasar bodoh! Aku sudah mati, bagaimana bisa mati lagi?" ucap si hantu pria dengan cepat. Dia masih terlihat kesal pada Eugene.

"Kalau begitu aku akan mengirimmu ke dunia bawah. Kau pikir itu adalah hal yang sulit bagi keturunan terakhir Keluarga Jin?"

Si hantu pria mencibir, "lihatlah betapa arogan dan sombongnya dirimu. Lihat saja nanti—"

"Jangan mengatakan hal buruk tentangku," Eugene memotong. "Sekarang putuskan akan pergi ke mana dirimu? Pergi ke sana atau ikut bersamaku."

"Cuih! Apa hebatnya menjadi keturunan seorang pendosa?!"

Si hantu pria itu kembali meludah dan benar-benar menghabiskan kesabaran Eugene.

"Kemari kau," gumam Eugene sembari melambaikan tangannya. Tapi suaranya semakin meninggi ketika si hantu pria tak memberikan respon.

"Kemarilah ... aku ingin berbicara denganmu."

Si hantu pria yang merasakan kemarahan Eugene lantas bergerak mundur dengan was-was.

"Kemari!" Eugene tiba-tiba berteriak.

Si hantu pria lantas melarikan diri setelah berhasil membuat Eugene marah.

"Ya! Hantu sialan! Berani-beraninya kau meludahi aku! Kemari kau! Kembali! Ya!!!"

Penulis Jang yang ikut dalam rombongan menghentikan langkahnya dan memandang ke arah mereka datang.

"Ada apa, Penulis Jang?" tegur salah seorang kru.

"Tidak ada apa-apa. Tapi kenapa Eugene lama sekali?"

"Biarkan saja, dia akan segera menyusul," sahut Produser Nam yang berjalan melewati keduanya.

"Bagaimana jika dia tersesat?" Penulis Jang menyusul Produser Nam.

Produser Nam justru tertawa kecil.

"Kenapa Produser Nam tertawa?"

"Dia tidak akan tersesat. Dia masih muda dan semangatnya masih berapi-api."

Penulis Jang menatap heran. "Apa yang sedang Produser Nam bicarakan sebenarnya?"

"Sudah, biarkan saja. Jika kalian tetap di sana, kalian hanya akan berlari ketakutan."

"Memangnya kenapa?"

Produser Nam menghentikan langkahnya dan memandang Penulis Jang. "Kalian sudah lama berkerja dengan Eugene tapi belum tahu kebiasaannya."

"Bukankah Eugene sering berbicara dan marah-marah sendiri, seperti tadi?" sahut kru yang sempat menegur Penulis Jang.

Produser Nam tersenyum. "Jangan lupakan bahwa dia adalah seorang paranormal. Dia tidak mungkin berbicara sendirian."

Penulis Jang dan satu kru itu tertegun. Produser Nam menertawakan keduanya dan melanjutkan perjalanan.

"Produser Nam benar, Penulis Jang. Eugene Choi adalah seorang paranormal," ucap si kru.

"Aku akan melupakan pembicaraan ini," sahut Penulis Jang yang kemudian menyusul Produser Nam.

Sementara Eugene pada akhirnya bergabung bersama rombongan. Setelah singgah di Kuil Bulguk selama empat hari tiga malam, para rombongan kembali ke Seoul untuk menyiapkan acara mereka.

Para rombongan ini datang ke sana untuk melakukan pengambilan gambar terkait acara yang mereka bawakan. The Korean Odyssey, sebuah acara penelusuran sejarah yang kini memasuki musim ke empat. Acara itu menerima cukup banyak perhatian karena keberadaan Eugene yang dikenal sebagai dukun muda berwajah tampan. Dalam acara tersebut Eugene menjelaskan aktivitas-aktivitas paranormal yang pernah terjadi di tempat-tempat yang mereka kunjungi. Dan dalam acara tersebut, dia ditemani oleh dua orang pembawa acara.

Eugene telah melalui tiga musim dengan sangat baik. Dan setiap musim yang baru ditayangkan, pengikut Eugene di SNS melonjak pesat. Berbeda dengan profesinya sebagai seorang paranormal, Eugene justru hidup sebagai seorang Ullzang di SNS. Wajah tampannya dan juga gaya berpakaiannya selalu menjadi sorotan publik, terlebih lagi para anak muda. Memasuki usianya yang ketiga puluh tahun ini, dia semakin digilai oleh banyak remaja putri. Terlepas dari sifat angkuh dan sombong yang ia miliki di dunia nyata, Eugene Choi adalah seorang bintang yang tak ingin bersinar karena menolak beberapa tawaran yang akan membantu perekonomian hidupnya. Sejauh ini Eugene hanya memiliki satu pekerjaan sampingan, yaitu menjadi bagian dari acara The Korean Odyssey.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro