[Stage 45] Takdir [END]
"Kayaknya aku memang harus laporin Padma ke polisi deh,"
Gerakan tangan Arum yang sedang menuangkan air putih ke gelasnya sendiri terhenti saat mendengar ucapan barusan.
"Kok gitu?" tanya Arum cepat, diam-diam menghela napas samar. Enggan untuk memulai perdebatan, tapi tampaknya lelaki yang baru ia temui hari ini setelah enam bulan lamanya tak bertemu, sama sekali tidak bersedia menghentikan pembahasan.
"Yah habisnya, gara-gara usulan si Padma kamu jadi punya cowok yang kamu akui pacar kedua itu, kan?" sontak, jawaban bernada ketus tersebut melahirkan tawa renyah Arum. Serius? Alasannya karena itu?
Arum menggeleng-geleng tak percaya, terlebih saat mendengar kalimat lanjutan si pria yang kini menyandarkan tubuh pada pembatas rofftop D'Amore Hotel. Untuk kesekian kalinya, lelaki itu menyewa restoran satu malam penuh. Sama sekali tidak mengindahkan penolakan Arum yang berkali-kali sudah mengutarakan agar pria itu tak perlu terlalu boros hanya demi menyenangkan Arum.
"Kalau aja Padma enggak nyaranin begitu, ruang kantor kamu, wallpaper hp kamu, semuanya enggak akan penuh dengan foto-foto cowok itu. Alasannya apa? Cuma buat hiburan kamu karena aku enggak ada di sini?" Pria bertubuh tinggi dan tegap itu berdecih. "Alasan apa itu? Siapa nama cowoknya? Bihun? Mihun? Mihun Jagung nama lengkapnya?"
Arum meletakkan gelasnya di atas meja kembali. Sedikit membanting sebenarnya, karena gerakannya sampai menimbulkan dentingan berkat gelas yang berbenturan dengan piring yang masih menyisakan sedikit potongan daging steik. Gadis itu mendesah gusar.
Baiklah, Arum menyerah. Ia harus segera mengakhiri perdebatan ini. Kalau sudah dalam tahap cemburu seperti sekarang, mereka bisa bertengkar sepanjang malam. Tidak menutup kemungkinan pria itu juga akan mendiamkannya berhari-hari. Ujung-ujungnya, Arum sendiri yang galau. Padahal mereka, kan, jarang bisa ketemu.
"Sehun EXO, Sayang. Jangan suka ganti nama artis gitu, dong." gerutu Arum seraya berdiri.
Dengan gerakan perlahan, gadis itu melangkah menuju prianya. Berniat mengejutkan, dengan memeluki pria itu dari belakang seperti apa yang sudah dirinya lakukan sekarang.
Decihan kembali terdengar dari prianya. Alih-alih marah, Arum justru menyunggingkan senyum teramat lebar. Hidungnya ia dusel-duselkan di punggung pria yang sudah dua tahun enam bulan ini menemaninya.
Enam bulan berada di kota yang sama, Jogja. Dan dua tahun mereka harus terpisah oleh jarak.
"Kalau bukan karena merasa bersalah ninggalin kamu di Jogja," Arum merasakan sensasi menggelitik di perut saat tangan pria itu memainkan jemari-jemarinya. Bahkan mengusap cincan yang tersemat di jari manis tangan kanan Arum. Cincin yang pria itu berikan di hari ulang tahun Arum enam bulan lalu, saat pria itu berkunjung ke Jogja khusus untuk merayakan hari kelahirannya.
"kalau bukan takut kamu sedih, aku enggak akan mengizinkan kamu ngidolain dia sampai sefanatik itu. Sampai ikutan konsernya segala lagi!" Kekesalan pria itu sepertinya sudah mencapai tingkat puncak, sehingga kini ia melepaskan pelukan Arum dari perutnya, lalu membalik tubuh hanya untuk melanjutkan gerutuan.
"Mending kamu suka Pororo aja deh, Rum. Jangan suka anggota-anggota boyband kayak gitu!"
Arum yang wajahnya sudah menengadah, menatap pria itu sedikit kesal. "Sehun EXO itu aktor juga, kok."
"Sama aja. Mau aktor, penyanyi, pelawak, siapa pun, kalau dia laki-laki, aku enggak mau kamu ngidolain mereka."
Alis Arum bertaut. "Cuma idola, lho, Mas."
"Tetap aja kamu pandangi lama-lama." Rengekannya membuat Arum berdecak.
"Aku enggak suka, Rum. Enggak mau. Enggak boleh."
Melihat Arum mendengkus, pria itu berbalik merengkuh tubuh mungil Arum untuk masuk dalam dekapannya. Ia menyambung ucapan dengan tatapan tajam. "Mereka itu pacarnya banyak, Yang. Sementara, aku cuma punya pacar satu. Masa' mau si Mihun embat juga?"
Semula, Arum mengerucutkan bibir. Masih mode on marah. Tapi ketika pria itu justru lancang mengecupi bibirnya yang maju, Arum memelotot lucu. Tapi, bukannya merasa bersalah, dia malah kembali mengecupi bibir Arum berkali-kali, bahkan ketika Arum sudah berusaha mengatupkan bibir.
"Mau kamu gimanain juga bibirnya, tetap aja aku cium selama itu bibir kamu."
Arum mendelik. Tapi hanya beberapa detik. Kemarahannya untuk pria itu memang tidak pernah bisa bertahan lama. Senyum Arum sudah kembali terpatri saat lelaki itu menelusupkan wajah ke lehernya. Menghidu aroma vanilla di tubuh Arum yang selalu pria itu rindukan setiap waktu.
Gerakan tangan Arum yang mengusapi rambut belakangnya, membuat pria itu beringsut lebih dekat, tidak ingin menciptakan sepersekianmili jarak pun di antara mereka.
"Iya, iya.. maaf, ya, Mas Gallendra tersayaaang. Cemburuan banget, sih."
Pria itu tersenyum. Ia selalu suka bila Arum memanggili namanya, lengkap dengan sebutan 'sayang' yang jarang sekali bisa ia dengar. Sekarang, hanya perlu satu langkah lagi untuknya membuat mereka tidak perlu berpisah berbulan-bulan lamanya seperti selama ini.
Ingatan masa lalu sekelebat membayang. Bahkan hingga detik ini, Gallend masih ingat bagaimana cemasnya ia ketika Arum mengatakan bahwa gadis itu tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh.
Itulah jawaban Arum saat Gallend mengutarakan keinginannya untuk menetap di Jakarta. Gallend sempat mengajak Arum untuk tinggal di ibukota juga, tapi Arum menolak dengan mengatakan bahwa ia memiliki keluarga dan pekerjaan yang sangat disukainya di Jogja.
Gallend pikir, saat itu Arum mau memutuskan hubungan mereka lagi. Tapi, maksud gadis itu dengan kalimat 'enggan menjalani hubungan jarak jauh' ternyata hanyalah permintaannya pada Gallend untuk sebisa mungkin, salah satu dari mereka harus pergi ke kota pasangannya minimal satu kali setiap bulan.
Gallend sudah ketar-ketir dibayangi patah hati, tapi Arum hanya tertawa mengejekinya.
Selama menetap dan mulai menjalankan bisnis keluarga ayahnya di Jakarta yang kini semakin berkembang pesat, Arum selalu mendukung Gallend memulai kehidupan barunya di sana. Gallend juga tetap menjalin komunikasi baik bersama keluarga Mahameru.
Meski tubuh mereka berjarak, Arum dan Gallend selalu berjuang mempertahankan cinta keduanya dalam sabar. Pertengkaran kadang terjadi, tapi mereka berusaha menyelesaikannya dengan komunikasi.
"Aku janji, deh. Habis ini aku akan buang semua poster-poster Sehun di kamar dan di ruang kantorku. Janji juga bakal ganti wallpaper Sehun di HP." Suara Arum menginterupsi ingatan Gallendra, hingga pria itu sedikit menarik wajah dan mendongak menatap Arum yang hanya terkekeh.
"Janji?" tanya Gallend.
"Iya."
Mendengar nada mantap dari Arum, Gallend mengulum senyum.
"Wallpaper laptop juga." ujar Gallend lagi.
"Iyaaa."
"Foto profil medsos kamu juga, ganti pakai foto aku."
"Kok, semuanya sih? Terus kenapa jadi foto kamu? Enggak mau, ah!"
"Ganti atau aku enggak mau balik-balik ke Jogja lagi."
"Ya udah enggak mau balik, aku malah senang bisa nyari pacar baru beneran."
Arum mengaduh karena Gallend menarik kedua pipinya pelan.
"Lagian kenapa kamu harus ngomel, sih?" Protes Arum sembari mengusap-usap pipi.
"Bukannya selama di Jakarta, kamu didekati banyak cewek juga, ya? Kalau aku, kan, wujud Sehun cuma ada di foto atau di video doang. Makhluk dua dimensi doang. Sementara kamu langsung dikelilingin manusia-manusia cantik di sana."
Gallend menautkan alis. Kedua tangannya sudah melingkari pinggang Arum kembali. "Tau dari mana kamu aku didekati cewek-cewek?"
Arum mencebikkan bibir. Benar, kan, dugaannya.
"Dari mana, hm?" Gallend bantu mengusap pipi Arum dengan jempol kanannya.
"Dari Arkana."
Gallend manggut-manggut paham, tak perlu tiga detik untuknya mengaduh karena Arum baru saja mencubit pinggangnya.
"Beneran, kan, kamu dekat-dekat cewek lain?"
Gallend tersenyum mendengar rajukan manja itu.
"Cuma partner kerja, Sayang. Tanya aja Ayahku. Telepon, deh. Jangan sama Arkan, dia itu ketua geng ghibah se-Jakarta, tau! Kenalannya aja para Lambeturah."
Arum melengoskan wajah dengan gaya cemberut yang tetap menggemaskan seperti biasa di mata Gallendra. Dinginnya pipi gadis itu kemudian menjalari telapak tangan Gallend yang kini membingkai lembut wajah Arum.
"Aku kangen banget, lho, Sayang. Andai aja kita bisa tiap hari begini." ujar Gallend lembut.
Arum tidak menjawab, masih kesal. Apalagi Gallendra terkesan mengalihkan pembicaraan.
"Kamu masih enggak mau ke Jakarta, hmm?"
Arum termangu. Lalu menunduk.
Sebenarnya Arum sudah bersedia diajak ke mana pun Gallendra berada, apalagi kedua orang tuanya juga sudah menanyakan keseriusan hubungannya dan Gallend sejak bulan beberapa bulan ini.
Tapi, Arum tidak ingin diajak menetap di Jakarta jika status mereka masih berpacaran. Keinginan untuk menjadi yang pertama kali menyapa Gallend setiap kali lelaki itu bangun pagi, kini menjadi sangat besar. Namun, rasanya.. Arum terlalu malu untuk mengatakan keinginan itu.
Jadi, Arum memilih untuk hanya diam sambil memejamkan mata. Menikmati semilir angin malam dan genggaman hangat tangan Gallend yang memainkan jemarinya sekarang.
"Buka mata kamu."
Kedua kelopak mata Arum membuka, dan senyuman Gallendra seakan menjadi pewarna di antara langit malam dalam pandangannya. Gadis itu terlampau larut dalam keharuan ketika Gallend mengarahkan punggung tangan kanannya mendekati bibir pria itu.
Saat Gallend mengecup, Arum mematung. Tertegun dalam ketidakmampuan untuk berbicara lagi, meski ingin sekali ia teriakan pekikan bahagia.
Sebuah cincin melingkari jari manis yang lain. Cincin bermata lebih indah dengan berlian putih yang menyilaukan.
"Kencana Arum." Suara Gallend mengisi sunyi, mengerjapkan mata Arum yang terkesiap saat namanya disebut.
"Mulai hari ini dan seterusnya, aku enggak mau kamu berjalan sendirian lagi. Dan aku juga enggak akan membiarkan hal itu. Kemana pun kamu melangkah, tolong ingat bahwa.." Gallend mengusapi punggung tangan Arum dengan jempolnya.
"akan selalu ada aku yang siap menjadi tempat kamu berlindung. Aku akan berikan kedua lenganku juga untuk kamu jadikan rumah. Jadi jangan pernah berpikir.. kamu hidup di bawah langit ini dengan kesendirian."
Tepukan lembut di pipinya membuat Arum hanya mampu kembali mengerjap. Ia masih tak bisa bersuara. Gallend memandanginya dengan pendar kasih yang selalu sama sejak dulu. Tak pernah berubah.
"I can't imagine growing old with anyone else, nor do I want to [1]. Well.." Gallend merapikan anak-anak rambut Arum yang tertiup angin.
"Marry me, please?" Dan hanya dengan tiga kata terakhir dari lelaki itu, Arum terisak. Gadis itu membenturkan diri pada dada Gallendra yang langsung tertawa melihat tingkahnya.
"Kamu mau, kan, Sayang?"
Tanpa bersuara, Arum mengangguk-angguk dalam dekapan. Semua kisah kelam dalam hidup Gallend, kini terbayarkan hanya dengan anggukan Arum.
Gallend tersenyum, membelai rambut panjang Arum yang menjuntai hingga ke punggung. Yang wanginya tidak pernah absen Gallend hirup saat mereka tengah berpelukan seperti sekarang. Dalam hati, pria itu mensyukuri pertemuannya dengan seorang Kencana Arum.
Bermula dari sebuah panggung yang mereka kira hanya kebetulan, saling memerankan drama demi kepentingan masing-masing, tanpa menyadari bahwa rencana Tuhan sedang berjalan melalui takdir-Nya.
Takdir bukan berdiam diri saja selama ini, ia menunggu Gallend dan Arum untuk memainkan cerita hidup keduanya.
Dari semua hal di semesta kehidupan Gallendra, Arum adalah satu yang sangat ia syukuri. Yang kini menjadi poros dari segala dunianya.
Gallend tahu akan banyak rintangan dan cobaan yang akan menghiasi hubungan mereka setelah ini. Tapi, bukankah karena itu, Tuhan menciptakan cinta, kasih, berbarengan dengan pengorbanan dan kesetiaan?
Dan..
Demi Tuhan, Gallendra berjanji untuk selalu menjaga berkah perasaan yang dititipkan sang Khalik dengan segenap kemampuan, sampai Dia sendiri yang mengarahkan mereka pada batas akhir dari cinta keduanya di dunia.
Gallend hanya berharap.. semoga pencipta rasa kasih dan sayang itu mau menjadikannya dan Arum sebagai pasangan juga di kehidupan abadi yang sesungguhnya.
*
Gempi berubah. Dia menjadi lebih baik dari dua tahun yang lalu. Bahkan sekarang menjalin hubungan yang cukup akrab dengan Arum, Rumi, dan Padma. Kabar terakhir yang Gallend tahu, dia menjalin hubungan dengan salah satu pengusaha di Jogja. Gallend hanya tau namanya, tapi belum bertemu. Tante Seruni dan Om Hardi juga terlihat sehat dan tetap saling berdebat dalam hal-hal kecil seperti dulu.
Gallend mendesah lega begitu ia melangkah keluar dari kediaman Mahameru. Ia baru saja mengabarkan rencana pernikahannya dengan Arum dan seketika membuat seluruh keluarga bahagia. Hanya perlu satu tahap lagi, yakni menemui kedua orang tua Arum yang akan Gallend lakukan esok hari.
Gallendra baru saja akan membuka pintu mobilnya, ketika seorang lelaki memasuki pagar rumah.
"Hay, Gallendra."
Gallend menoleh dan berjengit bingung.
"Gue Bajra. Lo masih inget, kan? Pemilik Suniv Organizer. Kita dulu yang pernah saingan waktu masih sama-sama merintis EO di Jogja."
Butuh beberapa detik untuk Gallend mengingat. Dia Bajra Handoko, saingan bisnisnya dulu.
*
Rahang Gallendra mengetat, menatap Bajra di sampingnya. Kini, mereka bersandar pada kap mobil Bajra setelah beberapa saat lalu lelaki itu mengajak Gallend bicara di taman perumahan.
Dan baru saja, Bajra membuat sebuah pengakuan yang membuat Gallend ingin sekali meninju wajahnya.
"Sekali lagi, gue minta maaf, Bro. Gue bingung harus pake cara apa lagi supaya EO gue bisa lebih menang dari Mahameru Production. Dan karena gue tau," Bajra memberi petikan dengan kedua jari tangannya. "sejarah 'pemain wanita' yang lo sandang, jadi, yah.. gue sewa aja cewek buat nemenin lo tidur. Eh, malah gagal. Itu cewek datang-datang besoknya bilang, kalau lo malah tidur sama cewek lain."
"Gue enggak tidur sama dia." Tandas Gallend cepat.
"Seriusan?"
Melihat Gallend hanya diam, Bajra kembali melanjutkan.
"Ya, pokoknya, gue benar-benar minta maaf. Gue baru benar-benar nyadar setelah gue dapatin Mahameru Production, nyatanya tetap aja gue enggak pintar handle. EO lo terancam bangkrut sekarang."
Saat menyadari raut heran tercetak nyata di wajah Gallend, Bajra berkata lagi.
"Gue beli Mahameru Production dari Gempita. Dia adik angkat lo, kan? Gue kaget banget pas dengar MP pindah kepemilikan, Terus dari yang gue denger, Gempita enggak bisa urus EO lo itu sama sekali. Banyak banget pegawai yang ngeluh. Jadi, ya, gue iseng aja tanya dia mau jual ke gue atau enggak. Eh, dia enggak nolak. Tapi, mungkin karma kali, ya. Mahameru Production justru hampir bangkrut sekarang."
Bajra mengedikkan bahu, sebelum menatap Gallend dengan raut serius. "Jadi, gue berniat memberikan cuma-cuma Mahameru Production ke lo lagi. Gue harus akui, kalau lo jauh lebih mahir dari gue dalam mengurus bisnis EO."
Masih tak ada tanda-tanda Gallend akan merespon. Pria itu hanya menatapi Bajra dalam diam dengan gurat wajah datar.
"Sorry sekali lagi, bro. Gue terima deh lo mau ngelakuin apa ke gu-" kalimat Bajra tak pernah selesai karena Gallend sudah menghantam rahangnya hingga ia hampir terjatuh di paving taman jika saja tangannya tak bersandar pada kap mobil.
"Itu buat penjebakan yang lo lakukan ke Arum. Cewek yang enggak sengaja kejebak sama gue malam itu. Gimana pun lo tetap salah ke dia."
Bajra mengangkat kedua tangan ke atas bahu. Menahan sakit di leher, ia tetap berusaha bicara. "Oke, nanti gue bakal minta maaf."
"And just for you know, she'll be my wife." Begitu Gallend selesai bicara, Bajra yang sempat menyerap beebrapa detik maksud perkataan tersebut langsung berseru girang.
"Bravo, man! Kalau gitu seharusnya lo bersyukur dong gue jebak? Akhirnya lo malah dapat calon istri-" Tinjuan kedua kalinya mampir di hidung Bajra, sebelum ia sempat mengucapkan selamat.
[1] Aku tidak bisa membayangkan menjadi tua dengan orang lain, aku juga tidak mau.
**
HOAAAA
Akhirnyaaaa *ngelapingus*
Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menyelesaikan cerita ini selama 3 bulan. Makasih untuk kalian semua yang udah dukung aku sampai saat ini. Termasuk kakak-kakak di jurusan Romance.
Kalau masih banyak typo atau ada kata yang susah dimengerti, aku minta maaf gengs. Aku cuma manusia biasa, kadang nulisnya mata udah 5 watt wkwkwk. Tapi, jujur sih.. aku kaget ternyata respon untuk Arum-Gallend di luar dugaanku.
Awalnya aku benar-benar ngerasa gak yakin dengan cerita ini, selain takut gak bisa buat cerita yang indah, kadang kesibukan di RL juga buat aku susah dapat feel waktu ngetik. Makanya aku gak nyangka kalau banyak juga yg suka pasangan gaje ini. Kekekeke~
Selamat tahun baru semuanya. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi ke depannya ya.
Terakhir, ada yang mau disampaikan ke Gallend atau Arum? Atau tokoh lainnya? Atau aku? Kekekeke~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro